Bagi Naumi, bergaul dengan orang-orang paling berpengaruh di sekolah adalah sebuah kewajiban. Dulu, di Ibu kota sana ia menjadi salah satu orang yang paling dipuja-puja, yang mana ketika ia berjalan maka semua mata akan memandanginya dengan takjub.
"Di sekolah ini, ada dua murid yang paling ditakuti." Elsa menjeda ucapannya, setelah sebelumnya Naumi bertanya tentang orang yang paling berpengaruh di sekolah ini. "Yang pertama-"
"Sa, gue gak peduli sama preman-preman itu." Naumi berkata seraya membenarkan poninya. "Gue tuh nanyanya orang yang paling berpengaruh. Kenapa lo rusak mood gue sama preman-preman itu sih?"
"Naumi," Elsa berkata kesal. Ia belum menyelesaikan ucapannya. "Lo gak tahu kalau mereka yang paling berpengaruh di sekolah ini?"
"Hah?" Naumi berkata. Sekarang ia malah merasa bingung. Mana bisa preman sekolah menjadi orang yang paling berpengaruh. "Gimana maksud lo?"
"Mereka itu orang yang paling ditakuti di sekolah ini, juga berpengaruh. Lo gak tahu aja setiap mereka punya barang baru, ratusan murid lainnya bakal beli barang yang sama." Elsa melipat kedua tangannya, tersenyum kecil. "Yang pertama namanya Rama. Dia itu ganteng banget, kaya, tapi sayang dia punya julukan lelaki tanpa ekspresi."
Rama berjalan sepanjang kolidor sekolah, premen karet di mulutnya yang sudah tak berasa terus dikunyahnya terus menerus. Ia melirik jam tangan yang terpasang di tangan kirinya, kemudian mempercepat langkah, para murid yang dilewatinya tampak melirik ke arahnya, sekedar ingin melihat wajah tampannya.
Namun, karena ia kurang memperhatikan langkah, Rama tak sengaja menabrak kursi yang ada di depan perpustakaan. Hal itu membuat dirinya hampir terjatuh tapi karena keseimbangannya yang bagus, ia pun bisa menahan bobot tubuhnya untuk tidak terjatuh.
Saat itu, semua perhatian tertuju padanya. Orang-orang terdiam seolah pada detik-detik itu jam tak lagi berkutik. Ada yang menahan tawa, juga merasa kasian. Namun, Rama benar-benar tak peduli dengan kemalangan yang menimpanya dan ia pun berjalan kembali seolah tak terjadi apa pun.
Pernah juga, ketika meja kantin terisi penuh, dan tampak beberapa anak kebingungan untuk duduk di mana, sedangkan pemandangan sebaliknya justru ditunjukkan oleh Rama.
Ia duduk sendiri di meja yang seharusnya diisi oleh 8 orang, ketika murid yang kehabisan meja itu berdiri di depannya dan berharap Rama menyuruhnya duduk, ia sama sekali tak berekspresi.
Begitulah Rama. Orang-orang sering kali menyebutnya tidak punya hati. Namun, ada juga orang yang menyebut bahwa Rama itu termasuk spesial manusia terkeren di dunia termasuk Elsa.
"Gak jarang anak-anak cewek ngirim surat cinta buat dia. Tapi, emang Rama sedingin itu." Elsa melanjutkan, kemudian mendesah kecil. "Ah, gue bener-bener berharap kalau Rama itu jodoh gue."
Naumi terdiam. Jika Rama seburuk itu, mengapa orang-orang bisa jatuh cinta padanya?
"Terus, apa yang ngebuat semua orang takut sama dia?"
"Sikap dinginnya. Dia gak pernah jawab pertanyaan selain dari guru sama Ibu kantin. Selain itu, dia juga anaknya pemilik yayasan sekolah."
"Wah." Naumi tidak menyangka bahwa manusia aneh itu adalah anak dari pemilik yayasan sekolah ini.
"Yang kedua, namanya Rahsa Serayu, atau sering juga dipanggil Sera. Gue rasa lo udah ketemu sama dia sebelumnya, juga perlakuan lo sama dia itu gak ada takut-takutnya sama banget!" sedikit berseru Elsa berkata.
"Maksud lo Sera yang itu?" Naumi berkata seraya menunjuk keberadaan Sera yang masih mencatat.