“Nggak kok. Jose belum ngantuk. Jose pengen ketemu Tante Silvia.” Bocah tampan itu mengungkapkan keinginannya.
Oma Moerti mendesah tak kentara. Egonya berperang dengan keinginan dua lelaki beda generasi itu. Menantu dan cucunya ingin sekali menemui gadis tak tahu diri itu. Sedangkan, Oma Moerti ingin bertekad memisahkan mereka.
“Oh tidak, tidak. Jose latihan sebentar kalau gitu sama Oma. Besok Jose, ‘kan jadi peragawan juga di sesi siang. Oke?”
Melihat mertuanya yang berusaha keras menjauhkan mereka dari Silvia, Calvin menghela napas lelah. Dikuatkannya hati kalau proses ini tak akan lama. Setelah Empu selesai, ia bisa bertemu lagi dengan Silvia.
Tak hanya Silvia yang tersiksa karena jauh dari kekasih hatinya. Calvin pun merasakan hal serupa. Berminggu-minggu menyiapkan pameran ini di bawah suprevisi ketat Oma Moerti membuatnya tertekan. Sebenarnya, Calvin menyukai pameran ini. Dia sangat antusias pada konsep slow fashion yang diinisiasi mendiang Alea. Namun, semuanya jadi runyam karena ia menyiapkan pameran di bawah tekanan. Urusan ini akan lebih ringan bila Calvin diizinkan bekerja bersama Silvia.
Usai makan malam, Oma Moerti membawa Jose ke ruangan besar yang telah disulap menjadi ruang latihan dan tempat kumpul peragawan-peragawati Empu. Calvin mengikuti mereka dengan terpaksa. Mertuanya itu memintanya berlatih pula. Di sana, telah berkumpul tiga orang model yang berdomisili di sekitaran Bandung Raya. Model dari luar Bandung belum tiba.
“Ma, kenapa kita nggak langsung latihan di panggung aja?” usul Calvin, berharap dibolehkan keluar.
Oma Moerti menggeleng tegas. “Nei, nei. Kita latihan dulu di sini. Area sekitar panggung harus disterilkan malam ini.”
Calvin muak, benar-benar muak dengan segala larangan ibu mertuanya. Ia ingin pameran ini cepat berakhir. Rindunya pada Silvia menjerit minta diobati.
Masuklah seorang koreografer. Ia mengarahkan para model untuk peragaan busana besok pagi. Jose, Calvin, dan ketiga model lainnya cepat menangkap arahan si penata koreo. Ini pengalaman pertama Calvin melenggang lagi di runway setelah sekian lama. Semasa kuliah, Calvin sempat aktif di dunia modeling walau tak lama. Opa Werner tidak begitu menyukai keterlibatannya di dunia modeling.
“Ayah, Jose ngantuk,” rajuk Jose, kepalanya terkulai di bahu Calvin.
“Iya, Sayang. Kamu tidur, ya.”
“Jose mau tidur sama Ayah.”
Setelah berpamitan pada semua orang di ruangan itu, Calvin menggendong Jose ke lantai tiga. Sementara ini, mereka memakai kamar-kamar kosong di tingkat paling atas. Calvin memakaikan piyama ke tubuh Jose. Tangan dan kaki anak itu dibalurinya dengan body lotion. Suhu ruangan diaturnya pada angka sembilan belas derajat. Ia ikut berbaring di samping Jose, memeluknya sampai tertidur. Jose merasakan tubuhnya bagai dipeluk malaikat, hangat dan nyaman sekali.
Dimana kamu, Silvia? Calvin membatin sedih. Pandangannya menyorot hampa langit-langit kamar bercat biru muda. Mungkinkah Silvia sudah datang tetapi tidak mengabarinya? Calvin sangat tergoda untuk mengeceknya langsung. Namun, seraut wajah angkuh milik Oma Moerti menahan langkahnya. Ia harus bersabar. Sabar sedikit lagi, dan Silvia akan menjadi miliknya. Calvin dan Jose tertidur dalam waktu bersamaan.