Unperfect Marriage

Elisabet Erlias Purba
Chapter #182

#182. (Un) Perfect Marriage

Terkadang kita selalu terjebak pada keraguan tentang apa yang akan terjadi pada kita. Kita selalu kwatir tentang takdir yang ditentukan Tuhan pada kita. Apakah kita adalah orang-orang yang terberkati...

Ketika akan menikah kita meragu apakah dia adalah orang yang benar yang dipilih Tuhan buat kita atau kita hanya akan terjebak pada sebuah hubungan yang sia-sia dan menyedihkan akhirnya.

Ketika kita dalam masalah, kita bertanya apakah kita adalah orang yang terlindungi? Apakah Tuhan mendengar saat kita berseru? Kemudian sedikit lebih lambat- kita memilih mengambil jalan sendiri, melakukan apa yang kita rasa benar. Brian menjatuhkan tubuhnya padahal di saat itu juga polisi datang untuk membantu menarik tali yang mengikat tubuh Tom, dari tingkat bawah- Alfa juga berhasil digapai dan tak ada yang perlu terluka lagi.

Vanila dan Tom bertanya-tanya dalam hati apa yang akan terjadi jika Brian menunggu sedikit lebih lama dan tidak melepaskan diri dari pelukannya pada tubuh Tom- Alfa mungkin akan lebih bahagia sekarang. Namun mereka menyimpan pengandaian itu dari Alfa. Bukankah menyakitkan bagi seorang anak kecil saat mengetahui papanya sebenarnya punya kesempatan untuk hidup, tapi memilih mati karena takut dia tidak selamat? Itu akan menjadi beban seumur hidup bagi seorang anak yang baru berusia sepuluh tahun beberapa bulan lagi.

Mereka menjadi topik pemberitaan media dan banyak orang sekarang. Banyak yang mempertanyakan keputusan Vanila untuk kembali pada Tom.

"Aku tidak akan pernah mau kembali pada pria yang tidak tahu arti kesetiaan."

"Apalagi gara-gara perselingkuhannya anak-anakku dan aku juga nyaris mati," seorang wanita bergidik ngeri. "Seganteng apa pun pria itu aku tidak akan sudi kembali menjadi isterinya."

"Hanya dua kemungkinannya: si isteri terlalu bodoh atau terlalu bucin."

Akhir-akhir ini kalimat-kalimat itu menjadi santapan bagi telinga Vanila dan Tom. Posisi seakan berubah, orang-orang yang dulu berkata betapa beruntungnya seorang Vanila karena seorang Tom Dwiguna memilih menikah dengannya, beralih berkata sebaliknya. Kini giliran Tom yang mendengar betapa beruntungnya dirinya karena memiliki seorang isteri seperti Vanila yang memaafkan perselingkuhannya dan menerimanya bahkan setelah kejadian mengerikan yang nyaris merenggut nyawa seluruh anggota keluarga mereka.

Jika mendengar semua ucapan orang, rumah tangga mereka akan berhenti saat itu juga. Namun semakin melewati banyak masalah- Vanila menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan karenanya tidak ada juga pasangan yang sempurna. Dan karenanya tidak akan ada juga rumah tangga yang sempurna dengan siapa pun kita akhirnya menikah.

Satu-satunya yang sempurna dalam sebuah pernikahan adalah impian awal mempelai pengantin saat menuju altar pernikahan. Bayangan rumah tangga yang bahagia dengan suami yang gagah, tampan, romantis, baik hati dan perhatian di sepanjang hari dalam hidupmu dengan karir sempurna dan ekonomi mapan. Itu bak kisah seorang Cinderella yang mendapatkan cinta sang pangeran dalam dongeng yang selalu diakhiri dengan kalimat: '..dan akhirnya mereka bahagia sampai selama-lamanya.

Atau bayangan pengantin pria tentang pengantin wanitanya yang cantik, romantis, baik hati, perhatian, lembut dan memahaminya sepanjang hidupnya.

