Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #142

#142. Berharap pada Alibi

"Ya, Clara. Aku bersama Clara kemarin malam. Aku, Alfa dan Clara menikmati makan malam bersama di Regal Resto sebelum Alfa pergi dan kami mencari Alfa." Brian mengatakan hal itu dengan wajah sedikit lega karena menemukan alibi bahwa bukan dia pelaku kejahatan atas Neli- sang isteri dan Widya- adik iparnya. "Karena aku sangat mengantuk, aku bahkan membiarkan Clara mengendarai mobil untuk membawaku pulang. Aku bersama Clara. Jadi bukan aku pelakunya." Brian menatap Tom. "Mungkin Anda semua bisa juga mencurigai dia." Tunjuk Brian ke wajah Tom yang segera mendapatkan protes dari Tom.

"Apa maksudmu menuduhku?! Aku bahkan tidak punya hubungan apa pun dengan Neli!"

"Tidak punya hubungan?! Kalian berselingkuh!" Brian berteriak di depan wajah Tom. Kali ini bahkan dia sudah berdiri dari kursinya.

"Kau harus punya bukti saat berbicara, Brian Regal atau kau akan mendapatkan masalah hukum baru," Tom menyambut dengan kesal, tapi masih bisa mengendalikan diri, "dan bisakah kau menghormati mendiang isterimu sedikit? Dia sudah meninggal dan bukannya menangisi kepergiannya, kau malah menuduhnya berselingkuh dengan pria lain? Pria macam apa kau? paling tidak sesali perselingkuhanmu dengan Clara."

"Diam! Kau lah alasan hancurnya rumah tanggaku!" Brian bergerak, tangannya hendak mencengkram kerah baju Tom, tapi Tom dengan mudah menepiskan tangan itu bahkan sebelum menyentuhnya. Untuk informasi tangan Brian bahkan masih terborgol.

"Satu-satunya hubungan yang ada antara aku dan Neli adalah karena Neli tanpa sengaja merekam saat Clara merayuku di ruangan kerjaku...Dia membuka kancing bajunya dan dia mengancam akan berteriak kalau aku mau memperkosanya jika aku tidak menurutinya saat itu..."

"Kau pembohong! Kau lah yang memperkosanya! Kau yang membuat Clara terpaksa terikat padamu setelah kau melakukan pelecehan padanya saat dia menjabat sekertarismu!"

"Sialan, darimana kau tahu itu? Clara mengatakan itu padamu? Wanita sinting itu..." Tom terlihat sangat kesal. "Aku tidak melakukan pelecehan apa pun padanya, kami berselingkuh seperti apa yang kau lakukan kini dengannya dan kau tahu jelas bahwa dia yang mulai merayu. Dan kau harus tahu ketika kedua orang dewasa melakukannya tanpa paksaan setiap orang menanggung resikonya masing-masing. Satu-satunya yang terlukai dan harusnya melaporkanku di sini adalah isteriku: Vanila bukan dia. Dan satu-satunya hubunganku dengan Neli hanya karena rekaman itu dan Pak Wie jelas tahu itu. Kami melaporkannya saat itu juga pada Pak Wie, memperlihatkan rekaman video handphone yang dilakukan Neli. Kalau kau pikir aku tidak jujur, kau bisa mencari tahu kebenaran ucapanku pada ponsel Neli." Jeda sejenak Tom baru memikirkan sesuatu kemungkinan yang mengerikan. Dia menatap wajah polisi di meja interogasi. "Aku tidak ingin berspekulasi, tapi mungkin saja kematian Pak Wie berhubungan dengan video yang kami perlihatkan siang itu, Pak Polisi."

"Kau benar-benar berengsek, Tom! Setelah menghancurkan masa depan Clara kau menuduhnya sebagai pembunuh suaminya sendiri? Dia sangat mencintai Pak Wie..."

"Tolong, saudara Brian diam." Polisi yang menginterogasi Tom bicara, "Saya tertarik tahu bagaimana sikap Pak Wie setelah kalian menyampaikan hal itu?"

"Beliau mengatakan akan memastikan Clara tidak menggangu hidup saya lagi. Beliau meminta saya fokus bekerja dan pada keluarga saya dan...." Tom menghela nafas. "Beliau akan memutuskan hukuman apa yang harus diberikan pada saya."

