Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #143

#143. Alibi yang Menghianati

Alfa duduk manis di meja makan besar dan lebar itu. Dia tengah menikmati sarapan paginya ketika Clara ikut bergabung duduk di depan meja makan bersamanya. Agak sedikit lesu setelah melihat tayangan berita di televisi yang mengangkat kasus pembunuhan mama dan tante Alfa oleh sang papa yaitu Brian. Clara benci jika kasus ini di exspose bukan karena tidak baik bagi perkembangan Alfa, tapi tidak baik jika semua penonton live streaming konten Neli mendapatkan kepercayaan diri dan keberanian untuk bersaksi. Apa dia perlu membekap mulut para reporter itu? Namun dia harus bermain cantik agar tidak menimbulkan kecurigaan. Dia butuh alasan logis untuk melarang berita itu.

"Apa Tante akan memberikan kesaksian pagi ini?" Suara Alfa memecah pemikiran Clara yang tengah meraih roti sandwich. Dia mengangguk.

Dapat. Clara tersenyum kecil. Tentu saja dia bisa menemui para petinggi televisi dan surat kabar serta portal berita online lainnya, dia akan bicara tentang kepentingan Clement Construction bahwa nama baik Clement Construction dibawa di sini dan bahwa Brian belum ditetapkan sebagai pelaku. Untuk nilai manusiawi-nya dia akan membawa nasib Alfa Romeo yang dihina dan merasa rendah diri sejak wartawan mengekspose masalah keluarganya.

"Papa bakal keluar dari penjarakan, Tante? Alfa yakin Papa nggak mungkin melakukan itu sama Mama dan Tante Widya. Papa sayang banget sama Mama."

Dulu mungkin, Clara berceletuk di dalam hati.

"Tante, tahu. Ya, sudah. Kali ini kamu mau sekolah atau di rumah saja dulu?" tanya Clara sambil menggigit sandwich yang ada di tangannya.

"Verzet mau sekolah, Tan."

"Ya, sudah, kalau kamu mau pergi ke sekolah. Nanti supir akan mengantar kamu, pulangnya nanti juga dia akan jemput kamu." Clara menutup pembicaraan dan berlalu dari meja makan dengan alasan akan bersiap-siap ke kantor polisi buat bertemu Brian, tapi tak mengizinkan Alfa ikut dengan alasan Brian tidak mengizinkannya. "Papa bilang kamu nggak perlu sering-sering mengunjungi Papa nggak baik buat kamu."

Alfa baru paham apa maksud kalimat 'nggak baik bagi kamu' yang dikatakan papanya melalui Tante Clara saat melangkahkan kakinya memasuki sekolah dan mendengar bisikan-bisik dari teman-temannya.

"Tuh si Alfa pantas bandel banget rupanya turunan Papanya."

"Papanya emangnya ngelakuin apa?"

"Papa dia membunuh Mamanya sama Tantenya."

"Jangan ngomong asal kamu, Sa. Dosa kamu."

"Siapa yang ngomong asal? Papa gue kalau bangun tidur itu langsung hidupin televisi.... Nonton berita subuh, gue tadi juga ikutan nonton televisi. Ada dia di kantor polisi. Papanya ditangkap karena nabrak Mamanya sama Tantenya sampai mati." Salah satu teman sekolahnya yang melihat Alfa, segera menggamit anak perempuan bernama Salsa yang bercerita dengan heboh tentang Alfa. Kelima anak perempuan itu bergegas kabur dari koridor sekolah. Anak-anak lain juga menghindari Alfa dengan tatapan sinis.

"Al..." Alfa baru saja mengangkat wajahnya saat mendengar suara Budianto dari belakang tubuhnya, tapi kemudian dia dihinggapi kekecewaan besar karena Dino segera merangkul pundak Budianto untuk menjauh.

"Lo gila apa? Masih mau temanan sama dia. Bokap dia pembunuh, nanti lo juga bisa terbunuh."

Alfa menggigit bibirnya saat menyadari seharusnya dia tidak pergi ke sekolah pagi ini. Seharusnya dia tetap di rumah Tante Clara dan menunggu wanita itu yang pagi ini berjanji akan bersaksi menolong papanya di kantor polisi. Bergegas Alfa membalikkan tubuhnya, dia tidak berniat masuk kelas sekarang. Cabut, itulah yang ada di kepalanya.

***

Verzet menatap Alfa Romeo yang keluar dari gerbang sekolah saat dia, Dinda dan mamanya berada di seberang jalan sekolah dan baru turun dari angkutan online. Dia tidak mengerti kenapa Alfa memilih keluar dari kawasan sekolah padahal bel sekolah akan berbunyi tidak kurang dari dua puluh menit lagi. Alfa bahkan belum meletakkan tasnya di kelas, kalau dia masuk kembali dia akan dianggap terlambat dan mendapat hukuman.

