Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #144

#144. Ungkapan Hati Tom

Vanila baru saja tiba di rumah kontrakannya,dia hanya punya waktu yang singkat untuk berbenah dan merias diri sebelum pergi ke acara pemutaran perdana film yang skenarionya dia tulis sendiri. Andy Herline bahkan sedari kemarin lalu telah absen di sinetron dan disibukkan dengan promo film Terbakar dalam Cinta sebagai penganti judul Gigolo agar disetujui oleh lembaga sensor film.

"Mbak, bunga di kamar mandi udah layu. Saya buang saja, ya," ujar seorang wanita belia, dia adalah seorang mahasiswi tingkat akhir yang tinggal di sekitar rumah kontrakan Vanila, anak Pak Derry- tetangga ujung jalan. Dia akan membantu Vanila menjaga kedua anaknya. Nama gadis itu Sesyl. Sebenarnya dia hanya bertugas menjaga Verzet dan Dinda, tapi malah dengan baik hati merapikan beberapa barang yang terlihat berantakan termasuk kamar mandi.

Vanila melongok ke ambang pintu kamar tidurnya yang sedikit terbuka. "Boleh, Syl. Buang aja, bunga yang satu lagi juga tolong dibuang, ya." Sesyl mengangguk lalu berlalu dari pandangan Vanila yang segera melanjutkan merias wajahnya. Namun jemari Vanila terhenti saat dia mengingat ucapan Mas Gunawan dan sekuriti lokasi syuting.

Tom selalu punya kebiasaan menulis kalimat-kalimat romantis diantara celah bunga-bunga yang dia kirimkan, apa kebiasaan itu masih sama? Vanila tergelitik ingin tahu. Menghentikan gerakan tangannya, Vanila melangkah keluar kamar dengan buru-buru. Dia berharap Sesyl belum melempar bunga itu ke tempat sampah besar di depan rumahnya.

"Sesyl, tunggu." Vanila mengambil bunga yang ada di tangan Sesyl tepat ketika gadis itu telah membuka tutup tempat sampah.

"Mbak yang satunya masih ada di rumah kok. Belum terlalu layu. Saya cuma buang yang udah layu banget, udah berlendir lagi, Mbak," Sesyl berkata dengan kebingungan saat Vanila membawa kembali bunga itu ke dalam rumah.

Vanila meletakkan bunga itu di kamar tidurnya. Membuka rangkaiannya dan menemukan lembar kertas pertama yang telah basah dan berwarna kekuningan begitu juga lembar kertas lainnya. Ada lima lembar kertas memo. Vanila menatap kertas-kertas itu dengan degup jantung yang berdebaran, perasaan yang sama ketika pertama kali dia menemukan memo di buku pelajarannya yang sengaja Tom selipkan saat mengantarnya pulang.

Vanila membaca kertas itu dengan sedikit perjuangan karena tulisan tangan Tom yang mulai mengabur.

Aku tahu: aku adalah orang yang paling keras berjanji untuk tidak akan pernah menyakitimu. Namun aku tahu aku adalah penyebab patah hatimu yang paling dalam.


Namun, biarkan aku memperjuangkanmu sekali ini lagi walau, menyakitkan bertahanlah. Kita akan melihat apakah rasa ini memang hanya milikku atau masih milikmu juga.


Aku tahu aku egois, tapi waktu yang akan menjawab aku ini takdirmu atau hanya seseorang yang sempat hadir di hidupmu.


Aku akan menunggu hari dimana kamu akan mencintaiku sekali lagi. Lalu kita akan menikmati indahnya senja, di bawah atap yang sama. Lalu tehmu dan kopiku akan bercengkrama. Beradu rasa- memperebutkan bahagia dalam rongga mulut kita yang menyatu.


1 Desember 2011: semesta membuatku berhenti pada satu wanita yang ku yakini tidak akan pernah meninggalkanku serumit apapun keadaanku- wanita itu kamu. Isteriku: Vanila Astanervary.

Lalu Tom menggambar sepasang cincin yang saling bertautan.

Hanya Tom yang tahu tanggal pernikahan mereka. Andy Herline tentu saja tidak. Tom selalu mampu membuat perasaannya jungkir balik, hatinya yang mulai tertata berantakan kembali . Hatinya yang kecewa terobati. Air mata Vanila jatuh menetes. Entah dari kapan Tom belajar menulis kalimat semanis itu...lebih dari dia yang penulis. Mas Gunawan benar, Tom memberikannya serangkai besar bunga mawar putih yang diklaim Andy sebagai pemberiannya dan bodohnya dia mempercayai Andy Herline.

Uhhh, pantas ketika Tom menginap di rumahnya ini kemarin Tom berkata dia tidak keberatan Andy Herline memberinya bunga asalkan dia tidak meletakkan bunga pemberian Tom di kamar mandi dan pemberian Andy Herline di kamar tidur. Pasti Tom tersinggung saat menemukan bunga ini di kamar mandi.

Tom sampai berjanji akan membelikan vas bunga untuk bunga ini dan sebelum niat itu terwujud sekarang bunga ini layu dan sebagian bahkan telah membusuk. Sekarang bolehkah dia berharap bahwa apa yang dia lihat di hotel dan rumah sakit tidak seperti yang dia lihat? Bolehkah dia berharap bahwa ucapan Tom tentang kejadian itu bukan dusta? Bahwa dia yang salah tanggap dan bertindak egois dengan tidak mempercayai Tom? Bolehkah? Vanila terisak makin kencang. Butuh beberapa saat sampai dia bisa menguasai dirinya kemudian menyeka air matanya setelah mengambil keyakinan bahwa dia akan mencari tahu kebenaran itu sendiri. Dia butuh menata kembali kepercayaannya pada Tom.

Vanila menyimpan kertas-kertas itu ke dalam kotak mungil aksesoris yang ada di lacinya. Seorang fans memberikannya sebuah aksesoris rambut beberapa hari lalu. Tepat saat itu Vanila teringat kembali ucapan sekuriti syuting kalau Andy juga menerima titipannya berupa se-set makanan yang dibawakan Tom dengan kotak makan ke lokasi syuting karena saat itu Vanila sedang ada pengambilan adegan dan Mbak Madya tengah menjemput anak-anak Vanila. Andy tidak cerita soal itu. Apa yang dilakukan Andy pada makanan yang dikirim Tom serta se-set peralatan bekal makanannya? Apa Andy membuangnya? Hati Vanila bertanya-tanya. Beraninya Andy membuang makanan itu....dia saja nggak pernah membuang makanan yang dimasak Tom seamburadul apa pun itu rasanya.

"Van, kamu udah siap?" suara Madya yang muncul di belakang tubuhnya membuat Vanila terkaget-kaget.

"Kok belum siap? Kita nggak boleh telat loh ke twenty one." Madya mengehentikan ucapannya kemudian menatap bunga-bunga yang nyaris busuk bukan hanya layu yang ada di dalam kamar Vanila. "Bunga ini...mau aku bantu buang?"

Lihat selengkapnya