Tom menghentikan ucapan permintaan maafnya ketika ponselnya kembali berbunyi. Tangannya meraih cepat benda itu dan segera menekan tombol sambung. Suara Tom terdengar meninggi: "Clara, aku sudah muak atas semua kelakukanmu! Aku serius pada ucapanku! Jika polisi tidak juga menangkapmu, aku yang akan menghabisimu!"
"Ini aku, Tom." Tom tersentak mendengar suara itu
"Kau tidak memakai nomormu?"
"Ponselku hilang dan ketika aku sedang mengurus nomor, kejadian mengerikan ini terjadi padaku sementara ponselku yang lain berada di kantor polisi."
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Tom lagi lalu matanya menemukan manik mata Vanila yang menatapnya penuh tanya. "Brian," Tom memberitahu Vanila.
"Dia pasti ingin berbicara dengan Alfa. Alfa pasti akan bahagia sekali." Tom mengangguk.
"Keadaanku? Tidak bisa dibilang baik. Tak ada yang baik saat menjadi buronan. Clara masih mengganggu hidupmu?"
"Wanita itu sakit jiwa. Tidak perlu membahas tentangnya, tapi bicara tentangmu- aku rasa polisi akan segera mencabut namamu dari daftar pencarian orang dan kau bisa menjalani hidup seperti biasa lagi. Menurut Aiptu Sam: mereka menemukan bukti-bukti baru yang mengarah kepada Clara."
"Maksudmu...pembunuh Neli dan Widya adalah Clara?"
"Aku yakin itu fix. Ada beberapa saksi yang melihat pembunuhan Neli saat live streaming dan kalau aku tidak salah rekamannya beredar di masyarakat kini."
"Polisi sedang mendalami modusnya. Oya, kau pasti ingin bicara dengan Alfa. Dia pasti sangat senang mendengar suaramu. Aku akan berikan ponselku padanya. Tunggu."
"Tidak, Tom. Aku tidak ingin bicara dengan Alfa." Langkah Tom dan Vanila terhenti.
"Kenapa?"
"Dia harus terbiasa tanpa kehadiranku."
"Maksudmu apa? Kau tidak bersalah. Kalian akan berkumpul bersama lagi. Tak ada yang perlu terlalu kau cemaskan."
"Tolong biarkan kamera ponselmu hidup. Aku ingin melihatnya."
"Brian..."
"Tolong, Tom. Sekali ini saja." Tom melangkah meninggalkan ruang kerja dan segera menuju ruang tengah tempat Verzet, Alfa dan Dinda tengah bermain boneka-bonekaan.
Anak-anak itu bertingkah layaknya main drama keluarga. Dimana Dinda adalah sang ibu dan Alfa adalah sang papa dengan sebuah boneka Barbie lainnya sebagai anaknya. Verzet terlihat dengan usil menggoda keduanya. Dinda jelas tak paham godaan kakaknya itu dan Alfa terlihat cool menanggapi semua ucapan Verzet.
"Ini minuman buat Kakak-kan?" Verzet meraih gelas mungil bagian dari mainan Dinda yang sebenarnya di letakkan adiknya itu di hadapan Alfa.
"Nggak, itu bukan buat Kakak. Itu buat Papa Caren." Dinda merampas gelas yang diambil sang kakak.
"Ihhh, nggak sopan banget. Dinda masak kamu gini. Kakak bertamu ke rumah kamu kok malah nggak dihidangin minum?"
"Dinda nggak main sama Kakak. Kan Kakak sendiri nggak mau main sama aku."
"Dek, ambilin minum Kakak." Verzet berpindah menyuruh Alfa.
"Kapan gue jadi adek lo?"
"Kalau lo nikah sama Adek gue. Lo juga bakal jadi Adek gue adek ipar gue. Tuh isteri lo narik gelas seenaknya. Tumpah deh semuanya." Entah mengapa Alfa menggeser tubuhnya lalu meraih satu gelas lain. Lalu berpura-pura seolah mengisi air ke dalam gelas itu kemudian menyerahkannya pada Verzet yang usil. Padahal tadi dia dan Dinda asyik mandiin Carel dan memberi makan Carel yang kata Dinda masih bayi. Dinda bahkan telah menitipkan Carel padanya karena Dinda mau ke pasar. Dinda menanyakan dia mau makan apa hari ini, satu hal yang tidak pernah Alfa ingat ditanyakan Mamanya pada Papanya. Mereka punya si Bibik yang akan memasakan semua menu. Mamanya pernah sih masak, tapi jelas bukan setiap hari- bukan untuk makan sehari-hari.
Ketika dia tanya kenapa harus tanya menu padanya, Dinda bilang kalau papanya di rumah, mama selalu menanyakan menu makan hari itu pada papanya, kalau papa tidak ada baru bertanya pada mereka walaupun tidak selalu dituruti. Mama selalu punya alasan menolak menu yang mereka bilang mulai dari kemarin kan udah,nggak bosan apa makan yang itu-itu saja? Atau penganekaragaman pangan: kalian butuh gizi lain selain spaghetti mulu. Alfa terkekeh mendengar ucapan Dinda.
Kini Alfa menjulurkan gelas mainan di tangannya pada Verzet. "Cie cie...tadi jadi papa yang baik- mandiin anak, sekarang jadi suami yang baik bantuin isteri ngidangin minum." Tawa lebar Verzet terlihat. Alfa menatap wajah Verzet. Sepanjang dia mengenal Verzet dia tidak pernah tahu kalau anak itu bisa resek juga.
"Dinda, Kakak kamu resek banget. Boleh dihajar dikit nggak?" Dinda mengangguk.
"Boleh kok."
"Bantuin dong." Dinda dan Alfa segera mengejar Verzet yang kemudian memilih menghindari keduanya bahkan hingga melompat-lompat di atas sofa.
"Ihhh, Dinda jahat.. mentang-mentang ada Kakak baru Kakak lama dilupakan." Verzet berlari dengan ngos-ngosan. Lalu memilih menarik adiknya dan membuat Dinda memekik protes. "Berhenti. Saya sandera isteri kamu. Kalau kamu macam-macam."
"Dinda-kan adek kamu."
"Iya. Aku jadi Kakak durhaka sekarang abis Adek duluan durhaka."
"Kalau gitu gue hajar lo, Thanos." Alfa memasang gaya bak salah seorang anggota Avengers. Permainan boneka-bonekaan berubah jadi permainan perang-perangan ala anak laki-laki. Diantara tawa keduanya.
Brian menatap itu dengan linangan air mata. Saat Tom mengakhiri video itu dan kembali berbicara dengannya. "Bisa kirimkan video itu padaku?"