“Bang Arya, kenapa harus dokter forensik sih? Kenapa gak jadi penyidik aja, biar bisa bareng sama aku,” tanya Alexa dengan mata yang berbinar, penuh rasa ingin tau. Alexa kembali mencairkan suasana dengan pertanyaan konyolnya, yang lagi-lagi mencoba menggoda Arya. Tak dapat disangkal, ada benih harapan yang tumbuh dalam hatinya, tiap kali berbicara dengan laki-laki di sampingnya itu.
Arya menatap Alexa, senyum lebar menyungging di wajahnya. “Setiap orang punya hasrat yang berbeda, Alexa,” jawabnya dengan santai, sambil menyentuh lembut tangan Alexa yang masih memeluk lengannya. “Saya suka saat saya harus membedah mayat. Kamu juga jadi penyidik pasti punya kepuasaan tersendiri, kan? Jadi, kita pasti berjalan di arah yang berbeda.”
“Tapi, kita sama-sama suka kriminologi, ya kan?” Alexa tetap bersikeras, senyumnya tak pernah pudar meski Arya telah menjelaskan pilihannya. Semangatnya untuk menggoda Arya membuat suasana semakin mencair.
“Heh! Lu gak denger barusan abang gua bilang apa?!” Tiba-tiba Aksa menyela, suaranya sewot seolah merasa terancam oleh kedekatan kakaknya dengan Alexa. “Abang gua sukanya sama mayat, jadi jangan harap dia suka sama lu!”
Gelak tawa pun pecah di antara mereka, mengisi udara semarak hari itu. Suara tertawa dan keakraban memenuhi suasana yang hangat.
“Pantes ya bang Arya masih jomblo, kemaren aja dia lebih milih malem mingguan sama mayat daripada sama cewek,” tambah Fero dengan wajah penuh lelucon, sambil memakan dessert favoritnya. Semua kembali tertawa, bahkan Arya yang biasanya serius pun hanya bisa ikut tertawa mendengar lelucon itu.
“Parah banget lu, Bang! Gitu-gitu dia lebih tua dari lu tau,” ujar Fauzan. Laki-laki yang akrab di sapa Ojan ini nampak membela seniornya, seakan tak ingin Arya tampak terpukul, meski senyum tak bisa hilang dari wajahnya.
Sementara Arya tak bisa mengelak dari kebenaran yang ada. Dia tau, perjalanannya di dunia ini bukan sekadar untuk keadilan. Di balik passion yang dalam untuk menyuarakan kebenaran, terdapat rasa kesendirian yang terus ia rasakan.
Namun, Arya memang bukan tipe pria yang cepat terjun ke dalam hubungan asmara. Dunia medis forensik dan kegelapan yang menyelimuti setiap kasus kriminal, selalu membawanya masuk ke dalam petualangan baru yang memicu rasa ingin taunya. Jadi, sementara ini dia lebih memilih mendedikasikan hidupnya dalam pekerjaan yang ia cintai—membantu menyelesaikan kasus-kasus kematian, dan menyibukkan diri agar tak terjebak dalam kesendirian.
Saat tawa mereka mulai mereda, keheningan melingkupi ruangan. Pandangan Alexa tertuju pada Arya, yang semakin menawan dengan tiga kancing atas kemejanya yang terbuka. Tatapannya seolah menunggu pria itu melanjutkan penjelasannya.
“Denger ya, dokter forensik itu masih sedikit di negara ini. Jadi, harus ada regenerasi, mengingat semakin banyaknya kasus kriminal yang menyebabkan kematian,” sambungnya dengan bangga. Matanya berbinar, seakan menggambarkan betapa besarnya tanggung jawab yang dipikul oleh profesinya. Terlihat bagaimana ia sangat bertekad untuk berkontribusi dalam dunia yang sering kali dipenuhi oleh ketidakadilan.
Keseharian mereka semua mungkin nampak biasa saja, tapi dibalik itu masing-masing dari mereka sungguh mempunyai peranan yang sangat penting. Dibalik banyaknya oknum yang tidak bertanggungjawab, ada beberapa profesi yang dianggap sebagai tonggak penyangga dalam mengusut kasus-kasus tersebut.
Namun, sebuah koin selalu mempunyai dua sisi. Bagaimana jika profesi yang dianggap sebagai tonggak penyangga, justru menjadi pisau bermata dua dan memecah kehangatan hubungan diantara mereka?
Untuk hidup bersama manusia yang penuh kepalsuan, harus ada keberanian untuk mengungkap kebenaran dan keadilan. Kini mereka semua harus bekerjasama dalam mengungkap kebenaran dari sebuah kasus yang tidak biasa.
“Ngomong-ngomong soal kasus, kayaknya kasus yang sekarang ini bukan cuma kecelakaan biasa," pikir Wili dengan kritis.