Alena dan Tika pun memasuki ruang meeting yang sudah hampir terisi penuh. Sebagian besar sudah berkumpul di ruangan cukup besar dengan meja berbentuk huruf U yang tersusun atas tiga baris kursi tersebut. Semua divisi termasuk customer service, teller dan back office yang bertempat di lantai satu juga berkumpul di ruangan tersebut.
Alena dan Tika langsung menduduki bangku baris kedua bersama Erwin, Yudha dan juga Dicky. Karyawan lain juga berdatangan, dan setelah terkumpul semua pintu pun ditutup. Pak Firman langsung maju ke depan untuk membuka meeting tersebut.
“Selamat pagi semuanya.” tumben – tumbenan pria itu tersenyum ramah.
“Pagi, Bang Firman,” seru para karyawan.
“Pak Chandra datangnya siang jadi saya yang akan memimpin meeting pada pagi hari ini.”
Ia jeda sejenak. Wajahnya kembali ditekuk.
“Selama kalian dibawah kepemimpinan saya, terutama divisi sales, saya mau kalian tidak hanya bekerja ala kadarnya, yang penting absen, jiwanya disini tapi pikiran kemana – mana.”
Ia jeda lagi.
“Bekerja hanya sesuai jobdesk lalu merasa cepat puas, rasa ingin tau rendah, nggak mau mengulik – ulik, malas membaca berita, malas belajar di luar bidangnya, sampai tes kenaikan jabatan aja gagal berkali – kali.”
Alena langsung merasa tersindir. Apakah atasannya ini sedang menyindir dirinya?
“Saya mau karyawan – karyawan saya outstanding. Saya nggak suka dengan yang performanya biasa – biasa saja, apalagi kalau setiap saya kasih pertanyaan malah plonga plongo! Atau menanyakan kepada saya pertanyaan yang bodoh! Yang kayak gitu mending jangan kerja di bank ini deh, pindah aja ke tempat lain. Tidak memenuhi syarat itu alias unqualified.”
Suasana semakin hening.
“Saya sejak kecil tuh hidupnya susah,” lanjut pria itu lagi, “dari kampung sampai akhirnya berhasil kuliah di Amerika dan mencapai posisi ini. Ada yang hidupnya udah nyaman dengan fasilitas mewah dari kecil, malah jadi manja dan malas – malasan. Pakai duit bapak aja kok bangga.”
Para karyawan hanya tertawa kecil. Di cabang tersebut tak hanya Alena, tapi ada beberapa juga yang kebetulan anak orang berada dan itu bukan salah mereka juga sebenarnya. Atasannya itu memang hobbynya rich shaming. Ia sebenarnya udah ribuan kali mengatakan ini sampai para karyawan mual.
“Udah otaknya lemot makannya micin terus lagi!”
Karyawan yang tadi makan mie instant langsung pada tersindir.
“Saya lihat tadi cuma Atika yang sarapannya sehat,” ia pun menunjuk Atika dan wanita itu tersipu malu, “makanya otaknya encer dan cantik lagi.”
Pria itu jeda lagi.
“Ya sudah, tanpa berlama – lama saya mau memperkenalkan Supervisor Lending Officer baru kita penggantinya Taga,” ia menoleh ke arah jam satu nya kemudian tersenyum lagi, “oke silakan maju Iqbal dan perkenalkan diri.”
Semuanya pun mencari – cari sosok yang ditunjuk oleh Bang Firman. Alena sampai melongokkan kepalanya karena tertutup oleh kepala – kepala lain.