"Hukuman? Bisa berarti pemecatan bukan? Anda mungkin termasuk orang yang merasa diuntungkan dengan wafatnya Beliau."

"Saya bahkan keluar dari Clement Construction walaupun Clara meminta saya kembali dengan iming-iming sebagai President Direktur dan pemilik saham jika menikahinya kalau itu yang Anda ingin tahu." Tom menjawab diplomatis. Dia tahu polisi mencoba menggiring kemungkinan-kemungkinan lain yang hanya dia ketahui sendiri. "Oya, saya nyaris lupa. Untuk laporan saya ke Clara- Anda bisa mengkonfirmasi bagaimana kelakuan wanita itu pada saya di rumah sakit tempat saya dirawat dua hari lalu," Tom tak menggubris ucapan Brian yang tiap kali nama Clara disebut selalu bagai fans fanatik yang berteriak menjaga nama baik wanita itu. "Saya mengalami kecelakaan di depan rumah makan Rasa Nusantara dan ketika saya sadar. Saya sudah di rumah sakit dengan Clara yang juga berada di atas ranjang rumah sakit saya. Saya sempat mengajukan protes kepada management rumah sakit karena membiarkannya tidur bersama saya di ranjang itu..."

"Kau pasti bohong..." Suara Brian terpaksa terhenti saat polisi yang memeriksanya memintanya diam dan tenang, mengingatkannya dimana dia berada kini: di kantor polisi.

"Dan manejemen rumah sakit bilang bahwa dia mendaftarkan saya dan mengaku sebagai isteri saya. Menurut Anda ada wanita normal yang mau melakukan hal itu? Saya minta Anda perhatian pada laporan saya...Clara jelas bukan hanya seorang stalker. Saya tidak ingin sikapnya yang seenaknya yang telah melukai perasaan keluarga saya kini beralih melukai fisik keluarga saya. Saya pernah bilangkan saat saya memecatnya- Clara bilang dia akan membalas saya? Fokus saya hanya kepada keselamatan isteri dan anak-anak saya. Anda tahu bagaimana mudahnya dia keluar masuk rumah saya, memakai pakaian tidur isteri saya, tidur di ranjang kami..."

"Apa Clara pernah melakukan ancamannya?"

"Sampai saat ini saya rasa belum, tapi terbuka kemungkinan..."

"Kami akan melakukan penyelidikan untuk laporan Anda." Polisi memotong, "Kami akan memanggilnya dengan pasal memasuki rumah orang lain tanpa izin, walau Anda tahu pasal itu tidak memberi ancaman hukuman yang besar hanya sekitaran setahun dan karena itu hanya sekitaran setahun, hakim bisa hanya memberi hukuman denda atau percobaan jadi dia mungkin hanya akan dipaksa melaksanakan hukumannya jika mengulangi perbuatan itu. Belum lagi kasus besar begitu banyak, kami bukannya tidak mau memproses laporan Anda dengan cepat, tapi skala prioritas berlaku di sini. Namun kami ingin tahu kemarin malam sekitaran jam sembilan malam Anda ada di mana?" Tom tidak senang pada jawaban itu apalagi pertanyaan yang mengikuti kemudian, tapi dia bersyukur karena dia punya alibi malam kemarin. Semalaman dia bersama Rowen di lapangan softball kampus bahkan Axel juga datang dan setelah kampus tutup mereka menghabiskan malam di cafetaria sekedar berbincang untuk menemaninya bicara dengan pengacaranya.

