Verzet berlari lebih cepat dari teman-temannya yang lain saat bel sekolah berbunyi dan sekolah berakhir. Dia bergegas pergi ke taman kanak-kanak dan segera menarik tangan Dinda yang telah menantinya dengan lesu.
"Kita mau kemana, Kak?"
"Ke rumah. Menemui Papa." Verzet berkata sambil tetap menarik tangan adiknya untuk berlari bersamanya melintasi jalan raya di depan sekolah.
"Tapi Papa nggak mau jumpa kita lagi."
"Papa bohong." Verzet tetap tak menghentikan langkahnya. Tangannya menarik sang adik hingga Dinda terpaksa mensejajarkan larinya dengan sang kakak. Mereka harus menuju terminal untuk menaiki bus. Verzet ingin mengatakan pada Papa bahwa Mama memaafkan Papa dan mereka bisa tinggal bersama lagi.
Setelah seratus meter berlari, langkah Verzet membentur seseorang yang tengah berlari menghindari beberapa anak SMA yang mengejarnya.
"Alfa?" Verzet tertegun menatap Alfa yang nampak ngos-ngosan. "Kamu kenapa? Seharusnya tadi kamu sekolah. Pak Andreas nyari kamu."
"Kabur." Alfa menarik tangan Verzet saat melihat tiga orang anak SMA yang mengejarnya makin mendekat. Namun Verzet yang tidak berlari segera berhadapan dengan ketiga anak SMA itu.
"Kamu teman anak itu?" Salah seorang dari anak SMA itu bertanya pada Verzet sementara Dinda memegang erat tangan kakaknya dengan perasaan takut.
"Nggak terlalu akrab, cuma teman satu sekolah." Tawa ketiga anak SMA itu terdengar. "Kemarikan uang kamu." Verzet segera menyadari posisi Alfa yang tengah dipalak oleh tiga anak SMA itu.
"Nggak ada."
"Jangan bohong kamu!" Salah eorang anak SMA itu segera meraih kantong baju Verzet. Verzet segera menepiskan tangan itu dengan sebelah tangannya. Melihat sikap Verzet kedua temannya tertawa. "Bernyali juga kamu, ya." Tangan anak itu bergerak hendak menapar pipi Verzet, sekali lagi Verzet menahan gerak tangan itu dan memegang tangan si anak SMA.
Menyadari mendapatkan perlawanan, ketiganya bergerak mengepung Verzet dan Dinda. Pertarungan tak berimbang itu terjadi, tapi sebelum Verzet makin terdesak- Alfa datang dan segera membantu Verzet melawan ketiganya. Tangannya meraih ranting kayu yang tergeletak di jalan dan segera memukul salah satu dari remaja SMA yang tadi coba merampas uang saku yang diberikan Tom padanya. Dinda melempar pasir di pinggir jalan saat anak-anak SMA itu menangkap Alfa dan ketika salah satu anak SMU itu sibuk minta bantuan pada temannya karena matanya yang kemasukan pasir, Alfa menarik tangan Verzet untuk kabur dari tempat itu.
Verzet menarik tangan Dinda. Ketiganya memilih kabur. "Woi, jangan lari bocah bego!" Teriakan itu mempercepat langkah Alfa, Verzet dan Dinda. "Kalau kalian ketangkap kali ini, kita habisin kalian!"
Ancaman itu jelas berarti Verzet, Dinda dan Alfa tidak boleh tertangkap. Mereka terus berlari hingga seorang anak perempuan menarik tangan Verzet untuk bersembunyi. Anak perempuan itu: Maria.
"Ayo, sembunyi di sini." Maria membawa ketiganya bersembunyi di balik tanaman perdu yang ada di taman kota. Sejenak mereka diam sambil membiarkan anak-anak SMA itu melintasi mereka dan sibuk mencari mereka diantara pengunjung taman lainnya. Selepas kepergian remaja SMA itu, suara Maria terdengar, "kalian berkelahi, ya? Aku bilangin Pak Andreas- kalian pasti masuk BP."
