Untuk Hati yang Sekarat

princess bermata biru
Chapter #28

Ayah Bertahan Lewati Senja

Mobil Jose menderu pelan meninggalkan rumah. Ayah Calvin melambaikan tangan seiring laju mobil yang kian menjauh. Setelah Rush biru itu menghilang di tikungan, Ayah Calvin membalikkan badan dan melangkah kembali ke rumah.

Tanpa putranya, rumah ini jauh lebih sepi lagi. Entah kapan masalah di pabrik selesai. Belum bisa dipastikan berapa lama Jose akan meninggalkan ayahnya. Benak pria itu dirayapi kesepian yang tak wajar. Baru beberapa menit terpisah, ia sudah rindu sang anak. He’s the one, I love him, Ayah Calvin membatin rindu.

Tanpa terasa, kakinya telah membawanya ke ruang tengah. Ayah Calvin mencari-cari handphone-nya. Tadi dia letakkan benda itu di meja kopi. Aneh, handphone-nya tak ada lagi di sana. Apa ia lupa menaruhnya?

Kriett

Pintu ruangan membuka. Firli berjalan masuk sambil membawa benda hitam berlogo apel tergigit. Ayah Calvin tersenyum dan mengulurkan tangan.

“Oh, ternyata ada sama kamu. Terima kasih, ya,” kata Ayah Calvin. Tangannya masih terulur, meminta kembali ponsel pintarnya.

Pria berkumis tebal itu tak memberikan benda yang diminta pasiennya. Ia malah mengantongi handphone itu. Ayah Calvin tertegun sejenak, tapi berusaha tetap tenang.

“Itu milik saya. Bagaimana kalau ada yang telpon atau WA saya?” Dicobanya memberi penjelasan pada pramurukti misterius itu. Dalam job description yang telah dibuat Jose, tak ada klausul bahwa pramurukti yang memegang ponsel milik pasien.

“Takkan ada yang bisa meneleponmu,” kata Firli sedingin es di Antartika. Ia mulai agak menakutkan.

Perasaan tak nyaman menyeruak ke hati Ayah Calvin. Pramurukti ini tidak sopan. Seenaknya saja ia mengambil alat komunikasi milik Ayah Calvin. Dia menyebut pasiennya tanpa rasa hormat sedikit pun. Amat kontras dengan sikapnya saat diwawancarai Jose.

Pikiran positif masih ada. Tak ada ponsel, telepon rumah pun jadi. Sebelum pikiran itu lari dari benaknya, Firli berjalan gesit ke meja telepon. Kabel telepon ditariknya sampai lepas.

“Apa yang kamu lakukan, Firli?” tanya Ayah Calvin kaget.

“Mulai sekarang, kediaman Calvin Wan terputus dari akses komunikasi.”

Gelombang ketakutan mengempas pantai hati. Melihat matanya sekali saja, Ayah Calvin tahu bahwa pramurukti gadungan ini berniat jahat. Naluri kewaspadaannya meningkat.

Firli berbalik tajam, satu tangannya dimasukkan ke saku. Ia tertawa jahat. Senang karena pasiennya tak berdaya.

“Kenapa, Calvin? Takut? Khawatir hartamu kurampas? Asal kamu tahu saja, ya, akulah yang menusukmu tempo hari di Semarang.”

Tulang-tulangnya bagai dilolosi. Bayangan menakutkan melintas. Pria bermasker hitam, pisau, darah berceceran, luka di punggung, dan kesakitan luar biasa. Wajah Ayah Calvin sepucat perkamen.

“Kamu ... Jose telah salah memilih orang,” lirihnya, bernapas cepat dan tak teratur.

Senyum sinis bermain di bibir kehitaman Firli. Puas hatinya telah memegang kartu as. Kini, dialah penguasa rumah itu selama beberapa hari. Jika rencananya mulus, ia akan menguasai kediaman mewah bertingkat tiga itu untuk selamanya. Lewat rencana yang telah dirundingkannya bersama bos, Firli berniat menghabisi Ayah Calvin sebagai langkah awal. Menghancurkan Jose akan lebih mudah bila sang ayah telah dihabisi.

Selangkah demi selangkah Ayah Calvin menghampiri Firli. Ia bermaksud mengusir pria itu, atau setidaknya membawanya keluar dari rumah. Belum sempat niat itu terlaksana, Firli menjumput kerah baju Ayah Calvin dan mengguncangnya kasar.

“Apa yang akan kamu lakukan, pria tua bodoh?! Mengusirku?! Aku tidak takut!” hardiknya.

Tenaga Firli tiga kali lipat lebih besar. Ia kuat, kekar, dan jahat. Berbanding terbalik dengan Ayah Calvin yang terus melemah kondisinya ditambah lagi kedua kakinya tak sekuat dulu. Dibantingnya tubuh Ayah Calvin ke lantai marmer. Pria tampan itu jatuh terpuruk di lantai. Seluruh tubuhnya ngilu.

“Rasakan akibatnya kalau melawanku!” teriak Firli, suaranya menggema di ruangan luas itu.

Sejurus kemudian, Firli menyeret Ayah Calvin ke kaki tangga pualam. Dijambaknya rambut ikal yang terawat rapi itu. Ayah Calvin tak dapat menahan teriakan kesakitan saat tubuhnya diseret. Setiba di kaki tangga, kembali Firli membanting tubuh rapuh itu keras-keras. Kekuatannya sungguh mengerikan. Perawakan, raut muka, dan sifatnya berbanding lurus.

Kedua kalinya Ayah Calvin terjerembap. Wajahnya mencium anak tangga terbawah. Sakit sekali dibanting duduk.

“Rasakan! Bangun sendiri! Aku takkan bantu!” tawa Firli sangar, lalu ia melenggang ke ruang makan.

Pramurukti gadungan itu mendadak jadi raja di kediaman Ayah Calvin. Dia berjalan berkeliling rumah besar itu. Isi kulkas digasaknya. Perangkat komputer keluaran terbaru milik Ayah Calvin dimainkannya. Ia sama sekali melupakan kewajibannya sebagai pramurukti.

Ayah Calvin meringkuk di lantai. Bayangan traumatis terus menggerogotinya. Ternyata, si penusuk keji itu telah berhasil menyelundup ke rumahnya. Dari awal, ia tak setuju dengan ide Jose untuk mempekerjakan pramurukti. Ayah Calvin merasa mampu menjaga diri sendiri.

Lihat selengkapnya