UNQUALIFIED

Putri Lailani
Chapter #3

Kedekatan Alena dengan Sang Ayah

-      Pukul 18.00 WIB –

 

Usai meeting dengan klien terakhirnya di Wisma BNI 46, Alena langsung mengendarai mobilnya ke rumah. Syukurlah dirinya tak perlu lembur hari ini. Jarak ke rumahnya juga tak begitu jauh. Ia tinggal di Setiabudi.

Begitu mobilnya tiba persis di depan gerbang hitam, supir rumah sekaligus merangkap tukang kebun langsung membukakan gerbangnya. Mobil SUV pun langsung memasuki carport rumah dua lantai dengan luas 450m2 dan luas tanah 280m2 tersebut.

Begitu mobil sudah terparkir sempurna, ia mengecek beberapa pesan masuk terlebih dahulu. Banyak sekali pesan chat mengenai pekerjaan yang belum ia baca. Setelah selesai, ia pun langsung mematikan AC dan mesin mobil kemudian langsung keluar.

“Pak Yanto, bapak udah pulang?” tanyanya kepada supirnya sambil menyerahkan kunci mobilnya.

“Udah….udah, Non Lena.” sautnya sopan sambil menerima kunci tersebut.

“Oke.”

Alena pun langsung berjalan hendak memasuki rumah. Tampak beberapa pasang sepatu di depan pintu masuk. Pasti milik karyawan – karyawan ayahnya. Ini merupakan pemandangan biasa di rumahnya.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam, Non Lena.” seorang asisten rumah tangga sekaligus pengasuhnya sejak kecil itu menyautinya. Wanita usia sekitar awal 60-an itu tampak sedang menyiapkan makanan.

“Bi Mar, papa masih meeting ya?” tanyanya sambil mendaratkan tubuhnya di sofa.

“Iya, Non. Udah Non Lena makan duluan aja, lama kalau nungguin bapak.”

“Daniel ada di atas juga? Sama Dania?”

“Kalo Mas Daniel ada tapi Mba Dania nggak tuh.”

Bi Marsinah atau biasa disapa Bi Mar merupakan pengasuhnya sejak Alena bayi dan sudah seperti ibu kedua untuknya. Mereka sangat akrab sekali. Ibu Alena meninggal saat dirinya baru berusia tiga tahun dan ayahnya juga memilih untuk tak menikah lagi.

Ia dan ayahnya sangat dekat sekali seperti layaknya sahabat. Alena pun selalu menceritakan segalanya kepada beliau, saat gadis seusianya justru berjarak dengan orang tua mereka. Ia bisa leluasa menceritakan soal pekerjaannya, pengalaman di kantor, masalah dengan atasan maupun rekan kerja hingga cowok yang ditaksirnya. Hanya ayahnya lah yang paling memahami dirinya dan selalu menghiburnya saat dirinya berada di titik terendah.

Sejak kecil, Alena mengalami kesulitan dalam bergaul. Setiap di keramaian, ia selalu merasa cemas dan keringat dingin. Bahkan ia sampai diberi julukan Alien, plesetan dari Alen. Saat itu ia tak mau dipanggil Alen tapi lebih memilih dipanggil Lena saja. Makanya orang – orang rumah memanggilnya demikian.

Hal itu sampai mempengaruhi akademis nya. Ia selalu dicap bodoh karena selalu mendapat nilai merah dan dianggap malas belajar. Padahal dirinya memang memiliki masalah sulit berkonsentrasi.

Bagaimanapun, ayahnya tetap support sambil mencarikan guru les. Mendapatkan nilai 7 saja, sudah membuat mereka senang bukan kepalang. Ayahnya tetap mengapresiasi karena yang terpenting putrinya itu jujur, tidak menyontek dan mau berusaha lebih baik dari hari ke hari.

Berbeda jika berada di rumah atau lingkungan yang dirasa Alena nyaman. Ia begitu cerewet, humoris dan periang sampai di cap jago kandang oleh tetangga mulut nyinyir.

Hingga saat Alena lulus SMA dengan nilai kelulusan pas pasan dan tak keterima di universitas bergengsi, ayahnya memutuskan untuk mengajak Alena rutin konseling ke Psikolog. Selain itu, ia juga mendaftarkan Alena agar mengikuti sekolah kepribadian. Sayangnya sudah agak terlambat karena ayahnya saat itu baru tau. Tapi belum terlalu telat juga karena akhirnya hal itu sangat berguna untuk Alena sekarang.

Lihat selengkapnya