Untuk Hati yang Sekarat

princess bermata biru
Chapter #16

Detak Jantungmu Berisik Sekali

Pasar Antri tersiram cahaya matahari pagi. Tubuh kurus Silvia yang tak terlalu tinggi menyelip-nyelip di antara para pembeli. Keranjang rotan berisi puluhan bungkus keripik pedas berayun liar di tangan kirinya. Sampai di toko camilan, Silvia kehabisan napas.

“Pagi, Via,” sapa ibu paruh baya penjaga toko. Senyum mengembang di wajah keriputnya.

“Pagi. Bu, ini keripiknya, ya. Kayak biasa. Ada keripik seblak, keripik pedas, mie lidi, sama basreng.” Silvia menyebutkan makanan ringan yang dibawanya sambil mengeluarkan bungkusan dari dalam keranjang.

“Eleuh eleuh geulis, geus jadi sekretaris, masih titip-titip makanan ke sini. Rajin pisan.” Si ibu penjaga toko geleng-geleng kepala.

Beberapa pengunjung toko menoleh penasaran mendengar dialog dua perempuan itu. Menaksir penampilan Silvia yang mengenakan pakaian formal dan stiletto. Tas wanita terkepit di lengan kanannya persis seperti orang mengokang senapan.

“Gaji sekretaris teu cukup, Neng?” selidik seorang ibu gemuk yang memborong keripik buah.

Silvia tertawa dalam hati. Gajinya sebagai sekretaris lebih dari cukup untuk membayar kontrakan, biaya hidup, dan biaya menghibur diri selama sebulan. Paling tidak, enam juta lebih dikantonginya sebagai gaji pokok. Belum lagi, Calvin rajin memberi bonus.

“Nggak kok, Bu. Cuma bantu tetangga aja,” sahut Silvia, menyunggingkan senyum sopan.

“Gimana, Via? Betah di kantor sekarang? Udah mulai suka-sukaan, ya, sama bos kamu?”

Aliran darah Silvia terpompa lebih cepat. Membuat pipi putihnya bersemburat merah. Seisi toko cekikikan.

“Yeee, memangnya cerita di Wattpad? Saya kerja profesional. Ya udah ya, Bu, saya permisi.”

Tak tahan jadi bahan interogasi, Silvia bergegas kabur. Dia mencoba memesan ojek daring sambil berjalan.

Sekali. Dua kali. Tiga kali, orderannya dibatalkan terus. Mungkin para driver jadi enggan karena tahu jarak tempat tujuannya cukup jauh. Pasar Antri terletak di Cimahi, sedangkan Calvin berkantor di Jalan Padjadjaran. Tangan Silvia terangkat, menggaruk-garuk rambutnya yang tak gatal. Masih ada dua opsi lain menuju kantor selain ojek daring: angkot rute Cimahi-Stasiun Hall atau naik kereta lokal dari Stasiun Cimahi dan turun di stasiun besar.

Lima menit berlalu dalam ketidakpastian. Pada saat bersamaan, sebuah angkot hijau Cimahi-Stasiun Hall melintas. Silvia berlari mengejar lalu menaiki angkot tersebut. Batinnya lega. Paling tidak, dia bisa sampai kantor tepat waktu.

“Kerja apa, Teh?” tegur seorang bapak berkaus oblong dan bercelana Bermuda yang duduk di sebelah Silvia.

“Di Padjadjaran, Pak.”

“Oh, sekretaris, ya?”

“Iya, kok Bapak tahu?”

“Keliatan, Teh. Sekretaris, ‘kan bisanya dandan doang. Kerjanya duduk manis temenin bos-bos kaya. Bisa buat ‘ena-ena’.”

Tangan Silvia mengepal di balik saku roknya. Bukan pertama kali ia disindir soal pekerjaan sekretaris. Banyak yang meremehkan pekerjaannya. Mereka tidak tahu saja kalau pekerjaan sekretaris lebih banyak dari staf biasa.

Angkot berdecit di depan gedung besar bertingkat tujuh setengah jam kemudian. Silvia melompat turun lalu berjalan cepat memasuki kantornya. Mood-nya mendadak ambyar gegara celetukan sarkas bapak di angkot tadi. Saking kacaunya, Silvia tak sadar kalau ia menjatuhkan keranjang kosong yang ia bawa.

“Silvia.”

Seperti ada yang memanggil. Ah, bodo amat. Paling-paling mau mengejek pekerjaan sekretaris lagi.

“Via.”

Siap-siap dapat omelan panjang untuk memanggil. Ketika ia menoleh dan siap menyemburkan omelan, seketika Silvia mengurungkan niatnya. Calvin berjalan menyusul Silvia sambil menenteng keranjang rotan.

“Keranjangmu jatuh,” katanya lembut.

“Oh ... makasih, Pak. Maaf,” kata Silvia malu.

“Nggak apa-apa. Ke atasnya bareng, yuk.”

Seharusnya Silvia mulai terbiasa. Beberapa bulan bekerja di sini, Calvin dan dirinya sering berpapasan di pagi hari. Bentuk keakraban mereka melebihi sekedar satu lift bersama.

“Via, Jose kangen kamu. Nanti malam bisa nggak kamu ke rumah saya?”

Nah, seperti itulah kedekatan mereka. Silvia pelan mengiyakan. Dia pun rindu dengan putra atasannya itu.

Lihat selengkapnya