"Setelah bercerai dengan Papa, Mama bakal menikah dengan Om Andykan? Mama nggak boleh bohong loh sama anak kecil. Om Andy sendiri yang bilang waktu dia menjemput kami di sekolah. Kami kabur waktu itu dari mobilnya ke rumah Papa."
Bagaimana bisa kau tidak terkejut saat mendengar pertanyaan itu. Itulah yang dirasakan Vanila saat ini. Pertanyaan itu terlontar dari mulut Verzet. Saat dia tengah mencoba menenangkan anak-anaknya. Butuh usaha keras baginya untuk meyakinkan keduanya bahwa itu tidak akan terjadi karena entah bagaimana anak-anaknya terlihat tidak mempercayainya.
Setelah satu jam akhirnya keduanya telah tertidur, Vanila beranjak ke ruang tamu menemui Daniela yang tengah berbincang asyik bersama Andy sementara Madya memilih duduk di teras rumah karena tak ingin mencampuri urusan rumah tangga Vanila dan Tom. Dan sejujurnya tidak juga ingin berseteru lagi dengan Andy. Pertengkaran mereka terakhir kali membuatnya ingin menjaga jarak dengan pria itu dan bagusnya niat itu lebih mudah terlaksana karena dia kini bukan manager Andy lebih tepatnya bukan satu-satunya.manager Andy jadi dia tidak perlu terus berhubungan dengan makhluk itu.
Kedatangan Vanila sejenak membuat Andy dan Daniela berhenti bersuara. Andy segera menjulurkan lembaran kertas yang ada di tangannya pada Vanila. Vanila menerimanya dan segera membaca salinan balasan jawaban dari jawaban Penggugat atas jawaban Tergugat alias Duplik. Wajah Daniela cerah secerah mentari siang hari yang menyilaukan saat dia bercerita tentang persidangan tadi.
"Hari ini di depan hakim Tom mengakui semua kesalahannya. Dia mengatakan jawabannya secara pribadi bahkan tanpa didampingi pengacaranya yang memilih mengundurkan diri. Kali ini bahkan tanpa pembelaan bahwa dia sudah berpisah dengan wanita itu, bahwa dia sudah keluar dari perusahaan itu, bahwa dia berusaha menghabiskan waktu lebih lama bersama anak-anak tetapi kau yang menghalangi dan segala macam pembelaan seperti saat menjawab gugatanmu. Kali ini dia mengakui semua kesalahannya dan bersedia menerima gugatan cerai yang kau minta. Dia bahkan akan menyerahkan rumah yang kalian diami dulu padamu dan anak-anak, juga mobil yang biasa kau kendarai, tabungan dan berjanji akan memberikan nafkah sampai Tom meninggal atau tidak mampu lagi bekerja. Bukan hanya nafkah anak-anak kalian, tapi nafkah untukmu."
"Dan aku rasa Vanila tidak butuh nafkah untuk dirinya." Andy berkata, tapi kali ini bahkan tidak masuk di telinga Vanila.
Tubuh Vanila limbung. Dia menggapai sandaran sofa dan kemudian memilih duduk di sofa. Antara percaya dan tidak, dia membaca kertas yang ada di tangannya itu. Kertas itu tidak banyak hanya tiga lembar jawaban dari Tom. Diakhir lembar itu Tom berkata akan memberikan hak asuh sepenuhnya padanya dengan permohonan agar kedua orang tua Tom diizinkan untuk mengunjungi cucu-cucu mereka kapanpun mereka mau. Hanya satu permohonan itu.
"Vanila, kau baik-baik saja?" Daniela berujar hati-hati.
"Tenang saja,Bu Pengacara. Ini pasti karena Vanila sangat bahagia akhirnya gugatan ini menunjukkan hasilnya." Andy Herline mengambil alih menjawab Daniela yang nampak kaget akan sikap Vanila menanggapi isi duplik dari Tom.
"Van..."
"Apa kata hakim tentang ini?" Vanila meremas keras kertas di tangannya itu.
"Menurutmu apa? Hanya menanyakan keyakinan Tom atas jawabannya dan Tom bilang dia yakin. Jadi hakim sepertinya mempercepat agenda selanjutnya, tiga hari lagi agenda pemeriksaan para saksi, kita hanya perlu mendatangkan saksi yang mendukung bahwa Tom berselingkuh, dia selalu alfa pada posisinya sebagai seorang suami dan ayah dan bahwa kamu telah berusaha memaafkan Tom, tapi dia kembali menyelingkuhimu lalu kamu pasti akan mendapatkan simpati hakim untuk benar-benar mendapatkan kemenangan mutlak."
