Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #173

#173. Ke Rumah Mertua

Tom melirik Vanila beberapa kali. Vanila memilih mengambil tempat di kursi belakang bersama Verzet dan Alfa- Dinda lah yang berada di sisinya. Alasan Vanila- Dinda lebih tidak rewel jika duduk di depan bersamanya. Uhhh, jelas itu alasan yang dibuat-buat. Toh sekarang Tom terpaksa terus menjawab pertanyaan yang dilontarkan putrinya itu di sepanjang perjalanan. Kurang rewel apa coba itu?

Sementara Vanila memilih duduk di jok belakang, dengan mengenakan kaca mata hitam. Bungkam seribu bahasa. Apa dia melakukan kesalahan sekarang? Tom menebak-nebak. Kebiasaan buruk Vanila sekarang berubah dari merepet panjang kini lebih memilih membungkam mulutnya, tapi sama-sama membuat Tom tak nyaman.

"Kamu kenapa, Van?"

"Nggak kenapa-kenapa." Vanila tak mengalihkan pandangannya dari jendela mobil- menatap keluar sana.

"Tadi pagi aku lihat ada mobil yang keluar dari rumah. Ada yang datang pagi-pagi, ya?" Tom mencari topik pembicaraan agar membuka mulut isteri tercintanya itu lebih lama.

"Andy." Vanila menjawab singkat.

"Ngapain dia datang? Nggak sedang ngerinduin isteri orang kan?" Tom menggoda.

Bagus kayaknya kalau dia ngerinduin aku, biar ada yang tahu aku cukup berharga. Rasanya Vanila ingin mengatakan hal itu, tapi mengekang mulutnya. Dia tidak ingin anak-anak merasa tak nyaman kembali.

"Seperti biasa mencari tahu keberadaan Madya."

Tom sudah dengar beberapa kali dari mulut Vanila bagaimana Andy mencari keberadaan Madya. Bahkan memohon agar Vanila memberitahunya. Sepertinya bahkan bagi Andy-Madya adalah wanita yang sangat penting. Seperti Vanila baginya. Hal itulah yang membuat pria itu tidak putus asa dan berkeras.

Andy bahkan berniat keluar dari pekerjaannya untuk fokus mencari Madya. Namun tentu saja itu terbentur beberapa kontrak yang telah dia tanda tangani. Beberapa terpaksa dipertahankan Andy, tapi kegiatan yang benar-benar menyita waktunya dan membuat dia tidak punya waktu mencari Madya- dia lepaskan termasuk syuting sinetron Keteguhan Hati. Hal itu lah yang membuat Vanila punya waktu liburan dengan mereka karena production house sibuk mencari pengganti pemain pria utama. Bahkan menurut Vanila cerita sinetron Keteguhan Hati mungkin berubah lagi. Hal yang membuat Vanila jenuh dan merasa terjebak pada sinetron itu. Lalu dia berjanji jika dia mendapatkan pekerjaan lagi, Vanila tidak perlu ragu untuk keluar dari pekerjaan itu karena dia yang akan mencari uang untuk kebutuhan keluarga mereka. Vanila mengecupnya dan memberkatinya dengan limpahan doa terbaik dari seorang isteri- seperti itu lah Vanila selalu menyokongnya. Hal yang membuatnya menyadari betapa beruntungnya dia memiliki Vanila.

"Terus kali ini kamu kasih tahu Andy-kan?"

"Alasan apa yang membuatku harus merubahnya? Madya memintaku tidak memberitahunya..."

