Bacaan injil kali ini menyatakan pada kita bahwa Tuhan menciptakan pria dan wanita supaya mereka bersatu menjadi pribadi-pribadi yang tumbuh bersama, menjadi penolong yang sepadan bagi satu sama lain dan mewujudkan panggilan Tuhan untuk merawat bumi, membangun dunia ini menjadi tempat yang dipenuhi oleh kasih.
Impian Tuhan bahwa pria dan wanita yang membangun hidup berkeluarga menjadi sebuah keluarga surgawi hingga terciptalah surga di dunia ini. Hal itu terjadi kalau di dalamnya orang sungguh menghayati hidup penuh kasih antara suami dengan isteri, isteri dengan suami, orangtua dengan anak-anak.
Kalau di sebuah keluarga kasih berkurang maka keluarga menjadi semacam penginapan/ losmen: orang datang pergi, numpang makan, numpang tidur, tetapi tidak ada kebersamaan, komunikasi dan pertemuan. Kalau turun lagi rumah menjadi ruang pengadilan: dimana setiap anggota keluarga saling menyalahkan dan saling menuntut dan lebih buruk lagi keluarga atau rumah bisa menjadi neraka di dunia ini.
Dan semuanya tergantung pada diri kita sendiri keluarga seperti apa yang kita akan pilih. Keluarga losmen atau neraka atau keluarga sebagaimana Tuhan inginkan. Itu bagaimana kita membangun keluarga/ rumah menjadi tempat yang membuat semua orang kerasan, dimana di dalamnya ada budaya kasih, budaya damai dan tanpa kekerasan.
Dan soal pertanyaan orang farisi kenapa Musa memberikan surat cerai, jawaban Yesus ini penting dan menarik karena ketegaran hatimulah Musa terpaksa menulis itu. Jadi kalau relasi dalam keluarga: suami isteri dalam keluarga sudah sampai pada level ketegaran hati maka memang sudah tidak ada harapan lagi. Yang dibutuhkan di sebuah keluarga yang sedang bermasalah adalah semangat keterbukaan hati, kerendahan hati dan semangat saling mengampuni satu sama lain maka sebuah relasi dapat dibangun dan dikembangkan terus menerus dan tidak ada jalan buntu, tetapi jika orang sudah sampai pada taraf ketegaran hati; maka Musa juga nyerah. Namun sekali lagi bukan itu yang Tuhan ingini. Yesus meneguhkannya dengan mengatakan: Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu karena itu apa yang sudah dipersatukan Tuhan janganlah diceraikan manusia. Maka relasi yang sebenarnya diharapkan dalam hidup berkeluarga dan hidup kita seluruhnya adalah supaya kita tetap ada dalam relasi kasih dimana ada waktu untuk saling mendengarkan- keterbukaan hati, saling berbicara, saling mengampuni satu sama lain. Memang menjadi satu tidak mudah. Menjadi satu bukan berarti identik, tetapi akan lebih realistis jika menjadi satu dimaknai sebagai semakin terjadi titik temu. Kalau di dalam pelajaran matematika dulu ada pelajaran teori himpunan. Ada dua lingkaran yang diharapkan ada irisan atau titik temunya- kekitaannya. Kekitaannya sebuah keluarga makin bagus kalau irisannya/ titik temunya makin tebal, tapi tetap menyisakan ego- tapi tipis.
Kalau ketegaran hatinya tebal maka artinya titik temunya makin tipis maka kekitaannya buyar. Paus Fransiskus mengatakan ciri penting dalam mengikuti Yesus adalah dengan suka cita kasih- yaitu panggilan Kudus dalam keluarga. Paus Fransiskus menulis dalam Twitternya bahwa kekudusan itu berarti pemberian diri dalam pengorbanan setiap hari. Karena itu hidup berkeluarga adalah jalan yang luar biasa menuju kekudusan. Menurut Paus Fransiskus keluarga adalah sekolah cinta kasih dan persaudaraan sejati. Disitulah dibangun kebersamaan atas dasar kasih Kristus. Dan ibu Teresa dari Calcutta ketika ditanya apa nasehat anda untuk keluarga-keluarga dan Beliau memberi nasehat sederhana:
Kalau kamu sungguh mau mengasihi kamu juga harus belajar mengampuni. Maka mari saudara terkasih Kita mohon Rahmat Tuhan agar keluarga-keluarga selalu berada dalam lindungan Tuhan, bertekun dalam damai dan cinta kasih seperti Kristus telah mencintai kita. Hidup ini berat tapi kalau kita saling mengasihi semuanya akan terasa ringan.
Vanila dan Tom saling bertatapan saat mendengar kotbah Minggu yang benar-benar sesuai dengan keadaan rumah tangga mereka beberapa waktu yang lalu. Semangat saling mengampuni dan mencintai lah yang membuat mereka akhirnya bersatu kembali dan mereka bersyukur untuk itu.
Tom menggenggam erat tangan Vanila, mencium lembut punggung tangan isterinya itu saat acara kebaktian berganti menjadi doa pengakuan keimanan dan seluruh umat diminta berdiri dari duduknya.
