Beberapa waktu silam. Di sudut kota kecil yang penuh harapan, dua bersaudara, Ferdy dan Verly, menjalani hari-hari mereka dengan penuh kebahagiaan. Keluarga mereka sederhana, namun kaya akan cinta. Sang ayah yang merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), selalu mengutamakan pendidikan dan kualitas hidup anak-anaknya. Dengan dedikasi dan kerja keras, ia berusaha memberikan yang terbaik bagi Ferdy dan Verly. Begitu pun dengan ibunya, yang mendidik mereka dengan penuh kasih sayang dan perhatian, menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan dan juga impian anak-anaknya.
Ferdy, dengan usianya yang baru saja memasuki sepuluh tahun, tidak hanya dianggap cerdas dan penuh percaya diri, tapi ia juga memiliki bakat menggambar yang luar biasa. Setiap pulang sekolah, Ferdy akan langsung berlari menuju meja belajarnya, menghabiskan waktu hanya untuk menggambar berbagai elemen yang terinspirasi dari buku-buku atau film yang ia tonton. Cita-citanya menjadi desainer, membuatnya rajin berlatih dan selalu berusaha mengasah keterampilannya. Semua terlihat dari hasil karya-karya dan piagamnya yang terpampang di setiap sudut ruangan. Ferdy selalu mengekspresikan kreativitasnya melalui gambar-gambar yang dibuatnya.
Sementara Verly, adiknya yang masih berusia lima tahun, meskipun usianya masih belia, ia sudah menunjukkan ketertarikan yang kuat terhadap dunia kedokteran. Verly selalu ingin tahu lebih banyak tentang cara merawat orang lain dan berkontribusi dalam dunia medis.
Kakak beradik ini tumbuh dalam lingkungan yang hangat dan penuh kasih sayang. Mereka saling mendukung dalam mengejar impian masing-masing, dan sering menghabiskan waktu bersama. Momen-momen sederhana seperti ini lah yang membuat masa kecil mereka berdua semakin berarti.
Namun, kebahagiaan Ferdy dan Verly mulai memudar ketika Rey, kakak laki-laki dari ayah mereka, pindah untuk tinggal bersama. Kehadirannya mengubah seluruh dinamika keluarga mereka yang sebelumnya harmonis. Setelah bercerai dengan istrinya, pria berusia 38 tahun itu kehilangan segalanya dan kini terjebak dalam keterpurukan.
Pada awalnya, Ferdy dan Verly berusaha untuk memahami kesedihan yang menyelimuti pamannya. Namun, seiring berjalannya waktu, keadaan Rey semakin memburuk. Tanpa pekerjaan dan dengan hidup yang terjerat utang, ia menghabiskan hari-harinya dengan berjudi dan minuman alkohol. Keberadaannya perlahan membawa malapetaka bagi keluarga tersebut.
Setahun setelah perceraian yang menghancurkan hidupnya, Rey bukan lagi sosok yang dikenali oleh keluarganya. Ia sering pulang dalam keadaan mabuk, dan menciptakan keributan yang tiada henti. Suara pertengkaran dan ketegangan yang menggantikan tawa dan keceriaan, menciptakan suasana yang mencekam. Rasa takut dan kecemasan mulai merayap, mengikis kedamaian yang pernah ada, membuat Ferdy dan Verly merasa terjebak dalam masalah yang tak mereka ciptakan. Impian mereka perlahan terbenam dalam kepingan harapan yang hancur, akibat tindakan paman mereka sendiri.
Pria yang terjebak dalam hutang ratusan juta itu, tak henti-hentinya melemparkan beban finansialnya pada sang adik. Puncak dari tekanan itu pun terjadi, ketika Rey, dalam keputusasaannya, ia melangkah lebih jauh dari sekadar tuntutan biasa. Dengan ketidakpeduliannya, ia memaksa adiknya untuk menjual ginjal demi melunasi hutang-hutangnya yang semakin menumpuk.