Terbaring di tanah dengan tubuh lima tahun di cuaca dingin ekstrem, Lily merasa akan mati kedinginan.
Cahaya bersinar melalui tirai gelap, dan ada sedikit bau embun pagi.
Alarm kembali berdering, bergetar tepat disebelah tubuh kecil yang meringkuk disudut. Tangan kecil meraba-raba beberapa kali sebelum menghentikan suaranya.
Ruangan yang tenang. Jika dilihat dengan teliti, beberapa tempat memiliki genangan air. Lantai yang masih berupa tanah menjadi becek berlumpur.
Gadis itu bangun dari tidurnya yang singkat, Lily menghadap langit-langit putih, matanya setengah terbuka dan setengah tertutup.
Semenit kemudian, dia terbangun dan pikiran yang benar-benar jernih. Dia mengambil setengah gelas plastik kecil berisi air dingin di atas satu-satunya meja dan meminumnya. Dia tidak punya pilihan lain. Lingkungan tempat tinggalnya tidak mendukung untuk memberinya minuman hangat.
Lily tidak bisa tidur hampir sepanjang malam. Bukan karena dia tidak terbiasa dengan lingkungan asing. Dia bisa tidur dimana saja. Premisnya, dia memiliki setidaknya lingkungan tidur yang memadai.
Dia tidak terlalu memikirkannya semalam, tubuh lima tahun membatasi segala tindakannya. Ketika dia ingin menjelajah, rasa lelah dan kantuk berat menghalanginya. Ketika dia ingin tidur, suara deras hujan diluar, air yang bocor ke dalam rumah, hawa dingin yang menusuk tulang, tanah keras yang digunakan sebagai alas tidur, hewan kecil dan serangga yang sesekali terdengar, di tempat semacam ini, bisakah seseorang benar-benar tidur.
Dia hanya bisa tidur saat hujan lebih ringan.
Lily menguap. Dia duduk dan melihat sekelilingnya.
Baik, dia harus pindah. Atau setidaknya membuat ruang nyaman untuk dirinya sendiri.
Dia berdiri, tiba-tiba ingatan membuat wajah kecilnya suram. Tidak ada kamar mandi di rumah ini. Tidak ada apapun selain sebuah lemari, meja dan kursi yang tingginya hanya setengah meter. Daripada rumah, tempat ini hanyalah sebuah ruang persegi.
Melewati beberapa genangan air, dia sampai di kursi. Dia memanjat dengan kursi kecil yang ada di bawah meja.
Dunia ini berada di era antarbintang. Tubuhnya saat ini hanyalah anak-anak berusia lima tahun. Tidak ada ingatan tentang keluarga, tidak ada ingatan tentang tempat tinggal. Ingatannya hanya berisi semua hal saat dia berusia empat tahun.
Ketika mengingat kenangan tubuh ini, Lily tidak bisa merasa lebih baik. Tumpukan sampah sebagai alas tidur, itu ingatan pertamanya. Kurus, kotor, lapar dan lelah, itu ingatan kedua.
Sejak Lily bangun, dia mulai bekerja memungut sampah. Jika beruntung, dia akan mendapatkan bagian penting robot untuk dijual, membuatnya kenyang selama beberapa hari. Jika dia tidak beruntung, dia perlu mencari makanan di tempat sampah, membuat dirinya tidak kelaparan.
Lily kecil tidak memiliki tempat tinggal pada awalnya. Sekitar dua bulan dia berkeliaran di tempat pembuangan, seorang kakek tua merasa kasihan padanya, kakek itu membawanya ke rumah.
Lily yang tidak mengetahui dunia menerima kebaikan lelaki tua itu. Hidupnya mulai memiliki harapan lain.
Sayangnya, itu merupakan malapetaka lain.
Di luar, kakek itu memperlakukan dia seperti cucunya sendiri. Di dalam rumah, segala macam pukulan dan umpatan menusuk tubuh kecil Lily. Orang tua itu memiliki kecenderungan melakukan kekerasan.
Lily kecil yang penuh harapan perlahan-lahan tenggelam dalam keputusasaan.
Entah beruntung atau tidak, beberapa bulan kemudian, lelaki tua itu meninggal tertimbun sampah berat.
Segala macam peninggalan lelaki tua itu dimiliki Lily. Semenjak itu, Lily memperluas pengetahuannya tentang dunia.
Harapannya kembali muncul saat mendengar tentang Pengukuran Bakat.