Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #140

#140. Live Streaming Kematian 2

Vanila menghela nafas lega saat akhirnya suara Mas Gunawan terdengar mengakhiri adegan yang dia mainkan bersama Andy untuk lima episode ke depan. Sedari tadi adegan itu di ulang karena ekspresinya yang salah. Dia sedang jatuh cinta, tapi malah berwajah patah hati. Namun dia memang benar-benar sedang patah hati, Tom mematahkan hatinya. Alhasil Mas Gunawan memarahinya sedari tadi. Telinganya sampai panas mendengar protes dari mulut pria itu bahkan Mas Gunawan setelah berkata: bahwa semua orang juga punya masalah, tapi siapa pun tidak perlu tahu masalah kamu...,pria itu mengecamnya dengan keras:

"Kamu tahukan semua orang mengatakan kamu masuk ke dunia akting karena aji mumpung- karena Andy Herline di belakang kamu. Sekarang patahkan kata-kata itu dan buktikan bahwa kamu artis yang memiliki kemampuan atau kamu memang suka melekat pada persepsi bahwa kamu artis yang masuk di dunia peran karena aji mumpung dan koneksi. Sekarang kamu tinggal memilih. Saya kasih kamu waktu menenangkan diri selama lima belas menit dan setelah itu saya mau kamu mengeluarkan kemampuan terbaikmu."

Menyeka air matanya, dia pergi ke belakang gedung untuk menangis. Tangisan terakhirnya buat Tom setelah itu tidak akan pernah ada tangisan buat pria itu. Kali ini dia berjanji dengan bersungguh-sungguh. Setelah menguasai dirinya, dia pergi kembali ke ruang make up untuk membenahi make up-nya yang sudah lecek akibat air mata kemudian kembali ke depan kamera untuk berakting.

"Vanila, ada kabar dari Gama Production House kalau mereka bakal menayangkan Gigolo akhir Minggu ini. Jadi Andy pasti akan sangat sibuk untuk launching film itu," Mbak Madya memberi kabar, membuat Vanila tersadar dari lamunannya. Matanya beralih dari menatap Andy Herline yang tengah berakting kepada Mbak Madya.

"Andy sudah memberitahunya padaku saat pagi tadi di rumah," Vanila berkata. Dia ingat bagaimana Andy mencoba menghibur hatinya yang patah setelah mengusir Tom dengan mengucapkan selamat karena akhirnya film yang dia tulis dan diangkat dari novelnya itu mendapatkan izin dari badan sensor film dan bisa di pasarkan dengan pergantian judul dan itu bukan urusan Vanila lagi.

"Gama Production ingin kau ikut di acara pemutaran film perdana dan temu fans."

"Andy tidak ada mengatakan tentang hal itu." Vanila menghela nafas.

"Hanya untuk beberapa pertemuan." Andy yang entah sejak kapan mengikuti pembicaraannya dengan Madya tiba-tiba ikut menimpali. "Aku tahu kamu tidak ingin jauh dari anak-anak, apalagi pada masa genting seperti ini, tapi ini penting untuk karirmu. Percaya padaku."

Wow, Madya berceletuk dalam hatinya. Andy Herline yang biasanya tidak bisa menyelesaikan masalah ringan sedikit pun yang terjadi padanya dan memintanya menyelesaikan setiap keonaran yang dilakukan pria itu malah mewakili Vanila untuk meminta izin pada mas Gunawan? It's amazing.

"Kalau begitu aku harus mengatur jadwal syuting. Aku beritahukan dulu pada Mas Gunawan."

"Aku sudah meminta izinnya bahkan meminta izin dari produser, jangan kwatir karena itulah Mas Gunawan memaksa lembur syuting untuk beberapa hari ini. Beliau cukup kesal karena kemarin kamu terpaksa absen untuk mencari Verzet dan Dinda yang kabur."

"Sejujurnya kemarin itu benar-benar sangat mendesak, aku harus mendahulukan anak-anakku kan?"

"Tentu saja. Aku tidak mengatakan kau tidak boleh pergi mencari mereka." Andy menyetujui ucapan Vanila.

"Dan karena aku bahkan tidak tahu ada acara pemutaran perdana dan temu fans. Aku jelas baru tahu tadi pagi darimu." Andy manggut-manggut.

"Santai lah. Kita mungkin tidak pulang hari ini, beritahu anak-anak kita akan tidur di sini." Vanila.mengangguk sambil melirik ke dua anaknya yang nampak tengah mengerjakan pekerjaan sekolah mereka, tentunya hanya Verzet yang melakukan itu- Dinda sedang asyik bermain bersama barbie-nya- membuka pasang pakaian dan aksesoris yang dikenakan si barbie yang dia bawa dari rumah besar mereka saat pergi ke rumah itu bersama Tom kemarin.

Vanila menatap ke Mas Gunawan yang tengah merehatkan diri. Sejenak dia berpamitan pada Madya dan Andy untuk menemui sang sutradara, bukankah akan lebih sopan jika dia sendiri yang meminta izin dan maaf atas keterlambatan syuting hari ini karena kesalahan-kesalahan yang dia lakukan pada pengambilan adegan?

"Apa kau harus menatapku seperti tadi?" Andy berceletuk saat mengikuti Madya melangkah menuju ke kedua anak Vanila.

"Seperti apa?" Madya bertanya dingin bahkan tanpa menatap Andy, "Barbie-nya cantik banget." Madya berseru pada Dinda yang kemudian melempar senyum padanya. Mengacuhkan Andy bahkan sebelum pria itu menjawab pertanyaannya. "Tante mau ikutan main Barbie. Boleh dong, ya?" Dinda mengangguk.

"Boleh." Kemudian Dinda menyerahkan satu Barbie lain yang ada di sekitarnya. Dia membawa lima Barbie dengan aneka pakaian, sepatu dan aksesoris boneka cantik itu.

"Barbie Dinda cantik banget. Waktu kecil Tante juga mau punya Barbie, tapi nggak punya uang buat belinya." Madya terkekeh.

"Papa yang beliin buat Dinda kalau Papa keluar negeri."

"Papa baik, ya?" Dinda mengangguk. "Kalau punya Papa baru Dinda mau nggak?" Madya sengaja menanyakan hal itu. Ekor matanya menatap Andy yang masih berdiri di sekitar mereka seperti pengawal.

"Nggak mau. Dinda maunya Papa Dinda aja." Baru Dinda mengatakan hal itu, lengan Madya terasa di tarik dengan keras oleh sebuah tangan- siapa lagi kalau bukan tangan Andy.

"Apaan sih lo?!" Dia memekik, tapi mengikuti tarikan tangan Andy menjauhi Dinda dan Verzet yang sejenak menatap mereka dengan bingung. Setelah agak jauh dari keramaian, baru lah Andy melepaskan cengkeramannya.

"Apa maksud lo nanyain itu?"

"Nggak ada maksud apa-apa. Refleks aja," dusta Madya dingin. "Orang tua mereka bertengkar, aku hanya ingin tahu bagaimana mereka akan menyingkapi jika suatu saat Papa dan Mama mereka akhirnya berpisah."

"Gak ada orang yang siap menerima berita buruk, apalagi anak kecil!" suara Andy Herline terdengar kencang.

Lihat selengkapnya