UNSPOKEN

DENI IRWANSYAH
Chapter #5

BAB 5 CINTA YANG MEMBELENGGU

Gio mulai tenggelam dalam dunia kuliahnya lagi. Skripsi, seminar proposal, tugas akhir, dan persiapan sidang membuat pikirannya penuh. Ia merasa waktunya habis untuk mengejar deadline, bertemu dosen pembimbing, dan berdiskusi dengan teman-teman seangkatan.

Tapi satu hal tetap tak bisa hilang dari pikirannya: Andre.

Sejak malam itu di hotel, Andre berubah.

Semakin sering menghubungi. Minta kabar setiap jam. Cemburu pada teman laki-laki mana pun yang muncul di story Instagram Gio. Bahkan sempat marah karena Gio tidak membalas pesan selama dua jam.

> “Aku nggak suka kamu jalan sama cowok lain tanpa bilang ke aku.”

“Aku ini siapa buat kamu? Cuma tempat pelarian?”

“Kamu lupa siapa yang bantu kamu waktu kamu nggak punya siapa-siapa?”

Gio mulai merasa sesak. Ia mulai membatasi balasan. Mulai menjaga jarak. Tapi Andre semakin intens.

---

Suatu sore, Gio dan Farel, sahabatnya sejak semester awal, pergi ke Gramedia di pusat kota. Rencana mereka sederhana: beli buku kuliah dan sekalian cuci mata.

“Gue mau cari buku komunikasi massa. Dosen kita killer banget,” kata Farel sambil menelusuri rak.

“Kalo gue, nyari buku psikologi perkembangan. Yang kemarin hilang.”

Mereka bercanda sambil melihat-lihat. Tawa mereka mengalir ringan di antara rak-rak buku.

Tapi di luar Gramedia, dari balik kaca mobil hitam, sepasang mata mengamati mereka sejak tadi.

Andre.

Ia menyalakan AC mobilnya, menatap Gio dan Farel yang begitu akrab, begitu bebas. Tangannya mengepal di atas setir. Napasnya berat.

“Gio…” bisiknya pelan. “Siapa dia?”

Tak lama kemudian, saat Gio dan Farel turun ke lantai satu dan hendak menuju kasir, Andre keluar dari mobil. Ia pura-pura melihat-lihat rak buku novel, berdiri tak jauh dari mereka.

Gio melihat Andre dari sudut mata. Jantungnya langsung berdebar.

“Oh, itu temanku,” ucapnya cepat.

Farel melihat Andre dan mendekat, menyapa dengan ramah. “Om… eh, maksud saya, Dokter ya? Temannya Gio?”

Andre mengangguk dan tersenyum kecil, meski sorot matanya tak bersahabat.

“Gio ini teman baik saya,” ucapnya pelan. “Kami sering ngobrol soal… kesehatan.”

“Wah, beruntung banget punya temen dokter. Sopan, keren, dan… ganteng juga ya.” Farel terkekeh sambil menampilkan lesung pipitnya.

Andre hanya tersenyum tipis.

Gio cepat-cepat menuju kasir. Tapi uangnya kurang sepuluh ribu. Malunya setengah mati.

Dari belakang, Andre tiba-tiba datang dan menaruh kartu kreditnya di meja kasir.

“Saya bayar,” ucapnya pelan.

Farel tersenyum. “Wah, enaknya punya temen dokter. Langsung diselamatkan.”

Gio menarik lengan Farel cepat-cepat, ingin keluar dari situasi itu. Tapi ponselnya bergetar.

[Andre]: "Aku tunggu di toilet bawah. Segera."

Gio menahan napas. Farel melihatnya heran. “Kenapa lo?”

“Gue… ke toilet dulu. Lo tunggu aja di lobi, ya.”

---

Toilet di lantai basement sepi. Hanya ada suara tetesan air dan gemuruh AC. Gio membuka pintu dengan ragu.

Andre berdiri di sana, di depan cermin. Begitu melihat Gio masuk, ia langsung melangkah maju dan memeluknya erat.

Lihat selengkapnya