Hari berganti, dan Wili semakin larut dalam pencariannya. Setelah mendapatkan barcode yang tersemat pada kalung Verly, rasa penasaran menggerakkan tubuhnya untuk kembali ke meja kerja. Gambar barcode itu terus berputar dalam benaknya, menuntunnya untuk segera mencari tahu isi di dalamnya.
Dengan cepat, Wili membuka laptopnya dan memindai barcode tersebut. Jari-jarinya bergerak cepat di atas keyboard, menyusun sepenggal demi sepenggal informasi yang terhubung. Ketegangan mengalir di nadinya saat layar laptopnya menampakkan rangkaian data yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Perviddya? Jadi, selama ini dia berasal dari keluarga Perviddya," gumam Wili, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja ia temukan. "Kenapa dia memberikanku akses dengan mudah untuk mengetahui semua ini?" Pikirnya bingung, namun keheranan itu segera tergerus oleh keinginan untuk mengungkap kebenaran.
Keluarga Perviddya, meskipun tinggal di kota kecil, bukanlah nama yang asing di telinga Wili. Kisah-kisah kelam tentang mereka, terutama jejak kriminal yang ditinggalkan oleh Ferdy—yang tidak lain adalah kakak Verly—sudah banyak menjadi bahan pembicaraan di kalangan polisi. Dikenal sebagai penjahat bertangan dingin, Ferdy memiliki banyak pengaruh dan dapat menghilangkan jejaknya dengan sangat lancar.
Wili mengerutkan kening, memadatkan informasi, sebelum memfokuskan perhatian pada data-data baru yang muncul. Setiap baris informasi yang muncul dari hasil pemindaian barcode, semakin mengarah pada rahasia besar yang mengubur lebih dalam jaringan kejahatan yang menjerat kota tempat tinggalnya. Nama Antonio Verly, yang sejatinya bernama Antonio Perviddya, bersama dengan Jacobus Jonas Perviddya, yang dikenal oleh masyarakat luas sebagai Ferdy Nugraha, menjadi titik temu dari setiap kasus yang ditelusurinya.
Tanpa membuang waktu, Wili segera mencari alamat keduanya, mengajak Aksa dan Alexa untuk mendatangi kedua alamat tersebut. Dengan semua informasi dan bukti yang telah didapat, mereka berencana melakukan penangkapan secepatnya.
Pagi itu, dunia seakan sibuk. Suasana tegang menyelimuti Wili dan teman-temannya. Geliat kota seakan tak memberi kesempatan mereka untuk bernafas.
***
“Rumahnya kosong,” suara Aksa terdengar cemas dari ujung telepon.
“Iya, mereka sudah kabur. Aku sudah menghubungi Bagas tadi, beberapa menit yang lalu titik mereka menuju ke perbatasan,” tutur Wili sambil menjatuhkan pandangannya ke jalan kosong di depannya. “Bagas juga sudah memberitahu Arya untuk mengejar Ferdy. Sementara Verly, aku yakin dia pasti akan menyusul ke tempat yang sama untuk mengejar kakaknya.”
Stres dan ketidakpastian menyelimuti percakapan itu. “Kau membiarkannya mengejar pembunuh itu sendirian?!” Aksa terdengar khawatir. “Aku dan Alexa akan menyusulnya!"
Tanpa membuang waktu, Aksa dan Alexa melompat ke dalam mobil, cepat-cepat meluncur ke arah di mana Arya seharusnya berada. Raut wajah Aksa tampak cemas, pandangannya terpaku pada jalan dengan kecepatan yang melebihi batas. Pikiran-pikiran buruk berkelana di benaknya, khawatir akan keselamatan sang kakak yang berencana untuk menghadapi Ferdy seorang diri.
"Apa kau tau tentang keluarga Perviddya?" Tanya Alexa, mencoba meredakan ketegangan yang ada. Ia bisa merasakan kekhawatiran pria di sampingnya, seakan mengetahui betapa bahayanya sosok Ferdy bagi keluarga Aksa.
Aksa mengganti persneling, merasakan ketegangan pada setiap detakan jantungnya. “Aku tidak ingat pasti, tapi yang aku tahu dari kakakku, Ferdy telah menyuruh anak buahnya untuk membunuh ayahku,” tuturnya sambil menghela napas. Aksa mulai membagikan kisahnya, tentang bagaimana saat itu ayahnya menjadi korban ambisi kelam Ferdy untuk menghancurkan siapa pun yang menghalangi jalannya.
Mimik wajah Alexa berubah serius, seiring mendengar cerita Aksa. “Mungkin ini alasan Bagas memberitahu Bang Arya. Dia merasa Bang Arya berhak tahu tentang keberadaan Ferdy, berharap kakakmu bisa menyelesaikan urusannya sendiri.” ujarnya.
Tak ada lagi kata-kata. Hanya suara mesin mobil yang meraung dalam keheningan. Aksa terdiam, merenungkan kata-kata Alexa yang penuh makna. Mungkin ini adalah waktu yang tepat bagi Arya untuk mengambil kembali apa yang hilang, dan menyelamatkan mereka dari bayang-bayang masa lalu yang kelam.
Mereka melaju semakin cepat, meninggalkan jejak ketakutan yang tertinggal dibelakang. Mobil melaju ke arah batas kota, tempat terakhir kali mereka mendapatkan informasi tentang Ferdy.
***
Sementara itu, di markas tim investigasi, Wili dan Bagas tengah mengerjakan sesuatu yang lebih penting. Mereka berusaha keras mencari bukti yang bisa mengguncang posisi Dirgantara, sosok berpengaruh yang diduga terlibat dalam rangkaian kejahatan terorganisir.
"Pantas selama ini kapolda selalu menutupi kasus-kasus ini, ternyata bekingannya polri," celetuk Bagas sambil terus mencari informasi di komputer. Tatapan matanya tertuju pada layar yang dipenuhi dokumen-dokumen penting.
Wili, yang duduk di sebelahnya, mengangguk setuju. "Kita harus menghentikan permainan busuk ini. Jika kita tidak menemukan bukti yang cukup, Dirgantara akan selamanya bebas dari jeratan hukum."