"Lo itu nolongin nggak iklas, ya?" Suara Alfa terdengar kesal. "Pake ngancam segala."
"Gue ketua kelas. Jadi Gue punya kewajiban melaporkan anak nakal..."Maria diam sejenak, matanya menatap tajam pada Alfa. "Pasti deh biang masalahnya lo." Mata Alfa melotot marah pada Maria.
"Alfa nggak salah. Mereka itu malak Alfa. Alfa malah menghindar dengan kabur, kalau aku nurutin Alfa tadi tidak akan ada perkelahian. Tapi aku memilih melawan."
"Tuh..dengarkan? Verzet tuh yang berkelahi. Gue cuma nolongin Verzet," Alfa menyahuti sementara Maria manggut-manggut.
"Ngapain kamu disini, Mar?"
"Rumah aku dekat dari sini. Nggak lihat, ya aku udah ganti baju seragam? Biasanya sih aku memang main kesini sama teman-teman, tapi mereka belum kelihatan." Maria menjelaskan, tepat saat itu dia bersua tatap dengan salah satu anak SMA yang segera meneriaki Alfa dan Verzet. Buru-buru ketiganya berlari. "Kita ke rumah aku aja." Maria berteriak sambil berlari ke arah parkiran sepeda dan meraih sepeda mini dari antara deretan sepeda lainnya. Alfa menebeng di belakang Maria meninggalkan Verzet dan Dinda yang berlari di belakang.
Sesekali Alfa menoleh untuk memastikan keadaan Verzet dan Dinda. "Dinda capek, Kak." Keluh Dinda dengan wajah pucat keringatan. Verzet menghentikan langkahnya.
"Kakak gendong kamu." Verzet membungkukkan badannya dan meminta Dinda naik ke atas punggungnya walau sejujurnya dia juga kelelahan dan nafasnya mulai sesak. Kondisinya belum fit benar sejak sengaja mendatangkan asmanya agar bisa bertemu sang papa.
"Gue aja yang gedong Dinda. Nafas lo aja udah mau putus gitu. Lo naik ke sepeda Maria sana. Makanya besok-besok jangan pake acara makan makanan pantangan lo buat jumpa Papa lo."
"Maksud lo? Darimana lo tau?"
"Lo semua mau kena tangkap, ya?!" Pertanyaan Verzet terhapus peringatan Maria. Buru-buru keduanya bergegas. Verzet memastikan Alfa mampu menggendong adiknya dan dia menaiki sepeda Maria dengan beban tas miliknya, Alfa, dan Dinda agar tidak memberatkan Alfa. Akhirnya satu tas malah jadi dibawain Maria digendong ke depan dada. "rumah gue diperumahan depan." Maria berkata sambil menggowes sepedanya. Alfa mengejar sambil berlari dengan menggendong Dinda di punggungnya.
***
Verzet dan Maria tiba lebih dahulu, beberapa menit kemudian Alfa muncul di pagar depan perumahan kediaman Maria. Penjaga keamanan segera melakukan pemeriksaan saat Maria melaporkan ada orang yang mengejar mereka. Perumahan tempat tinggal Maria sederhana. Ayah Maria hakim dan ibunya pegawai swasta.
Sehari-hari Maria berada di rumah bersama seorang asisten rumah tangga dan sang kakak perempuannya yang telah menginjak bangku SMP, tapi kali ini belum pulang dari sekolahnya.
"Gue lapar karena menggowes sepeda dengan beban begitu berat. Ayo, makan bareng aku." Maria mengajak teman-temannya itu.
"Emangnya makanan lo apaan?" Alfa bertanya dengan tidak tahu dirinya.
"Kalau nggak suka lo nggak usah makan." Maria menyahut karena tersinggung. Alfa benar-benar anak yang nggak pake akhlak- bukannya ngucapin terima kasih karena ditawarin makan malah bertanya tentang makanan apa yang disajikan.