UNSOLVED CASE

Gemini QT
Chapter #10

Pembelaan

Saat Tragedi berlangsung

Malam itu terasa berbeda. Udara seakan mengisyaratkan adanya misteri yang perlu dipecahkan. Fero, yang mulai memasuki rumah Evan dengan tujuan tersembunyi, disambut oleh senyum hangat Evan yang sudah mengetahui lebih dulu maksud dari kedatangan sahabatnya itu. Setelah seharian terjebak dalam rutinitas yang monoton, akhirnya mereka bertemu kembali setelah akhir-akhir ini terjerat dalam rutinitas masing-masing.

Kesunyian ruang tamu, membawa mereka kembali dalam nostalgia. Setiap sudut ruangan dipenuhi dengan barang-barang familiar, seolah menyimpan kenangan masa lalu mereka—foto-foto, plakat, bahkan permainan yang sering mereka mainkan bersama saat SMA. Kenangan itu seperti menjadi bayangan yang menghantui Fero, mengingatkan pada zaman di mana segalanya terlihat lebih sederhana.

Kedua sahabat itu pun mulai berbincang dengan santai. Fero berusaha mengelakkan topik yang bisa mengundang kecurigaan, sambil memperhatikan sekeliling rumah. Ia sudah memutuskan untuk menjalankan misinya, mengungkap kebenaran dari penelusuran yang sedang dilakukan bersama rekannya, Wili.

Sementara Evan, mulai menjelaskan tentang hobi-hobi barunya, mencoba mengalihkan perhatian Fero atas kecurigaannya. Fero tersenyum, mendapati dirinya terperangkap dalam cerita sahabatnya. Di balik hobi-hobi yang diceritakan, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan. Misi yang diemban oleh Wili, membayangi setiap kata yang keluar dari mulutnya. Dia harus mendapatkan informasi penting tentang Evan, sesuatu yang bisa membantu penyelidikan mereka.

Setelah beberapa saat berbincang, Evan meninggalkan Fero sebentar, dan dengan santai ia melangkah ke dapur, mengambil minuman untuk mereka. Sementara Fero memanfaatkan waktu itu untuk menjelajahi setiap sudut ruangan. Dengan hati-hati, Fero membuka pintu dan memasuki ruang kerja Evan yang sedikit berantakan, dipenuhi dokumen dan buku-buku.

Namun, perhatiannya tertuju pada laptop yang masih menyala. Jantungnya berdegup kencang saat ia melihat isi folder di dalamnya—berita, informasi, dokumen—semua mengarah pada petunjuk yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Dalam hitungan detik, dengan cepat dan tanpa suara, Fero pun memindahkan semua file penting itu ke SD card yang sudah ia siapkan di saku celananya.

Sesudah berhasil mendapatkan bukti itu, tiba-tiba suara gonggongan anjing mengejutkannya. Matanya beralih ke Coky, anjing lucu milik Evan yang seketika melompat kegirangan menghampirinya. Fero tersenyum, dan segera menggendong Coky, memanjakannya dengan penuh kasih sayang, seolah sudah lama tidak bertemu. Aroma bulu Coky yang lembut dan hangatnya membuat Fero sejenak lupa dengan apa yang baru saja dilakukannya. Evan, yang mendengar gonggongan anjingnya, segera kembali, dan menghampiri Fero yang sedang berinteraksi dengan Coky di ruangan kerjanya.

Ketenangan Fero kembali terguncang saat Evan muncul di ambang pintu, menatapnya curiga. “Lu ngapain disitu?” Suara itu tiba-tiba mengagetkannya.

Evan yang seakan tidak ingin membuat Fero merasa dicurigai pun melanjutkan kalimatnya, “Oh, lagi main sama Coky,” senyumnya membuat Fero merasa sedikit lega.

Setelah tertegun sejenak, Fero segera beranjak untuk beradaptasi. “Iya nih. Tambah gemuk aja ya dia,” sahut Fero berusaha bersikap biasa. “Utututu, kamu pasti makannya banyak ya,” lanjutnya, seakan menggoda anjing kecil itu untuk mengalihkan perhatian Evan.

Evan tersenyum, namun matanya menyelidik, seolah mencoba melihat kedalaman di balik senyuman Fero. “Iya, dia emang agak banyak makan belakangan ini,” jawab Evan. "Kayaknya dia kangen tuh sama lu."

Meski Fero sudah terlihat tenang, tapi hatinya masih berdegup kencang. Dia baru saja mengambil langkah berbahaya, mencuri informasi yang bisa mengguncang dunia mereka. Sembari mengelus bulu Coky, ia mulai merenungkan apakah apa yang ia lakukan benar atau hanya akan memperburuk keadaan.

Ketika mereka kembali ke ruang tamu, percakapan pun kembali mengalir, namun kali ini dengan ketegangan yang menyesakkan udara. Malam itu terasa panjang. Ruang tamu yang sepi, memancarkan nuansa mencekam, terenyuh dalam cahaya lampu redup yang menyoroti dua sosok di dalamnya. Fero berusaha untuk tidak memperlihatkan kegelisahannya, tetapi rasa curiganya terhadap Evan semakin meningkat, saat botol alkohol dibuka dan gelas demi gelas yang mulai terisi.

Setelah jeda yang terasa menegangkan, Evan beranjak dari sofa, "Gua ambil paket dulu ya di depan. Tadi, pulang kerja lupa mau ambil," ucapnya dengan santai sambil mengarah ke teras. Fero mengangguk tanpa meninggalkan kecurigaan sedikitpun. Namun, firasat tidak enak terus menyelimuti pikirannya, dan ia kembali mengalihkan pandangan ke gelas-gelas berisi alkohol di hadapannya.

Tak lama kemudian, saat Evan kembali, Fero mendapati kecurigaannya pada minuman itu salah. Suasana seakan berubah dalam sekejap. Dalam gerakan cepat dan tak terduga, Evan mengeluarkan sapu tangan, dan mencoba membius Fero.

Suara yang tertahan dalam keputusasaan itu menggema di dalam ruangan. Tak satu pun kata yang terucap, mampu mempersiapkan Fero untuk serangan mendadak yang akan datang. Namun, ia tetap berusaha melawan, dan dalam usaha terakhirnya, ia berhasil meloloskan diri, meski aroma obat yang menguar berhasil memengaruhi kesadarannya. Tubuhnya melemah, hingga terperosok dengan napas yang tersengal. Fero merasakan ketidakberdayaan yang muncul di dalam jiwanya.

Lihat selengkapnya