Weker alami di otaknya berbunyi. Ayah Calvin terbangun pukul lima pagi. Dengan sedih, dilihatnya Jose tertidur pulas di sofa. Masih terlalu pagi untuk membangunkan anak itu. Baru tiga jam lagi jam sekolah Jose dimulai.
Lehernya bagai tersayat. Ayah Calvin terbatuk. Ia batuk, lagi dan lagi. Pria tampan itu terus terbatuk hingga perutnya terasa sakit. Dia rasakan ada dahak di batuknya, berat dan lama.
Semakin lama, semakin sulit untuk bernapas. Batuk yang kemarin tidak produktif bertransformasi menjadi batuk produktif. Lehernya terasa gatal dan amat sakit.
Suara batuknya membangunkan Jose. Pria itu menghambur ke tepi ranjang.
“Ya, Allah, kenapa Ayah jadi batuk-batuk begini?” gumam Jose panik.
Hanya derai batuk yang terdengar sebagai jawaban. Masih memakai penyangga di punggungnya, Ayah Calvin menuju kamar mandi. Ia terbatuk berulang-ulang seperti kemarin. Kali ini, ada dahak yang dikeluarkan. Terima kasih, batuk. Dia merusak hari pertama Ayah Calvin bekerja kembali di perusahaannya.
Jose terduduk lemas di sofa putih. Hatinya bimbang. Bagaimana bisa dia membiarkan Ayah Calvin mengurus perusahaan lagi?
Sesudah meludahkan sisa dahak terakhir, Ayah Calvin menyalakan keran. Semburan air membasuh kekacauan yang diakibatkannya. Sekeluarnya dari kamar mandi, ia dihadiahi larangan Jose untuk kembali bekerja.
“Nggak bisa, Sayang. Hari ini Ayah harus rapat virtual dengan dewan direksi,” tolak Ayah Calvin serak.
Sekejap Jose berpikir. Tak ada salahnya mengizinkan Ayah Calvin memimpin rapat virtual. Toh dia tak harus ke kantor.
“Baik, Ayah. Aku temani, ya.”
“Kamu nggak sekolah?”
“Sekolah libur, Ayah.”
Untunglah Ayah Calvin percaya dengan alibi itu. Jose membantu ayahnya mandi dan bersiap-siap. Selama membilas diri, memakai jas, dan menyiapkan salindia, Ayah Calvin terus terbatuk-batuk. Cuaca di luar tak mendukung pula: langit dimuati awan hujan kelabu. Lamat-lamat awan memecah menjadi ribuan liter air deras yang tercurah ke seluruh kota.
Hawa dingin memperparah batuknya. Jose kembali ragu di menit-menit terakhir. Mampukah Ayah Calvin memimpin rapat?
Calvin Wan join the meeting
Kini, Ayah Calvin telah masuk ke link Zoom berbayar milik perusahaannya. Jose menjadi host. Dari kolom participants di layar, terlihat sebagian dewan direksi telah hadir.
“Selamat pagi semua,” sapa Ayah Calvin ketika seluruh dewan direksi telah masuk ke link Zoom-nya.
Dewan direksi terheran-heran. Biasanya, pemilik perusahaan akan menyapa mereka dengan salam khas umat Muslim. Namun, kini gaya salamnya berbeda.
“Pagi, Pak Calvin.” Mereka menyahut berirama.
Rapat pun dimulai. Jose menekan tombol mute untuk seluruh peserta agar suara ayahnya dapat terdengar jelas. Ia tegang, bibirnya komat-kamit berdoa agar Allah menjaga ayahnya. Agenda rapat hari ini adalah evaluasi laporan keuangan un-audited.
“Laba bersih dan pendapatan usaha tahun ini melebihi target RKAP ... uhuk uhuk ... maaf.” Ayah Calvin terbatuk di tengah evaluasi kinerja keuangan.
Dan, Ayah Calvin merasa tak nyaman sepanjang rapat karena batuknya. Jose menatap sedih ayahnya dari seberang ruangan. Di menit keempat puluh, Ayah Calvin meraih sehelai tisu dan terbatuk ke atasnya. Dahak kemerahan memercik ke atas lembar putih itu. Tak sempat ia menutup video hingga peserta rapat dapat melihatnya. Mereka semua kaget dan menahan napas.
“Ayah, sudah cukup, Ayah. Rapatnya distop dulu, ya.” Jose memohon, tak bisa lagi berpura-pura tenang.