UNSOLVED CASE

Gemini QT
Chapter #21

Klandestin

Verly membawa nampan dengan dua gelas teh hangat di atasnya, menyambut tamu yang sudah menunggu di ruang makan. Dengan senyum hangat, ia meletakkan nampan tersebut di meja, lalu duduk di hadapan Wili.

"Terima kasih," ucap Wili, sambil menyambut gelas yang diulurkan. "Pantas saja tubuh Anda bagus, saya baru tau kalau Anda hobi nge-gym," lanjutnya, mencoba membuka percakapan untuk mencairkan suasana. Baru kali ini Wili melihat Verly berpenampilan santai, dengan singlet putih yang menampakkan otot-otot tubuhnya.

"Iya, saya melakukannya jika ada waktu luang. Pola hidup sehat dapat membantu menyeimbangkan hormon dalam tubuh," jawabnya dengan ringan, senyumnya tak pudar. "Bagaimana denganmu? Apa hobimu?"

"Saya lebih suka menghabiskan waktu dengan membaca buku," jawab Wili dengan santai, meskipun pikirannya mulai berputar pada alasan sebenarnya ia datang ke tempat ini.

"Tidak heran kalau kau dikenal dengan penyidik yang kritis," komentar Verly, dan Wili hanya tersenyum kecil, mengingat reputasi yang melekat padanya.

Verly menggenggam gelas di depannya dengan erat. "Jadi, untuk apa kau menemui saya?" Tanyanya, mulai penasaran dengan maksud kedatangan Wili yang tampak serius.

"Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan pada Anda," ungkap Wili, sorot matanya tak lepas dari Verly.

"Tentang kasus yang menyangkut rumah sakit saya? Bukankah sudah cukup jelas? Tersangka yang masih hidup sudah diamankan," Verly menyahuti dengan santai.

"Terkadang, meski tersangka sudah ditangkap, tapi kasus belum sepenuhnya selesai," balas Wili tajam, dan suasana dingin mulai mengalir di antara mereka.

Keduanya berbincang seolah-olah sudah saling mengetahui kebenaran yang tersimpan dalam kasus tersebut.

"Jadi, menurutmu kasus ini belum selesai?" Tanya Verly, mencermati nada di suara Wili, berusaha mengeksplorasi lebih jauh.

"Anda tahu kan, bahwa belakangan ini tidak hanya ada satu kasus yang terjadi di kota tempat tinggal kita ini? Menurut Anda, apakah semua itu saling berkaitan dan mengarah pada pelaku yang sama?" lanjut Wili.

"Mungkin saja," jawab Verly, nada suaranya datar.

Wili mengangguk, "Pelakunya pasti orang yang sangat keji," ucap Wili, dengan penekanan yang jelas di suaranya.

Verly menatap Wili tajam, "Tidak aneh, setiap manusia memiliki dua sisi. Semua orang punya sisi baik dan sisi buruk. Tapi, tak seorang pun berhak menilai mereka buruk," katanya sambil mengingat semua kasih sayang kakaknya. "Saya salah satu orang yang percaya bahwa dibalik setiap tindak kejahatan, ada sebab yang mendorong pelaku untuk melakukannya."

"Setuju, tapi bukan berarti mereka memilih cara yang salah," balas Wili dengan tegas, merancu dalam argumentasi.

Keduanya terdiam sejenak, suasana kosong mengambil alih percakapan. Wili dan Verly yang duduk berhadapan, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri, saling menatap tajam, sambil sesekali menyesap teh yang mulai mendingin.

Lalu, dengan tidak sengaja, Wili melihat ke arah kalung yang menjuntai indah di leher Verly. "Kalung Anda bagus, prof," ucapnya, mencoba untuk beralih dari topik yang cukup berat tersebut. Wili berusaha menampilkan sisi lain dari dirinya, yang jarang ia tunjukkan. Di hadapan Verly yang sangat kompeten, ia merasa perlu banyak bicara untuk mengeksplorasi setiap kelemahan lawannya.

Verly tersenyum, lalu dengan lembut mencopot kalung itu untuk menunjukkan detailnya pada Wili. "Dalam Tionghoa, yin-yang di percaya sebagai sifat kekuatan yang saling berhubungan dan berlawanan, bagaimana mereka saling membangun satu sama lain," jelasnya, lalu memberikan kalung itu pada Wili.

"Anda punya selera yang bagus," kata Wili sambil mengamati kalung itu. "Saya tidak menyangka Anda suka mengoleksi aksesoris juga."

"Oh bukan, ini kalung pemberian kakak saya," jawab Verly, suaranya melambat saat mengingat orang yang dicintainya. "Kalau di luar rumah, saya akan memasukkannya ke dalam baju," jelasnya, dan Wili bisa melihat betapa berharganya kalung itu bagi Verly.

Lihat selengkapnya