Malam itu di cafetaria sepupunya dia meminta pengacaranya tidak perlu menyampaikan sanggahan atas segala pernyataan yang dikatakan pengacara Vanila dalam balasan dari jawaban dari tanggapan penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat alias jawaban Replik yaitu Duplik. Dia meminta pengacaranya menyetujui segala yang dikatakan penggugat dan langsung pada fokus untuk menerima permohonan perceraian, dia juga akan memberikan hak perwalian penuh pada Vanila, rumah mereka, mobil yang dipakai Vanila sehari-hari, beberapa rekening tabungan dan tunjangan bulanan sampai anak-anak mandiri. Hal yang malah membuat pengacaranya uring-uringan dan meyakinkannya bahwa dia bisa memenangkan hak asuh anak-anaknya bahkan memastikan tidak perlu memberi harta gono-gini pada Vanila. Satu hal yang membuatnya sadar bahwa cara berpikirnya dan sang pengacaranya berbeda: dia tidak ingin memisahkan Vanila dari anak-anak mereka. Dia tidak menginginkan perceraian dan hartanya adalah juga milik Vanila dan anak-anaknya. Lalu si pengacara tak merasa dihargai dan memilih keluar dan tidak akan membelanya lagi di persidangan berikut. Rowen, Axel dan sepupunya bahkan mencoba meminta maaf pada pengacara keras kepala itu dan memaksanya memohon agar si pengacara mencabut kata-katanya. Sayangnya dia sama keras kepalanya. Apa sih susahnya bagi pengacara itu menurutinya: dia membayar pengacara itu dan aturan bagi pelaku bisnis jasa adalah menuruti keinginan klien walaupun itu berarti di kasus kali ini si pengacara akan mengecap kekalahan.

Intinya dia jelas punya saksi yang menyatakan dia bukan pelaku pembunuhan Neli dan saudari perempuannya. Setelah menjelaskan posisinya di mana kemarin malam dan juga siapa saja yang bersamanya, Tom menyambung, "Jadi intinya sebelum masalah saya menjadi besar seperti terlukanya seseorang, polisi akan tetap diam? Oke. Terima kasih kalau begitu." Tom melangkah pergi dari kantor polisi dengan perasaan marah. Dia memastikan diri selama hidupnya dia tidak akan pernah lagi mau memasuki tempat ini. Dia akan menjaga keluarganya sendiri. Namun dia berhenti juga di sisi Alfa. Bagaimana pun anak itu masih kecil dan baru saja kehilangan ibunya serta ayahnya akan berada di tahanan kepolisian. "Alfa, kamu mau ikut tinggal di rumah, Om?"

"Tidak! Kau tidak perlu pura-pura baik." Yang menjawab itu bukan Alfa, tapi Brian. Anak itu bahkan masih tercenung diam bagai patung di kursi interogasi polisi setelah memberi kesaksian bahwa kemarin dia, Clara dan ayahnya berjalan-jalan di mall sampai makan malam di Regal Resto hingga dia kabur dari restoran karena mendengar papanya memiliki hubungan khusus dengan Clara. Alfa menangis saat menceritakan hal itu, Brian harus berjuang menenangkan putranya itu hingga anak itu sekarang jauh lebih tenang "Alfa tidak akan pernah kuizinkan tinggal bersamamu."

"Kita tetangga, Brian. Paling tidak satu perumahan dan Alfa sendirian. Apa kau mau meminta Alfa tinggal di tahanan atau di emperan kantor polisi selama kau di sini? Ayolah, jangan egois walaupun, kita bukan teman akrab dan pernah berseteru aku tidak akan pernah menyakiti anak-anak."

"Itu bukan urusanmu. Urusi saja anak-anakmu."

"Oke. Terserah padamu, aku hanya beritikad baik." Kali ini Tom benar-benar pergi begitu saja.

***

Hari sudah gelap, tapi Clara jangankan datang mengunjunginya ke kantor polisi- mengangkat telpon dari kepolisian pun tidak. Ada apa dengan Clara? Pikiran Brian tak bisa tenang apalagi mengingat bahwa di luar kantor polisi ini, Alfa masih menunggunya. Alfa jelas tidak tahu harus kemana, kedua kediaman mereka: rumah dan apartemennya menjadi objek penjagaan polisi, keluarga dekat- mereka tidak punya. Dia putra tunggal dengan kedua orang tua yang telah tiada dua tahun lalu sementara Neli hanya memiliki seorang saudari perempuan yaitu Widya. Kedua orang tua mereka bahkan telah berpulang sejak Widya menginjak bangku SMP sementara menurut cerita Neli, dia baru saja menamatkan sekolah Flight Attendant Training dan untungnya karena kecerdasannya Neli segera mendapatkan pekerjaan sebagai peramugari udara di sebuah maskapai penerbangan nasional ternama. Neli adalah tulang punggung untuk menghidupi dan menyekolahkan Widya. Neli berharap adiknya itu akan menjadi atase. Hal itulah yang mungkin membuat Neli selalu membahas soal uang dan memaksanya naik jabatan dengan cepat.

Lihat selengkapnya