Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #167

#167. Rujuk

"Tetap disini. Tetap begini malam ini, kau benar- kita masih suami istri, tak ada yang salah untuk ini semua. Lagi pula banyak yang harus kita bicarakan dan aku masih mengantuk." Vanila beringsut kembali berbaring.

"Baiklah. Aku ambil pakaianku dulu." Tom melangkah menuruni ranjang tanpa banyak kata hanya kepalanya yang menebak-nebak apa yang kini tengah dipikirkan isteirnya itu. Ini bukan Vanila yang mengatakan membencinya..., yang mengatakan menatap wajahnya saja menyakitkan baginya. Namun Tom tak ingin bertanya apa pun. Biarlah yang terjadi: terjadi, pikirnya. Dia berdiri di depan lemari pakaian dan segera menarik asal satu kaos putih dan mengenakannya sementara bawahannya tetap mengenakan celana jas. Saat Tom sibuk mengenakan kaos oblongnya, Vanila buka suara:

"Bagaimana kau tahu keberadaanku?"

Sekilas Tom melirik Vanila. Menemukan isterinya itu menatapnya tanpa berkedip. "Madya menelponku beberapa kali...."

Madya, oh, ya, Madya. Vanila memikirkan gadis itu, dia seharusnya memastikan apa yang terjadi pada Madya. Baik-baik sajakah gadis itu? Hati Vanila diliputi kecemasan.

"Aku menghubunginya kembali saat mendapati beberapa panggilan masuk tak terjawab, tapi ponselnya tiba-tiba mati," Tom menambahkan, "Jadi aku menghubungi Pak Munchen untuk memastikan dimana kau berada. Saat aku mencarimu tiba-tiba pesan teks dari ponsel Andy masuk. Dia memintaku menjemputmu. Kau mabuk dan sangat parah katanya, dia tidak mau hal buruk terjadi padamu. Dan ternyata kau memang parah. Kau berada di kolam ikan.... Menenggelamkan dirimu di sana. Aku menghargainya: dia memilih memberitahuku dan bukan mengambil kesempatan untuk mendapatkanmu malam ini." Vanila diam saja. Hanya matanya yang terus mengikuti pergerakan Tom. Tom jelas tahu itu. "Aku membawamu ke rumah karena aku tidak bisa membiarkanmu terlihat dalam kondisi seperti itu di depan anak-anak." Tom diam sejenak. "Saat kita tiba di kamar ini kau tiba-tiba muntah. Muntah yang sangat banyak hingga mengotori semuanya: pakaianmu, seperai, pakaianku. Jadi aku mengganti pakaianmu. Hanya menggantinya, aku jujur-aku tidak menyentuhmu lebih dari itu. Kau yang memelukku dan memintaku tidur di sisimu. Aku berniat keluar tadinya atau tidur di bawah, tapi kau tidak mengizinkanku."

Vanila mencermati Tom. Tom bicara panjang sekali seakan memastikan tak ada kesalahpahaman yang akan terjadi diantara mereka. Seakan apa yang dia pikirkan begitu penting buat Tom. Vanila menatap ranjang dan baru menyadari bahwa mereka bahkan tidur tanpa seperai.

Dan omong-omong soal pesan singkat dari Andy Herline-bisakah Vanila berpikir bahwa Madya sukses merubah pikiran mesum pria itu dan membuat Andy tobat? Cuma itu alasannya hingga Andy Herline mengirim pesan singkat pada Tom kan? Kalau begitu dia tidak perlu mengkhawatirkan Madya-kan? Vanila menarik nafas lega.

"Terimakasih." Tom yang tengah duduk di tepi ranjang menatap Vanila. "Karena tidak membiarkan anak-anak melihatku dalam keadaan terburuk diriku."

Tom membaringkan tubuhnya tanpa menjawab ucapan terima kasih Vanila. Dia berbaring agak jauh di tepi ranjang. "Kau mencintainya?" Pertanyaan itu lepas dari mulut Tom. Perasaan yang sedari awal mengusik pikiran dan hatinya tentang arti Andy Herline bagi isterinya itu.

