UNSOLVED CASE

Gemini QT
Chapter #2

Tim Tak Terduga

3 Tahun lalu

Di tepi Sungai Cendana, di antara gemerisik daun dan suara air yang mengalir, suasana sunyi menyelimuti sebuah tragedi yang baru saja terjadi. Seorang wanita berusia sekitar 27 tahun ditemukan tewas, terbaring tak berdaya di antara jaring-jaring rumput yang melambai. Sebuah gelang perak di dekatnya, menambah deretan misteri dalam kasus kematiannya.

Lila, adik korban dengan wajah pucat dan mata yang berkaca-kaca, berdiri di dekat tubuh sang kakak. Dengan suara bergetar, ia mengakui bahwa gelang itu milik pacar kakaknya. "Dia tidak seharusnya melakukan hal bodoh itu," ucapnya. Namun, ketidakjelasan informasi yang ia sampaikan tentang pacar kakaknya, memunculkan serangkaian kecurigaan di benak para penyelidik.

Di sudut lain, polisi juga menemukan Sertraline (antidepresan) dan Diazepam (pil tidur) di rumah korban, tepatnya di dalam kamar. Lagi-lagi, adik korban bersaksi dengan mengatakan bahwa korban memang sedang mengobati depresinya. Namun, kesaksian itu tidak sepenuhnya dapat diandalkan. Para penyelidik mulai meragukan keterangan yang diberikan, karena semakin dalam mereka menggali, semakin banyak pertanyaan yang muncul.

Polisi bekerja cepat, dengan pikiran dilematis. Hasil pemeriksaan di lokasi kejadian menunjukkan bahwa korban tidak hanya sekadar meninggal, karena tenggelam atau dugaan bunuh diri—ada tanda-tanda yang menunjukkan potensi kejahatan.

Sementara itu, dari rumah sakit Taruna Negeri. Arya, seorang patolog yang baru saja dialih tugaskan, segera dipanggil untuk melakukan autopsi. Dengan latar belakang yang cukup kaya dalam penyelidikan forensik, Arya siap menghadapi tantangan di hadapannya. Ia segera mempersiapkan alat-alatnya dan berusaha menilai situasi dengan hati-hati.

“Saya perlu fokus pada beberapa hal,” tutur Arya, mengalihkan perhatian semua orang pada dirinya. Ia mendekat dan mengamati jasad dengan cermat. Dalam ketenangannya, kalimat demi kalimat keluar dari bibirnya, mengungkapkan analisis yang sistematis dan ilmiah.

"Jadi kita berprediksi bahwa dia mungkin menjadi korban kejahatan sebelum terjun ke sungai, Dok?" Tanya salah satu asistennya.

“Saya rasa begitu,” jawab Arya, matanya tidak berpaling dari tubuh korban. Ia mengingat kembali setiap pelajaran yang diajarkan oleh mentor-mentornya selama ini—pentingnya setiap detail dalam penyelidikan. “Saya ingin melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat jika ada tanda-tanda paksaan dan penyebab kematian lainnya.”

Kamera di sudut ruangan terus merekam, menangkap momen berharga yang akan membantu dalam penyelidikan. Setiap gambar disertai keterangan yang dicatat oleh seorang asisten lainnya, memastikan bahwa semua data akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Setelah pengamatan awal ini, saya akan merekomendasikan tes toksikologi untuk pemeriksaan yang lebih mendalam," ucapnya kepada tim. Dia meminta asistennya, untuk mengirimkan sampel darah korban ke laboratorium. "Kita tidak hanya mencari tau bagaimana dia meninggal, tetapi juga kenapa, dan siapa yang bertanggung jawab.”

Hari-hari berlalu dengan tensi yang tidak kunjung surut. Di ruang kerjanya, Arya memandangi tumpukan berkas kasus yang berserakan. Setiap kali dia menatap layar laptopnya, rasa cemas mulai merayap.

Ketika hasil lab datang, Arya membuka laporan itu dengan jantung yang berdegup kencang. Hasil toksikologi mengejutkan. Selain terdapat Diazepam dan Sertraline dalam darah korban, yang lebih meresahkan adalah ditemukannya zat Metamfetamin, yang dikenal dengan nama sabu-sabu. Zat ini terkenal karena kemampuannya merangsang sistem saraf pusat dan memberi dorongan energi yang berlebih.

"Ini jauh lebih dalam dari yang ku duga," batin Arya.

Teori mulai berkembang, mengarah pada dugaan bahwa ada sesuatu yang lebih kompleks di balik sistemik kejiwaan dan hubungan asmara korban. Hal ini menarik perhatian Arya, kasus ini tidak hanya mengungkap tentang kematian, melainkan membuka pintu kepada skenario yang lebih luas. Dengan penemuan zat terlarang di dalam darah korban, sebuah teori menyangkut dunia yang tak terlihat kini bermain di benak Arya.

 

***

Hari berikutnya, Arya memulai hari dengan harapan bahwa kedamaian akan menghinggapi pikirannya, setidaknya untuk sementara. Dia mengambil napas dalam-dalam, ketika sinar matahari menyinari ruang kerjanya yang sepi.

Lihat selengkapnya