Vanila meneguk salivanya dengan keras hingga tenggorokannya terasa sakit, saat itu Daniela masih berbicara:
"Intinya kami optimis kita bisa memenangkan kasusmu ini." Daniela tersenyum lebar selayaknya seorang pemenang. Seharusnya Vanila tersenyum selebar itu juga, tapi kini dia bahkan tidak tersenyum sama sekali.
"Thanks, Dan." Vanila mencoba tersenyum. "Aku harus melihat anak-anak."
"Kalau begitu aku pergi." Daniela berdiri dan diikuti Vanila dan Andy. Di luar Madya ternyata juga bersiap pergi.
"Jangan lupa besok malam kita harus hadir di Film Award." Madya menjulurkan sebuah kartu undangan pada Vanila. "Kau mendapatkan undangan dari panitianya. Undangan spesial, jadi jangan lupa usai syuting, kita akan ke sana. Aku pergi, ya, masih ada urusan di kantor Pak Munchen. Hari ini semua bonusmu aku pastikan akan dibayar." Vanila mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada Madya dan Daniela sebelum keduanya memasuki mobil masing-masing dan melaju pergi dari rumah kontrakannya. Sepeninggal mereka, Vanila segera memasuki rumah kembali. Sementara Andy mengikut di belakangnya. Sejenak, Vanila berhenti melangkah, membalikkan tubuhnya dan menatap Andy.
"Kau sudah makan?" Andy menggelengkan kepalanya. "Aku masakkan mie instan? Hanya itu yang ada di rumah saat ini."
"Bagaimana jika aku pesankan makanan saja?"
Vanila menggeleng, sejujurnya dia memang sangat lapar walaupun sepotong roti telah mengganjal perutnya. Namun sepotong roti tak akan mampu mengenyangkan perutnya yang sejak kemarin pagi belum terisi apa pun selain susu, jus botolan. "kalau kau mau pesan saja buatmu, aku sudah lapar sekali. Aku lebih memilih makan mie instan sebelum aku pingsan." Vanila melangkah menuju ke dapur. Tangannya bergerak cekatan meraih panci dan memasak air.
"Baiklah, aku juga mau mie instan." Andy tersenyum dan berdiri di sisi Vanila yang segera sibuk mengiris bawang.
Saat itu Vanila berpikir bagaimana dulu saat Tom masih bekerja di lapangan, dia selalu memprotes Tom saat pulang ke rumah pada malam hari dan diam-diam ternyata memasak mie instan yang entah mengapa selalu tersimpan di dalam mobil Tom bersama beberapa pakaian ganti, sepatu dan aneka kebutuhan Tom di lapangan. Dia bilang makanan itu tidak sehat. Dia meminta Tom tidak memakan makanan itu terlalu sering. Entah Tom menurutinya atau tidak, tapi saat itu Tom berjanji akan mengurangi memakan makanan sejenis ini dan tidak pernah memakannya lagi di rumah. Berapa banyak dia mengekang hidup Tom? Vanila mulai bertanya-tanya.
Perlahan Vanila meraih dua bungkus mie instan jumbo dari lemari dapur dan membuka bungkus mie instan dan mulai menyeduhnya.
"Andy, terima kasih untuk semuanya. Aku tidak tahu apa yang terjadi jika kau tidak menolong Verzet saat itu. Kau tahu betapa takutnya aku saat itu." Sebentar kemudian mie instan itu selesai di masak. Sentuhan akhir, Vanila menaburkan bawang goreng di atas mie instan kuah yang telah berada di dalam mangkuk.
"Semua akan baik-baik saja, Van. Bukankah aku sudah berjanji akan selalu menjaga kalian? Mungkin bagimu itu hanya basa basi seorang teman, tapi bagiku itu bukan basa basi. Kau dan anak-anak berharga bagiku." Andy membawakan dua mangkuk mie instan ke meja makan. Sejenak Vanila masih berdiri di sisi kompor memandang punggung Andy yang berlalu ke luar dapur dan membawa dua mie instan yang baru selesai dia masak. Ucapan Andy berpendaran lagi di benak Vanila.
Kau dan anak-anak berarti bagiku.