"Dia baik. Jauh lebih baik darimu." Vanila hanya ingin tahu reaksi Tom saat dia mengatakan hal itu dan Tom tertawa. Tidak marah sama sekali. Benar-benar menempatkan dirinya seperti seorang sahabat. Sahabat terbaik- tempat dimana dia bisa berbagi segalanya. Namun ada nada getir di tawa itu. Setelah menikah dan hidup begitu lama bersama Tom dia tahu bahwa tidak semua tawa di wajah Tom berarti kebahagiaan di hatinya. Ada tawa mengejek, ada tawa sekedar basa basi, ada juga tawa getir yang hanya untuk membuat posisi diantara dia dan orang yang berbicara dengannya nyaman, tapi Tom menyimpan rasa sakit di dalam hatinya. Gurat wajah Tom nyaris tak berbeda, hanya nada di tawanya yang jika didengar dengan seksama terasa berbeda. Namun Vanila tidak mau merubah ucapannya. Dia ingin ketika nanti dia meminta maaf dan kembali pada Tom, pria itu selalu ingat bahwa dia punya isteri yang berharga. Seorang Andy Herline menginginkan isterinya dan Tom harus berhati-hati bertindak jika tidak ingin kehilangannya. Apa itu kejam? Tidak bukan?

"Aku tahu. Aku lega kau akhirnya menemukan pria baik. Bahwa putra dan putriku berada di tangan orang-orang baik."

Dada Vanila terasa sesak. Tom selalu bisa membuat perasaannya jungkir balik. Membuat hatinya yang mulai tertata berantakan lagi...lagi dan lagi... Dia hanya mengatakan hal dusta tadi..., tapi Tom segera menemukan cara membuatnya juga merasakan kegetiran dan pria ini bahkan tidak merasa bersalah sama sekali. "Vanila," Tom memanggil. Vanila memilih diam. "Apa aku pernah memujimu setelah kelahiran Dinda?" Vanila diam. Tom terkekeh. "Tidak, ya?" Dia menebak. Lalu kecewa pada dirinya. "Seburuk apa aku sebagai suamimu?" Vanila kembali tak menjawab. "Terimakasih karena tidak menjawabnya. Aku tahu hubungan kita buruk, tapi aku ingin mengatakan kepadamu: aku bersyukur Tuhan mempertemukanku denganmu di lorong kereta api tiga belas tahun yang silam. Aku bersyukur Tuhan menyatukan kita dalam ikatan pernikahan ini. Aku selalu bersyukur kau pernah...bukan pernah...kau akan selalu menjadi bagian terindah dalam hidupku. Isteri terbaikku, ibu terhebat buat anak-anakku, menantu sempurna buat Papa dan Mamaku..."

"Bisakah kau berhenti?" Suara Vanila terdengar parau. "Aku tidak suka omong kosong mu...Kau terdengar seperti seseorang dengan pesan-pesan terakhir sebelum kematian..."

Tom terkekeh lagi. "Aku tidak pernah menyangka pasangan yang akan bercerai bisa bicara senyaman dan sepanjang ini. Aku bahkan nyaris bertanya-tanya kenapa kita harus berpisah." Tom menggumam asal. Tentu saja dia tidak benar-benar lupa alasan perpisahan mereka- alasan mengapa Vanila melayangkan gugatan cerai padanya: perselingkuhannya yang tak termaafkan.

Tom melirik Vanila yang kini menggigiti kukunya. Kebiasaan Vanila jika nervous dan tak nyaman. Tom pikir Vanila pasti nervous dan tak nyaman karena dirinya dan posisi mereka saat ini. Lalu benak Tom mulai menembak-nebak entah apa yang Andy pikirkan jika tahu hal ini. Mudah-mudahan pria itu tidak tahu karena kalau tahu mungkin Vanila akan berada dalam masalah. Pria yang cemburu selalu membuat masalah.

Menghela nafasnya, Tom bicara lagi, "Oke, aku akan berhenti bicara. Jaga dirimu baik-baik, Vanila Astanervary. Hiduplah dengan baik, makan makanan yang sehat, istirahatlah yang cukup. Jangan menulis disaat orang lain tertidur. Aku tidak suka motto itu. Tidurlah saat waktunya tidur. Kesehatanmu selalu yang terpenting dan jangan lupa bawa payung. Akhir-akhir ini hujan selalu turun. Aku tidak mau kau kehujanan lalu jatuh sakit karena aku tidak akan bisa merawatmu lagi. Seingatku untuk yang satu ini aku pernah melakukannya dulu saat kamu sakit..." Tom terkekeh lagi.

Ucapan Tom mengingatkan Vanila pada payung-payung yang dia terima dari sosok misterius yang selalu menghilang tiap kali hujan turun. Apa orang itu Tom? Jika begitu, berarti Tom terus mengikutinya dan menjaganya diam-diam, seperti memastikan dia mendapatkan kebahagiaannya dan impian-impiannya dengan membuatkan akun sosial buat pekerjaannya? Juga mengkomentari ucapan para netizen yang menyalahkan dirinya sebagai wanita yang genit karena menempel pada Andy Herline.