Namun ketika kau memasuki istana pernikahan sesungguhnya, kau akan menyadari pernikahan bukan hanya soal romantisme. Kau akan menyadari dari dua puluh empat jam hidupmu dalam sehari ternyata kau hanya bertemu dengannya sepuluh jam bahkan kurang. Itu pun jam terpanjang bersamanya akan kalian lalui dalam diam, hening dan bisu karena tidur di malam hari dalam kelelahan akibat rutinitas pekerjaan kantoran sementara kau dalam kelelahan karena mengurusi anak-anak.

Pernikahan adalah jalan panjang berliku yang terkadang menempatkanmu seperti terjebak dalam sebuah ruang kecil yang dipenuhi tikus got yang bau. Yang membuatmu bertanya-tanya dimana romantisme masa pacaran dulu.

Yah, Vanila dan Tom harus mengakui kisah rumah tangga mereka memang bukan kisah rumah tangga yang sempurna. Rumah tangga mereka adalah gambaran rumah tangga yang tidak sempurna. Namun mereka memiliki cinta yang sempurna untuk satu dan yang lainnya.

Pernikahan adalah arena pertempuran dimana cintamu akan diuji seberapa sempurnanya. Pernikahan adalah arena dimana kata-kata cinta sejati yang sering kau ucapkan saat berpacaran diuji kebenarannya atau hanya sekedar hisapan jempo

Pada akhirnya hanya pasangan yang menyadari hal inilah yang akan bertahan dalam rumah tangga bahagia: bahwa kita adalah orang-orang yang tidak sempurna yang mencintai orang-orang yang tidak sempurna dengan komitmen memberikan cinta yang paling sempurna dan teguh memegang komitmen itu.

****

Vanila membenahi selimut ketiga anaknya, termasuk Alfa- yang telah tertidur. Perlahan Alfa belajar memanggilnya mama dan Tom: papa walaupun sering juga, masih memanggil Tante dan Om- seakan takut apa yang dia katakan salah. Mungkin Alfa berpikir papa dan mamanya akan datang kembali lalu kecewa karena dia memanggil orang lain sebagai papa dan mamanya. Vanila dan Tom memahami itu dan tidak pernah mempermasalahkan pemanggilan apapun yang diberikan Alfa pada mereka. Alfa boleh tetap memanggil mereka Om dan Tante jika itu membuatnya nyaman, mereka akan tetap menyayangi Alfa sama seperti menyayangi Verzet dan Dinda- putra dan putri kandung mereka.

Anak-anak berada di baris tengah pesawat dengan tiga tempat duduk berderet. Sementara dia dan Tom berada di baris kiri dengan dua tempat duduk sejajar, tapi posisi mereka pada garis vertikal lurus. Ketika itu Tom tiba di kursi mereka di deret kiri berseberangan dengan kursi anak-anak mereka setelah pamit ke toilet beberapa saat yang lalu.

Setelah memastikan ketiganya baik-baik saja, barulah Vanila kembali ke kursinya.

"Alletta ternyata tidak cacat?" Tom bertanya saat dia duduk kembali di kursi pesawat. Ya, suaminya itu tengah asyik membaca naskahnya dan sepertinya mendapatkan suprise saat mengetahui tokoh utama wanita dalam ceritanya tidak benar-benar cacat.

Jam di dinding pesawat telah menunjukkan pukul sepuluh malam. Orang-orang yang duduk di kursi yang berada di sisi jendela sedari tadi telah menutup tirai hingga langit malam yang gelap tak bisa terlihat, tapi jelas hari sudah malam saat ini.

Ya, mereka akan pergi ke Perancis hari ini. Tom telah diterima secara resmi di Vinci SA. Penempatannya berada di Australia, tapi untuk setahun ke depan- Tom akan menjalani pelatihan dan pengenalan perusahan termasuk budaya kerja Vinci SA di Paris. Selesai menyelesaikan ujian perekrutan terakhir dan dinyatakan lulus, Vinci SA memberikan Tom waktu tiga Minggu untuk mengurus Visa kerja dan segala macam- yang akhirnya bukan hanya buat Tom, tapi juga buat dirinya dan anak-anak mereka agar bisa ikut pindah ke Paris bersama Tom, yang agak sukar adalah mendapatkan perwalian Alfa dari pengadilan, tapi selain itu- semua berjalan lancar.

Lihat selengkapnya