UNSPOKEN

DENI IRWANSYAH
Chapter #13

BAB 13 DUNIA MENOLAK, CINTA BERTAHAN

Hujan turun sejak pagi. Deras. Udara terasa lebih dingin dari biasanya. Di teras rumah, Gio duduk dengan secangkir kopi pahit di tangannya, mengenakan sweater hitam milik Andre yang sudah longgar di bahunya.

Dari dalam rumah, Andre sedang menelepon seseorang. Suaranya tegang.

“Baik, Pak. Saya akan datang besok pagi ke Majelis Etik. Terima kasih atas informasinya.”

Klik.

Andre menutup telepon itu dengan mata berkaca. Tangannya mengepal. Ia berjalan ke luar rumah, menghampiri Gio.

“Ada apa, Dok?” tanya Gio, pelan.

Andre duduk di sampingnya. Lama ia diam. Lalu akhirnya berkata, “Majelis Etik memanggilku. Katanya... ada pengaduan dari pihak-pihak yang merasa ‘terganggu’ dengan kehidupan pribadi kita.”

Gio menggenggam tangan Andre.

“Kita gak ganggu siapa-siapa,” bisik Gio. “Kenapa mereka seperti ini...”

Andre menggeleng. “Karena mereka takut pada sesuatu yang tidak mereka pahami.”

Kabar bahwa Andre akan diperiksa oleh Majelis Etik menyebar cepat. Beberapa pasien setia mulai ragu datang ke kliniknya. Ada yang membatalkan janji temu, ada yang diam-diam menyebarkan isu di grup WhatsApp ibu-ibu PKK.

Sementara itu, di kampus, Gio pun tak lepas dari badai.

“Eh itu tuh... mahasiswa yang katanya sama dokter itu ya...”

“Ganteng-ganteng, eh gay... sayang banget ya...”

“Jangan dekat-dekat ah, nanti dikira ‘gitu’ juga.”

Tika, satu-satunya teman yang masih bertahan, menepuk pundak Gio suatu siang saat mereka duduk di kantin.

“Kamu kuat ya,” ucap Tika. “Aku tahu, ini gak gampang. Tapi kamu hebat, Gio. Kamu berani. Kamu jujur.”

Gio hanya tersenyum, meski hatinya nyeri.

“Yang aku takutkan bukan pandangan mereka, Tik. Tapi kalau Andre benar-benar kehilangan izin praktiknya... hidup kami bisa runtuh.”

Tika menggenggam tangan Gio. “Cinta kalian lebih kuat dari itu. Aku yakin.”

Sore itu, Andre menyiapkan dokumen-dokumen untuk sidang etik besok. Gio membantunya. Mereka duduk berdampingan di ruang tamu, dengan berkas-berkas medis berserakan di meja.

“Kalau mereka cabut izinku... mungkin aku gak bisa praktik lagi,” ucap Andre tiba-tiba.

Gio menoleh. “Kalau itu terjadi... kita mulai dari awal lagi. Kita buka warung. Atau apalah. Asal kamu sehat dan kita tetap bersama, aku gak akan ke mana-mana.”

Andre menatap Gio lama. Lalu memeluknya erat. “Kamu tahu, aku gak butuh dunia menerimaku. Aku cuma butuh kamu gak pergi.”

Gio membalas pelukannya. “Aku gak akan pergi. Kamu rumahku.”

Keesokan harinya, Andre datang ke sidang etik ditemani seorang pengacara dan... Gio.

“Kenapa kamu ikut?” tanya Andre.

“Karena aku bagian dari hidupmu. Kalau kamu dihakimi karena aku, maka biarkan aku berdiri di sisimu.”

Sidang berlangsung selama dua jam. Ada suara-suara keras. Ada argumen medis dan moral yang diperdebatkan.

Salah satu anggota dewan bertanya dengan sinis, “Apakah Bapak menyadari bahwa publik figur seperti dokter seharusnya menjaga moralitas di masyarakat?”

Andre menjawab tenang. “Saya menjaga moral saya dengan tidak membohongi dunia tentang siapa saya. Saya tetap menyembuhkan pasien. Saya tetap memberikan pelayanan terbaik. Jika cinta membuat saya dianggap tidak bermoral... maka mungkin dunia ini salah dalam menilai moral.”

Sidang itu tak memberikan keputusan langsung. Andre diberi waktu tiga bulan untuk pembinaan dan observasi ulang.

Malam itu mereka pulang dalam diam. Gio memeluk Andre di tempat tidur, membiarkannya menangis di dadanya. Air mata Andre jatuh tanpa suara.

“Kita bertahan ya,” ucap Gio.

“Kita pasti bisa,” sahut Andre pelan.

Lihat selengkapnya