Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #171

#171. Dendam Brian

Brian mengerjapkan matanya dan menatap dirinya yang tergolek di atas ubin keramik sebuah ruangan kecil, kos- kos sederhana kalau tidak mau dibilang kos sumpek di pinggiran kota Jakarta- tempat dia berdiam setelah sukses kabur dari kantor polisi. Harga kos an itu hanya seratus ribu per-minggu. Dindingnya terbuat dari setengah papan dan bata kasar tanpa fasilitas apa pun di sini.

Brian memiliki uang untuk membayarnya dari merampok rumahnya sendiri, niatnya ingin mengambil lebih banyak, tapi polisi yang menahannya itu keburu muncul di depan rumahnya hingga membuatnya harus kabur dengan uang seadanya yang bisa dia ambil. Hal itu menjelaskan padanya kalau ternyata para polisi masih mengawasi dirinya, jelas berniat menangkapnya. Namun dia sedikit lega karena melihat Alfa nampak aman bersama Tom saat mobil Tom melintas melewatinya yang sedang bersembunyi di balik pohon Angsana yang di tanam di sepanjang jalan perumahan- sebelum kemudian mobil Tom hilang di pagar kedua- pengaman super ketat buat orang-orang yang membayar lebih. Hari itu dia berlari menjauh dari Jakarta hingga terdampar di sini.

Tubuhnya terasa lemah dan bau. Entah berapa lama dia jatuh tak sadarkan diri di sini. Tak ada seorang pun yang menyadari ketiada adaan dirinya. Setelah kelaparan dan kehausan tiga harian akhirnya dia jatuh sakit dan hanya bisa teronggok di tempat tidur- yang dia maksud tempat tidur adalah sebuah dipan bambu tua yang sudah bolong di sana sini dengan beralas tikar yang juga telah rapuh dan robek. Awalnya bahkan kulitnya gatal-gatal saat tidur di atas benda itu. Dia memperolehnya dari rumah sebelah yang baru saja ditinggalkan pengontraknya.

Dia ingat dia tertidur sangaf gelisah malam itu. Keringat di keningnya mengalir deras. Tangannya bergerak seakan hendak menahan seseorang yang berniat pergi. Dia bermimpi bertemu kembali dengan isterinya- Neli. Lalu mereka berbincang.

"Kenapa kau tidak memberitahu aku kalau kau sedang mengandung anak kita?" Neli menatap wajah Brian lekat-lekat. Matanya nampak teduh dan sayu. Brian tidak pernah melihat wajah sesendu itu di wajah isterinya. Ada luka dan kesedihan yang disimpan wanita itu sendirian di hatinya. Bahkan dia tidak bisa menjadi penyembuh bagi luka itu.

"Aku ingin mengatakannya padamu hari itu sampai kemudian kau menyadarkanku bahwa kau tidak lagi mencintaiku, yang kau inginkan hanya Alfa bukan aku. Kau bilang kau akan menceraikanku dan jika kau mengetahui keberadaannya- kau akan merebutnya dariku kan?"

"Ngg...

"Kau tidak peduli betapa sakitnya hatiku saat itu. Aku pikir aku tidak akan bisa hidup tanpa kalian, hanya anak ini- alasanku hidup selanjutnya. Aku akan menyimpan dia untuk diriku." Neli melangkah. Tangan Brian segera menggapainya.

"Aku minta maaf. Aku tahu aku salah. Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku sendiri," desisnya.

"Bukannya kamu lebih memilih dia? Berbahagialah bersamanya, aku tidak akan mengusik hidupmu lagi, Brian. Aku meninggalkan Alfa bersamamu dan membawa si kecil bersamaku. Aku adilkan?" Parau suara Neli terdengar. Jemarinya perlahan menurunkan pegangan tangan Brian dari pergelangan tangannya walau berat- isterinya itu masih menyunggingkan sebuah senyuman padanya. Senyuman manis yang merupakan milik Neli. Lalu entah darimana Widya muncul di sisi Neli dan keduanya melangkah pergi.

"Neli! Neli, jangan tinggalkan aku! Aku minta maaf! Kembali! Kembali! Aku bilang kembali!"

Lihat selengkapnya