Vanila ingat semua hal yang dia temukan tentang Tom di sepanjang perjalanan mencari kebenaran yang terjadi diantara Tom dan Clara. Dada Vanila terasa makin sesak saat mengingat kembali kenangan samar yang nyaris terlupakan ketika dulu Tom merawatnya saat dia sakit.

Saat itu dia tengah mengadung Verzet. Usia kandungan yang sangat muda dan Tom baru saja pulang dari pekerjaan di proyek Kalimantan yang memisahkan mereka dengan waktu cukup panjang. Trisemester pertama kehamilannya. Mereka baru ke dokter kandungan dan menghabiskan uang untuk obat dan vitamin dari dokter akibat toksoplasma yang menjangkitinya, padahal mereka tidak memelihara binatang apapun. Namun dia meyakini kemungkinan dia terjangkit penyakit itu karena musibah kebanjiran yang menimpa rumah ayah- tempat kediaman pertama mereka saat menikah dan dia dengan kekeras kepalannya yang tak mau pindah ke apartemen orang tua Tom dan juga melarang Tom meminta orang tuanya untuk menjenguknya.

Sebenarnya hal terakhir hanyalah karena dia juga takut pada mama Tom. Takut mendengar celotehan Mama mertuanya tentang bagaimana menyedihkannya hidup Tom dan kini hidup calon cucunya karena harus dikandung dari seorang ibu miskin seperti dia- hal yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Hal itu tidak pernah keluar dari bibir Mama mertuanya. Memang Mama mertuanya pernah berkata ketika dia menghidangkan makanan sederhana pada Tom bahwa Tom tidak pernah memakan makanan seperti itu sepanjang hidup Tom. Hal yang dia tanggapi dalam pikirannya sebagai ucapan penuh penghinaan- bahwa Tom jadi hidup menderita karena menikahinya.

Vanila merasa bodoh melupakan hal itu karena rasa kesalnya selalu ditinggal bekerja dan bekerja oleh Tom. Kemudian saat menemukan rahasia yang disimpan Tom, dia benar-benar melupakan semua kebaikan yang pernah dilakukan suaminya itu. Padahal saat itu, Tom-nya yang tidak pernah bisa memasak, tapi karena keuangan mereka yang seret memaksakan diri turun ke dapur. Berjuang memasak buatnya.

Seporsi bubur dan sop ayam yang harga masing-masingnya mencapai empat puluh ribu saat itu, tak bisa mereka beli- uang mereka benar-benar minim dan Vanila merasa bodoh sekali karena menginginkan makanan itu. Vanila ingat ketika Tom menyuapinya, ada tiga plester luka di jari Tom. Ketika Vanila sembuh, dia bisa melihat tisu-tisu yang dipenuhi darah di tempat sampah dapur. Sambil menyuapinya Tom berjanji suatu hari nanti Tom akan membuatnya bisa memakan apa pun yang dia inginkan dengan uang hasil keringat Tom, juga berjanji akan membuatkannya rumah yang besar yang tidak akan pernah kebanjiran dengan dapur sempurna dan peralatan memasak yang modern hingga dia bisa memasak apa pun di sana karena semua peralatan masak sudah lengkap. Tom bahkan berkata dia bisa memasak tanpa perlu berkeringat.

Dan rumah ini... Mata Vanila nanar menatap langit-langit kamar tidur mereka yang tinggi. Tom menepati janjinya. Taj Mahal adalah tanda cinta kaisar Mughal Shah Jahan untuk isteri Persianya Arjumand Banu Begum yang dikenal sebagai Mumtaz ul Zamani atau Mumtaz Mahal dan rumah ini adalah tanda cinta Tom padanya, Vanila ingat itulah yang dikatakan Tom padanya saat pertama kali mereka memasuki rumah ini yang masih dalam tahap pembangunan. Sebentar lagi Vanila yakin air matanya akan jatuh.

"Kalau kau melupakannya, aku paham. Semuanya tidak sempurna saat itu. Masakanku amburadul. Rumah berantakan. Aku bahkan memecahkan figura foto Papa dan Mamamu saat membereskan rumah. Benar-benar bukan suami idaman." Tom kembali terkekeh. Namun kekehannya segera terhenti saat melihat Vanila terguncang-guncang. Tarikan hidungnya yang berair menyadarkan Tom jika isterinya itu kini tengah menangis.

"Van." Tom menggeser tubuhnya yang telah duduk ke sisi Vanila. Tangannya membelai rambut sang isteri dengan perlahan. "Maaf, kalau ucapanku menyinggungmu. Aku benar-benar tidak bermaksud..."

Ucapan Tom terhenti saat Vanila bergerak cepat bangkit dari tidurannya dan mendekap erat tubuh Tom.

"Van..."

"Maaf."

Lihat selengkapnya