"Verzet, ayo." Vanila menarik tangan putranya yang nampak tertegun di tempatnya padahal satpam sekolah sudah memberhentikan mobil-mobil yang melaju agar memberi waktu bagi anak-anak dan orang tua yang mengantar anak-anak ke sekolah untuk menyebrangi jalan. Verzet segera melangkah mengiringi langkah sang mama dan adiknya. Tiba di seberang, Verzet segera melambaikan tangan pada mama dan adiknya lalu segera memasuki gerbang sekolah dasar sementara Dinda dan Vanila melangkah menuju gerbang taman kanak-kanak. Sejenak Vanila menyempatkan diri melihat-lihat jalanan sekitar sekolah, mungkin dia bisa menemukan wajah Tom diantara para pengguna jalan. Namun tidak. Tom tidak terlihat hingga mereka masuk ke dalam sekolah taman kanak-kanak.

Tanpa Vanila, Verzet dan Dinda tahu, Tom menatap semuanya. Dia sudah tiba lebih dahulu sebelum Vanila dan anak-anaknya tiba di sekolah. Menatap mereka dari kejauhan. Seperti inilah yang akan dia lakukan untuk menepis rindunya, menjauh akan lebih baik agar tidak menyakiti Vanila lagi. Besok, Tom akan mengirimkan mobil yang biasa dikendarai oleh Vanila ke rumah kontrakan Vanila- akan lebih mudah bagi Vanila melakukan rutinitasnya termasuk mengantar dan menjemput anak-anak mereka dengan mobil itu. Mobil itu sudah siap digunakan: bukan hanya diperbaiki dari kerusakan akibat fans fanatik Andy, tapi juga telah diservis. Sedikit melewati ketok magic pada bumper yang penyok dan dicat. Mengkilat seperti baru di dalam garasi rumah mereka.

Tom masih berdiri di sisi mobilnya memandangi Vanila dan anak-anaknya menyeberangi jalanan yang padat bersama rombongan siswa dan orang tua siswa lainnya. Para satpam sekolah menghentikan laju kendaraan ketika Alfa melintas di sisinya, namun tidak dia sadari. Sejenak Alfa tertegun diam. Dia iri pada Verzet. Walaupun papa dan mama Verzet bertengkar, orangtua Verzet selalu menyempatkan diri untuk mengantar Verzet walau seperti ini- papa Verzet mengantarkan dari kejauhan- jelas karena tidak ingin bertengkar dengan mama Verzet. Dia juga pernah melihat papa Verzet mengunjungi sekolah hanya untuk bermain dan bicara dengan Verzet dan adiknya. Beda sekali dengan papa dan mamanya walau bukan berarti dia ingin mama dan papa yang lain. Dia hanya merasa keluarganya seharusnya tidak berakhir begini, seharusnya ada sedikit toleransi untuknya sebagai seorang anak. Tidak ada yang bertanya bahkan peduli pada perasaannya saat mama memperotes papa karena pulang tepat waktu dan bertahan di jabatan yang sama bertahun-tahun. Tak ada juga yang peduli padanya saat papa menyatakan perasaannya pada Tante Clara ketika mengajaknya makan malam. Dia merasa dikhianati saat berpikir papanya ternyata bukan mengajaknya makan malam untuk membayar banyak waktu yang hilang pada kebersamaan mereka sejak papa meninggalkan rumah, tapi karena papa memiliki wanita lain- seseorang yang papa inginkan menggantikan posisi mamanya. Alfa meneteskan air matanya kemudian buru-buru berlari.

Sejujurnya Alfa benci papanya karena ingin meninggalkan mamanya, Alfa juga marah dan kesal pada mamanya karena selalu membandingkan papanya dengan papa Verzet, Alfa benci Tante Clara yang muncul diantara papa dan mamanya dan menghancurkan rumah tangga kedua orang tuanya. Namun Alfa tidak bisa apa-apa. Dia hanya anak sembilan tahun, tanpa mamanya- dia butuh papanya. Namun saat ini papanya juga tidak bisa diharapkan akan menjaga dan menemaninya: Tante Clara menjadi tempat perlindungan yang menyakitkan baginya. Ini seperti bermain hiden and seek (persembunyian) bersama teman-teman, tapi papanya menganggap ini sebagai kompetisi hingga dia harus memenangkannya dan karenanya memaksanya untuk bertahan bersembunyi di semak belukar berduri. Tubuhnya tertusuk duri di sana sini dan ini sungguh menyakitkan.

***

Lihat selengkapnya