"Tapi Andy jelas menyesali perbuatannya pada Madya, Van. Dia sampai meninggalkan dunia akting demi mencari Madya. Bahkan aku rasa dia tidak bisa hidup tanpa Madya dan aku rasa mataku masih cukup bagus...dalam artian, aku rasa Madya juga menyukai Andy." Vanila mendengus dingin. Tom membela Andy. Apa akan sama jika Tom tahu apa yang hendak Andy lakukan malam itu padanya? Karena menyelamatkannya Madya nyaris diperkosa oleh Andy andai Pak Munchen tak muncul menyelamatkan Madya malam itu. Jika itu terjadi dan Andy tidak kadung malu karena kepergok orang lain- apa Andy akan menyesal atau malah tidak sama sekali. Andy sendiri yang mengakui hal itu padanya. Memohon agar dia diberikan kesempatan untuk minta maaf secara langsung pada Madya. Hal yang membuat Vanila jijik setengah mati pada Andy Herline dan berniat melindungi Madya dari makhluk itu. Madya tidak boleh bersama makhluk itu. Pria berengsek dengan track record keberengsekan yang sempurna- soal keberengsekan Andy dia dengar dari Amara. Bagi sebagian orang mungkin Amara tengah menjelek-jelekkan Andy, tapi entah mengapa dia yakin memang sejelek itulah perangai Andy dan Madya lah alat pembersih kebusukannya agar imagenya tetap kinclong. Vanila bahkan tidak yakin: Andy benar-benar ingin minta maaf pada Madya jangan-jangan hanya untuk memanfaatkan Madya lagi. Sebesar apa pun cinta Madya pada Andy, Vanila bersyukur karena gadis itu berpikir rasional. Pria seperti Andy tidak bisa dipercaya.

"Laki-laki kebiasaan, ya... Waktu ada nggak pernah dianggap penting- giliran orang pergi dan mencoba move on- baru ngejar-ngejar."

"Mereka hanya perlu bertemu, bicara dan saling memaafkan lalu hidup bahagia."

Vanila mencibir. Apa semua sesimpel itu bagi Tom? Uhhh, bahkan pria sebaik Tom juga melakukan kesalahan sekelam itu. Hati Vanila sakit. Apalagi saat mengingat cincin yang kini ada di kantongnya. Kematian pun tidak akan bisa memisahkan Tom dan Clara- true love. Tulisan di lingkar luar cincin itu bagai silet yang merobek hati Vanila. Sejauh itu hubungan Tom dan Clara, mereka telah membuat cincin- apakah cincin pertunangan? Atau untuk pernikahan? Atau hanya sebagai ikrar cinta? Jika sebuah ikrar cinta- uhh... romantisnya. Tom saja tidak pernah memberinya cincin ketika mereka masih pacaran.

Vanila mengepal tangannya dengan kuat saat air matanya hendak jatuh. Dia tidak boleh menangis. Paling tidak- tidak di depan anak-anak yang hari ini tampak begitu bahagia.

"Kadang aku iri pada Madya. Cintanya pada Andy tidak membuat dia menjadi bodoh. Dia berani mengambil keputusan meninggalkan orang yang tidak menganggapnya penting. Meninggalkan orang yang selalu membuat hatinya sakit. Daripada terjebak pada masa lalu yang tidak akan pernah memberinya kebahagiaan, dia memilih melanjutkan hidup,menemukan kesempatan baru walaupun mengenal orang baru sama seperti bermain perjudian kembali- mungkin nggak lebih baik dari yang lalu, tapi tetap terbuka kesempatan kan menemukan orang yang lebih baik atau menjadi singel yang bahagia."

"Kalau kamu bicara seperti itu, aku merasa kamu sedang menyesali keputusanmu saat ini."

"Menurutmu adakah yang harus kusesali?" Vanila balik bertanya dingin.

"Tidak. Tentu saja tidak ada yang perlu disesali. Rumah tangga kita akan bahagia jauh lebih bahagia sekarang. Aku janji."

"Jangan terlalu banyak mengumbar janji."

Tom terkekeh. "Siap, Boss. Aku tahu kau lebih suka pelaksanaanya. Kau akan melihat bagaimana aku melakukannya."

"Namun yang pertama harus kita ingat adalah kita harus saling setia dan jujur. Aku tidak suka berbohong dan dibohongi."

"Aku tidak akan membohongimu." Tom berujar begitu ringan.

Lihat selengkapnya