Begitu mengetahui Managernya, Bang Firman telah datang, Alena langsung berjalan menghampiri ruang kerja beliau. Setiap mau menghadap Managernya itu, jantungnya serasa mau copot. Bagaimana tidak jika setiap kesana selalu disemprot. Ada saja yang dikritik. Padahal Manager yang sebelumnya begitu hangat dan akrab kepada semua karyawan, sayang harus di rotasi. Yah, beginilah suka duka bekerja di Bank.
Firman Sardi, merupakan Area Sales Manager Distrik Jakarta 1. Ia membawahi divisi sales Lending maupun Funding untuk cabang Thamrin dan juga Kantor Cabang Pembantu (KCP) di bawah Thamrin, yang disebut Distrik Jakarta 1. Thamrin merupakan cabang besar dan KCP mereka tersebar di area Thamrin sendiri, Sudirman, Senayan, Menteng, Tanah Abang, Gajah Mada, Tugu Tani dan Medan Merdeka.
Ia sebelumnya berasal dari cabang Surabaya untuk posisi yang sama, kemudian sempat di kantor pusat membawahi Digital Banking Department hingga tiga bulan yang lalu dipindah ke Thamrin.
Alena menghampiri meja sekretaris-nya terlebih dahulu, Yana.
“Yan, Bang Firman sibuk nggak?” tanyanya dengan degup jantung semakin kencang.
“Oh, Kak Alen mau menghadap?” tanyanya ramah, “mengenai apa ya, Kak?”
“Ini,” Alena menunjuk dua berkas yang sedang dipegangnya, “biasa pengajuan calon debitur.”
Yana menoleh sekilas berkas tersebut, “oh, langsung masuk aja kak kalau gitu.”
Alena kemudian memelankan suaranya. “mood nya lagi bagus, nggak?”
Yana hanya tertawa, “tadi pas Bang Taga pamit sih dia ketawa – tawa aja tuh malahan ajak bercanda.”
“Oh gitu, ya?” ujarnya sambil menatap pintu bertuliskan Firman Sardi Area Sales Manager Jakarta 1 tersebut, “yaudah gue masuk, deh.”
“Sukses, Kak.”
Alena pun jalan perlahan menuju depan pintu ruangannya, diam sejenak sambil menghela nafas panjang kemudian mengetuknya perlahan.
“Masuk!” terdengar sautan dari dalam.
Alena pun menghembuskan nafas lagi kemudian menekan gagang pintunya ke bawah dan mendorongnya, “permisi, Bang Firman. Saya mau mengajukan calon debitur.”
Pria yang usianya pertengahan 30-an itu langsung memasang wajah masam dari balik mejanya.
“Masuk.” sautnya datar.
Alena pun tambah ciut dijutekin seperti itu. Namun demi pekerjaan, ia harus melawan ketakutan tersebut. Ia pun masuk, menutup pintunya kembali kemudian berjalan perlahan mendekati mejanya.
“Ada dua calon debitur, Bang.” Alena pun langsung menyerahkan berkas – berkasnya.