Mereka mengambil kebaktian subuh, Gereja cukup dekat dari rumah kedua orang tua Tom. Usai kebaktian mereka berjalan pulang ke rumah- kebiasaan kecil yang selalu diterapkan kedua orang tua Tom sejak Tom kecil karena jarak Gereja dekat, mereka tidak akan naik kendaraan ke Gereja kecuali begitu telatnya atau baru dari tempat yang lain. Tom bukan tidak pernah mencoba berkendara ke tempat itu, kadang sebagai kaula muda dia ingin sedikit pamer pada gadis-gadis, tapi papanya akan segera protes dan berkata padanya: kau tidak terlalu kaya dari pemilik tempat itu jadi jangan pamer, jika Tom berkata bahwa dia bukan mau pamer pada Tuhan, tapi pada seorang gadis- mamanya akan menambahkan gadis baik yang mencintaimu tidak akan melihat hartamu, tapi kepribadianmu. Jadinya Tom tidak pernah punya alasan untuk naik kendaraan ke Gereja St. Petrus dan hal itu berlaku sampai saat ini.
"Uhhh, capek," Dinda mengeluh sambil melepaskan tangan Papa dan mamanya lalu berjongkok membuat Tom seketika cemas.
"Tuhkan. Seharusnya aku berkeras tadi sama Mama dan Papa buat ajak kalian naik mobil. Dua kali jalan walau jaraknya cuma dua ratus meteran dari rumah, di kali dua jadi empat meter juga. Anak-anak pasti capek."
Vanila melirik suaminya itu sambil tersenyum menatap gadis kecil mereka yang berhenti dan memijat-mijat betisnya, padahal mereka baru berjalan beberapa puluh meter dari Gereja.
"Jangan terlalu cemas gitu. Dinda pastinya cuma mau dapat perhatian," bisik Vanila pada Tom lalu menghampiri gadis kecilnya itu. "Mau Mama gendong?" tanyanya lembut membuat Dinda melongok menatapnya.
"Mau. Kaki Dinda pegal nih,Ma. Kenapa sih kita nggak naik mobil aja?"
"Gerejanya kan dekat, Sayang. Nanti baru duduk di mobil udah nyampek. Lagian sekalian olah raga. Jalan ke Gereja itu sekalian mengucap syukur loh buat kaki yang diberikan Tuhan buat kita semua. Biar Tuhan senang karena kita menggunakan kaki yang Tuhan kasih buat hal baik. Maukan menyenangkan Tuhan?"
Dinda mengangguk. "Tapi kemarin lalu Dinda juga udah kejar-kejaran sama kak Alfa, masih capek, Ma."
"Biar Papa gendong." Tom segera berjongkok menyodorkan punggungnya pada gadis kecilnya itu diantara tatapan papa dan mamanya serta Alfa dan Verzet juga Mbak Ina yang jadi berhenti berjalan karena melihat mereka berhenti.
"Yah, adek enak sih. Kalau mau ini itu tinggal minta pasti Papa kasih, capek dikit digendongin sama Papa. Kalau Kakak capek tetap harus jalan sendiri." Verzet menatap si adek dengan cemburu.
"Jangan cemburu gitu. Ini karena Adek masih kecil," Tom mencoba menjelaskan, "atau kalau Kakak mau digendong Papa, Kakak tunggu saja Papa di sini- nanti Papa datang lagi dan Papa bakal gendong Kakak."
"Itu sama aja bohong. Masak aku harus nunggu di sini sendirian?"
"Yaiyahlah harus sendirian karena Mama mau masak bakso di taruh mie yang banyak dan siapa yang duluan sampai di rumah dapat dua porsi," Vanila menyemangati anak-anak. "Kayaknya yang bakal sampai duluan Alfa nih. Yang lainnya dapat setengah mangkok aja ya?" Sedikit memanasi Vanila menatap Alfa yang segera menyetujui ucapan Vanila.
"Tante tau aja. Jelas Alfa lah yang duluan nyampai."
"Aku yang bakal sampai duluan," Verzet berteriak dengan semangat bahkan langsung berlari. Alfa menyusulnya.
"Ayo, Pa. Dinda nggak mau kalah." Dinda merengek pada sang papa.
"Tenang, Sayang, kita nggak mungkin kalah." Tom menyusul kedua anak laki-laki itu.
"Hati-hati mobil!" Pekik Vanila sementara kedua orang mertuanya menggeleng-geleng kepala melihat sikap anak dan cucu-cucu mereka. Jelas Vanila selalu kesulitan menghadapi semuanya.
"Kamu pasti sering kesulitan menghadapi mereka semua, ya? Tom juga kok malah bertingkah kekanak-kanakan."
"Nggak kok, Bu. Malah senang melihat Tom dan anak-anak sebahagia itu. Tom jarang punya waktu untuk menemani anak-anak, tapi kalau lagi ada waktu dia benar-benar total bermain dengan anak-anak. Makanya gimana juga anak-anak selalu merindukannya."