Untuk Hati Yang Terluka

Wiwit Widianti
Chapter #2

Satu

Bruk

"Wah, gila nih tempat!" Bima berkata, ia mengusap dadanya dengan tangan kiri, tampak ketakutan. Namun, seketika ekpresi takutnya menghilang ketika Sera menatapnya dengan datar. "Di sini gak mungkin ada hantu kan? Itu barang yang jatuh karena tikus kan?"

Bima berharap bahwa Sera mengiyakannya dan membuatnya sedikit lebih tenang, akan tetapi yang dilakukan perempuan itu justru sebaliknya.

Sera menurunkan dua ransel besar yang digendongnya, membuka kain putih penutup sofa, kemudian duduk di sana. "Tempat ini emang terkenal angker sih. Tapi Kakak tenang aja, selama kita rajin sholat, ngaji dan doa mereka gak akan ganggu kita." Ia menjeda ucapannya, mengubah posisi duduknya menjadi lebih santai. "Paling banter pengen kenalan sama cowok ganteng." Ia tersenyum. Wajah Bima memucat.

"Ser, kita tinggal di sini bukan hanya satu-dua hari loh. Mungkin bertahun-tahun?"

"Terus?"

"Apa kamu gak punya rasa takut sedikit pun?!" sedikit menaik nada suara Bima. Meski, ia tahu Adiknya menyewa tempat ini karena harganya yang murah, tapi tetap saja tempat ini sama sekali tidak layak.

Bagaimana bisa ada manusia yang bisa betah di tempat berhantu seperti ini? Pikirnya.

Bima memperhatikan ekpresi wajah Adiknya yang datar, kemudian menghembuskan napas.

Ia telah belajar keras untuk berani.

***

Langkah tergesa itu bersatu dengan suara kendaraan, klakson, dan juga suara teriak seorang Bapak-bapak ketika pengendara di depannya menghentikan kendaraannya secara tiba-tiba.

Itulah yang terjadi di pagi hari.

Jam sibuk di mana semua orang bersiap-siap mengawali aktivitasnya. Begitu pun dengan Sera. Namun, bukan kesiangan yang membuatnya berjalan secara tergesa seperti itu akan tetapi ada hal lain yang harus ia hindari.

Hal ini diyakininya sebagai sesuatu yang lebih menyeramkan dari pada kehilangan payung saat hujan deras, hingga bahkan membuat Sera tak bisa memperhatikan langkahnya dengan baik. Selama beberapa kali ia mendapati dirinya menabrak orang lain, yang mana orang itu memasang wajah kesal, kemudian Sera akan mengucapkan permintaan maaf dan mempercepat langkah kakinya.

Bruk

"Aww."

Untuk yang kesekian kalinya ia menabrak seseorang. Tentu saja orang yang meringis dan terjatuh itu bukan Sera. Namun, perempuan yang ditabraknya.

Sera pun mengulurkan tangannya untuk membantu perempuan itu berdiri. Namun, bukannya menerima bantuan Sera, ia malah berdiri. Cemberut, menatap marah Sera. Dan saat itulah mereka menyadari bahwa seragam yang dipakainya sama.

Lihat selengkapnya