Untuk Kamu

Sucayono
Chapter #15

Kenyataan Menyakitkan

Mobil hitam yang dikendarai Dokter Dicky menepi di sebuah lahan parkir. Di sekitarnya, berjajar pepohonan rindang yang membuat area itu nampak hijau. Tak berapa lama, dokter itu melangkah keluar disusul dua orang perempuan yang dibawanya.     

“Ini ada di mana, Dokter? Bukannya kita mau menjenguk Wisnu. Kenapa kita ke sini? Ini bukannya kuburan?” Alana bertanya bingung. Ia tak menduga Dokter Dicky akan membawanya ke tempat ini.  

“Kamu tahu, Al? Kedua orang tua kamu dan Ibu Suyanti dimakamkan di sini. Aku ingin kita mengunjungi mereka dulu sebelum menjenguk Wisnu.” Cepat-cepat Dokter Dicky menjawab. Ia ingin mengangkat segala prasangka di benak Alana.

“Baiklah, Dokter. Aku juga belum pernah menjenguk makam Mami dan Papi.”

“Ayo, kita jalan,” ajak Dokter Dicky. Ia melangkah di depan dengan membawa keranjang berisi kelopak bunga mawar beraneka warna.

Di makam orang tua Alana, mereka bertiga menaburkan kelopak bunga-bunga itu. Alana memeluk erat-erat pusara kedua orang tuanya itu. Ia menumpahkan segala rasa sedihnya di sana. 

“Mami, Papi, maafkan Alana karena baru sekarang bisa berkunjung. Semoga Mami dan Papi sudah beristirahat dengan tenang di sana. Mami dan Papi nggak perlu khawatir sama Alana. Alana di sini nggak sendiri. Ada orang-orang yang sayang dan peduli sama Alana. Ada Dokter Dicky dan Mbak Asri yang selalu bantu Alana. Dan juga, ada Wisnu yang selalu jagain Alana. Oh, iya, Alana mau kasih tahu sama Mami dan Papi, kalau Alana dan Wisnu akan segera menikah. Tapi, sekarang Wisnu sedang dirawat, jadi belum bisa berkunjung ke sini. Nanti kalau dia sudah sembuh, kami pasti akan sering mengunjungi Mami dan Papi. Wisnu itu pemuda yang paling baik di dunia ini. Andai saja Mami dan Papi masih di sini, Mami dan Papi pasti senang punya menantu seperti Wisnu. Mami… Papi… Alana kangen sama Mami dan Papi…”

Butir-butir air bening kembali dari pelupuk mata Alana yang baru saja sembuh.

Setelah menziarahi makam orang tua Alana, ketiga orang itu bertandang ke makam Suyanti. Di sana, Alana sempat menangis mengingat kenangannya dengan perempuan yang seharusnya akan menjadi ibu mertuanya itu. Memorinya seketika menyeruakkan kenangan di malam Suyanti meminta Wisnu mengantarnya pulang dari rumahnya. Dari sanalah hubungannya dengan Wisnu mulai terjalin.

Tak lebih dari tiga puluh menit mereka di makam Suyanti untuk kemudian memutuskan menuju tempat berikutnya. Dokter Dicky kembali berjalan di depan memimpin rombongan. Asri dan Alana mengikutinya dari belakang. Dengan langkah kecil-kecil, mereka menyusuri jalanan setapak komplek pemakaman itu.

Di tengah-tengah jalan, tiba-tiba Dokter Dicky menghentikan langkahnya.  

“Kenapa berhenti, Dokter? Ayo kita lanjutkan perjalanan. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu Wisnu, Dokter.” Alana langsung memprotes tindakan Dokter Dicky.

Lihat selengkapnya