Hari itu akhirnya tiba. Namun, tidak di sangka rencana mereka dalam mengungkap kebenaran, kini berakhir dengan tragis. Fero, rekan sekaligus sahabat mereka, kini menjadi bagian dari misteri yang mengerikan.
Di tepi Sungai Bantara, kabut tipis menyelimuti pagi yang kelabu. Suasana sangat berbeda, seolah alam pun ikut berduka. Tim penyidik yang dipimpin oleh Aksa berdiri membeku, menggenggam rasa hampa saat menghadapi tragedi yang tak terduga. Pandangan mereka tertuju pada sosok tak bernyawa yang ditemukan terapung.
Dengan hati yang bergetar, Alexa melangkah lebih dekat, merasakan denyut kesedihan semakin menguat. "Fero!" Suaranya patah, teredam oleh kesedihan yang begitu mendalam. Ia menjatuhkan pandangannya, mengingat semua momen indah yang mereka lalui bersama.
Sementara Aksa yang berada di samping Alexa, berusaha menguatkannya. “Kita harus fokus, Alexa. Fero sudah berjuang untuk mengungkap kebenaran. Sekarang waktunya kita yang melanjutkannya,” ujar Aksa sambil menepuk bahu Alexa dengan lembut. Meskipun wajahnya juga nyaris tak bisa menyembunyikan kesedihan, ia tahu pekerjaan ini harus tetap dijalankan. Namun, tatapan Alexa masih terpaku pada jasad Fero yang lemah dan tak berdaya.
Di sisi lain, Wili berdiri di dekat mobil Fero, kedua tangannya terlipat di dada. Ekspresinya datar, namun jauh di dalam hatinya, ada rasa bersalah yang menyengat. “Seandainya aku bisa melihat tanda-tanda bahaya lebih awal.." pikirnya, menyesali setiap langkah yang mereka ambil.
Tim penyidik mulai mengumpulkan bukti, berusaha mencari jejak yang bisa membawa mereka pada misteri di balik kematian Fero. Aksa, dengan ketajaman matanya, memindai area sekitar. Sementara Alexa dan Wili, dengan hati-hati menyeret tubuh Fero ke daratan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
“Lihat ini,” suara Alexa memecah kesunyian. Tangannya terulur mengambil ponsel basah yang tergeletak di dekat Fero. Layar ponsel itu dipenuhi air, tampak tak mungkin untuk diperbaiki. “Basah dan rusak,” gumamnya, dengan nada kecewa. “Sepertinya terjatuh ke dalam air saat kejadian berlangsung.”
Aksa mendekat, matanya menyipit saat menatap ponsel tersebut. “Aneh,” kata Aksa, pelan namun jelas. “Jika Fero benar-benar menjatuhkan diri, hp-nya seharusnya tidak tenggelam bersama tubuhnya.” Pikiran tentang Evan, rekan tim mereka yang belakangan ini bersikap mencurigakan, kembali terlintas di benaknya.
Kabut mulai menghilang, menyisakan sinar matahari yang perlahan membakar duka, ketiganya merasakan tanggung jawab yang mendalam. Sebagai tim penyidik, mereka bersiap melanjutkan pencarian, tidak hanya untuk keadilan bagi sahabat mereka, tetapi untuk menguak semua kegelapan yang mungkin mengancam mereka.
Aksa, dengan ponsel Fero yang menjadi kunci harapan, bertekad untuk memastikan bahwa barang itu bisa berfungsi. “Aku harus bisa menyelamatkannya,” gumamnya sambil bergegas menuju konter handphone. Ketidaksabaran menggelora dalam dirinya. Ia harus memastikan ponsel tersebut bisa berfungsi kembali, agar bisa membantu penyelidikan, mencari jejak-jejak yang tertinggal dalam perangkat itu.
Sementara Aksa berkutat dengan ponsel, Wili dan Alexa menuju rumah Fero. Setibanya disana, suasana sunyi dan mencekam menyelimuti mereka. Setiap sudut ruangan terasa hampa, seolah menyimpan kenangan yang memilukan. Dengan cermat, Wili mendesak Alexa untuk memeriksa setiap sudut ruangan. Mereka berharap menemukan sesuatu, sekecil apa pun, yang bisa memberikan petunjuk tentang kematian Fero. Setiap benda di rumah itu, seakan berbisik, mengingatkan mereka akan bayangan Fero.
Saat merambah ke dalam kamar, di antara lembaran-lembaran yang berserakan, perhatian Alexa tertuju pada secarik kertas yang terlipat rapih, seolah disimpan dengan hati-hati. Dengan tangan gemetar, ia membuka lipatannya dan mulai membaca tulisan tangan yang tebal dan sedikit berantakan itu.
“Hari ini adalah hari terberatku. Maafkan aku, jika tidak bisa melanjutkannya lagi,” bacanya perlahan.
Wili merampas kertas itu dari tangan Alexa. Wajahnya menegang, pikirannya berputar cepat. "Ada yang aneh," Baginya, pernyataan itu terasa seperti sebuah petunjuk yang lebih besar dari sekedar kata-kata. Terasa ada makna terselubung di baliknya.
"Aku tidak percaya Fero tertekan karena rencana itu," kata Alexa. Pikirannya mulai bekerja, "Tunggu, apa dia mengabarimu saat ia menjalankan rencana ke rumah Evan?" Tanyanya pada Wili, sebuah kemungkinan muncul di pikirannya.
"Tidak, dia cuma bilang akan ke rumah Evan saat waktu senggang," jawab Wili, mengingat percakapan terakhirnya dengan Fero.
"Hari ini sabtu. Berarti.., ada kemungkinan semalem dia pergi ke rumah Evan!" seru Alexa, sebuah asumsi mulai terbentuk. Wili terdiam, pikirannya berkejaran, menimbang berbagai kemungkinan yang ada.
Mereka berdua memutuskan untuk mengambil foto surat tersebut dan menyimpannya sebagai bahan diskusi mereka dengan teman-teman lainnya. Sementara itu, surat asli akan dibawa ke kantor polisi sebagai bukti, sebuah langkah awal dalam perjuangan mereka untuk mengungkap kebenaran di balik kematian Fero dan melindungi diri mereka dari potensi bahaya yang mengintai. Perjuangan mereka baru saja dimulai.
***