Untuk Hati yang Sekarat

princess bermata biru
Chapter #14

Daddy, Hospital, and Jeany

Jose tersentak dari tidur-tidur ayamnya. Ia kembali melihat Bunda Silvia dengan jelas sekali dalam mimpi singkatnya. Kenangan tentang pertemuan mereka melintas dalam impian.

Mengapa tiba-tiba kenangan tentang Bunda Silvia menghujam begitu tajam setajam pisau buah? Ironisnya, Jose malah tak banyak mengingat Bunda Alea yang notabene ibu kandungnya. Seakan Bunda Silvia jauh lebih berarti ketimbang Bunda Alea.

Jika dirunut ke belakang, perempuan berambut mahoni dan bermata safir itu memang tak pernah menyakitinya dan Ayah Calvin. Sejak pertama hingga terakhir mereka bertemu, tiada luka yang dipahatkan. Menghilangnya Bunda Silvia pun bukan karena rasa ingin menyakiti. Itu semua murni kesalahpahaman. Bukannya Jose dan Ayah Calvin tak pernah berusaha mencari. Sekuat tenaga mereka mencari Bunda Silvia selama berbulan-bulan, tetapi hasilnya nihil.

Lampu imajinasinya menyala. Andai saja sekarang ini tercium jejak dari Bunda Silvia, Jose akan senang sekali. Dia akan mendatangi dimana pun jejak keberadaan wanita itu. Kalau pun tidak punya waktu, Jose bisa menyuruh orang untuk melakukan pencarian. Ah, khayalannya terlalu tinggi. Jika masih ada jejak Bunda Silvia, sudah dari dulu dia dan ayahnya akan temukan.

“Pak Jose.”

Mendengar namanya disebut, Jose menoleh ke kanan. Dirinya tersadar dimana kini ia berada. Sebuah paviliun rumah sakit berdinding coklat gelap dengan furnitur berwarna senada. Telah beberapa jam ia habiskan waktu di sana. Jose tertunduk menatap tangannya. Tangan kanannya masih menggenggam jemari rapuh Ayah Calvin.

Tiga hari berlalu sejak Ayah Calvin demam dan batuk. Gejalanya mengingatkan Jose pada orang yang terinfeksi Covid-19 meski pandemi itu sudah tinggal kenangan. Tak ingin mengambil risiko, Jose melarikan ayahnya ke rumah sakit. Dia khawatir sekali karena ayahnya belum sembuh juga.

Bodoh bodoh bodoh, Jose membatin, mengutuki diri sendiri. Di saat ayahnya jatuh sakit begini, dia malah memikirkan Bunda Silvia. Pemikiran tak berguna dan tak realistis. Bunda Silvia jauh di seberang lautan. Kini, yang dihadapinya adalah kondisi kesehatan Ayah Calvin.

Remasan lembut diberikan Ayah Calvin ke tangan Jose. Si pemilik tangan berpaling, melempar pandang menenangkan pada sang ayah. Ayah Calvin balas memandangnya. Tercermin sorot ketakutan di sana.

“Nggak apa-apa, Ayah ... nggak apa-apa. Ayah nggak sendirian kok di sini. Jose nggak akan tinggalin Ayah,” hibur Jose.

“Ayah mau pulang, Ayah nggak suka di sini,” pinta Ayah Calvin serak.

Dua puluh dua tahun tinggal seatap, Jose tahu persis kalau Ayah Calvin takut rumah sakit. Ia selalu tak nyaman tiap kali bolak-blik ke sana.

“Ayah tenang, ya? Kalau sudah sembuh, Ayah pasti akan pulang.”

Seorang suster masuk membawa dua ampul. Dia menghampiri sang dokter yang masih setia menemani. Lalu dihampirinya ranjang putih dengan suntikan teracung di tangan kiri. Pemandangan itu meneror mental Ayah Calvin. Dia mempererat genggaman tangannya.

“A-apa Ayah akan disuntik?” bisik Ayah Calvin parau.

“Iya.”

Lihat selengkapnya