Untuk Ratusan Hari Aku Menanti

Joannes Rhino
Chapter #3

Chapter 3

Waktu terus berjalan, berputar layaknya poros roda. Begitu pula halnya dengan dunia percintaan Tuty, dimana dia harus mulai mencari sosok ayah baru bagi Iksan. Secara pribadi, ia tidak mau melakukan hal itu karena beranggapan dengan membagi cintanya pada pria lain sama seperti sebuah pengkhianatan terhadap mendiang suaminya. Namun dalam hal ini, bersikap egois bukanlah pilihan yang bijaksana. Ia harus berhenti memikirkan diri sendiri, dan mulai memikirkan masa depan Iksan. Ia harus bisa menemukan sosok pria baru sebagai pendamping hidupnya sekaligus sebagai figur ayah bagi anaknya. Tentunya dasar pertimbangannya adalah masalah keuangan, menyadari pekerjaan paruh waktunya tidak akan bisa mencukupi biaya pendidikan Iksan.

Beberapa bulan terakhir Tuty sedang dekat dengan seorang duda bernama Saiful. Pertemuan mereka benar-benar tidak disengaja, karena pria itu sebenarnya tinggal di Jakarta. Mereka bertemu tiga bulan lalu ketika Tuty melintasi sebuah tanah lapang yang sedang dibangun. Saiful, yang pekerjaannya adalah seorang kontraktor, saat itu sedang mendapat tugas dari kantornya di Jakarta untuk mengepalai pembangunan sebuah hotel di daerah tersebut.

Di awal pertemuan mereka, Tuty hanya ingin bersikap ramah saja pada Saiful yang saat itu tampak kebingungan mencari letak pompa bensin terdekat. Namun pertemuan mereka tidak berakhir di hari itu. Ada pertemuan-pertemuan berikutnya yang sepertinya sudah direncanakan oleh Saiful. Pria itu selalu saja punya alasan untuk bertemu dengan mengatakan ingin tahu tempat-tempat tertentu di kota tempat kelahiran Tuty itu. Tentunya Tuty, sebagai penduduk lokal, tidak sanggup menolak ajakan pria itu. Ia merasa tidak enak sekaligus iba mengingat pria itu sedang terdampar selama berbulan-bulan di kota asing, dan pastinya perlu penghiburan.

Secara fisik, Tuty tidak tertarik pada Saiful, yang besar dengan gumpalan lemak tampak menonjol di seputar lingkar pinggangnya. Penampilan pria itu benar-benar bertolak belakang dengan penampilan fisik mendiang suaminya dulu yang kurus kecil dengan tonjolan tulang-belulang menghiasi bagian sekitar dadanya. Kendati demikian, Tuty masih bisa melihat sisi-sisi positif dari Saiful. Cara bicara pria itu sangat halus untuk ukuran seorang pria yang dibesarkan di kota metropolitan, dan sangat berhati-hati pula dalam memilih setiap patah kata yang akan dilontarkannya. Pria itu juga cukup sensitif saat sedang mencurahkan isi hatinya, saat menceritakan bagaimana perkawinannya dulu yang harus kandas karena adanya pihak ketiga. Entah benar atau tidaknya semua hal yang dikatakan pria itu, Tuty tidak tahu. Dan ia juga tidak mau ambil peduli akan hal itu, menyadari posisinya saat itu tak lebih dari sekedar teman bicara saja. Lagipula, pikir Tuty, kalaupun hubungan mereka bisa berlanjut ke arah sedikit lebih serius, pasti akan berakhir saat bangunan hotel yang dimandori pria itu selesai dibangun. Pria itu pasti akan kembali lagi ke Jakarta saat masa dinasnya berakhir, dan baginya mungkin Tuty tak lebih dari sekedar angin lewat saja untuk menemani kesendiriannya di kota itu. Setidaknya itulah yang ada dalam pikiran Tuty, sebelum ternyata kenyataan berkata lain.

Lihat selengkapnya