Leon sedang berada di School Academic Room, tempat Mr. Dodit mengerjakan pekerjaannya. Ia tidak sendiri tetapi dibantu 2 orang sekretaris. Mr. Dodit meminta mereka keluar, karena ingin membicarakan hal yang penting.
“Bagaimana perkembanganmu? Apa yang kamu dapatkan?”
“Ah, semua sedikit rumit saat Kepala Sekolah membuat pelajaran tambahan dan menggabungkan siswa SS dengan kelas reguler.”
“Sudah kuduga cara itu diterapkannya,” Mr. Dodit duduk di sofa tempat Leon duduk.
“Tahun ajaran baru segera tiba. Jika terus seperti ini, kepercayaan terhadap sekolah kita akan menurun. Dan lagi, ada banyak siswa yang tidak berprestasi bisa masuk ke sini.”
“Semua salah kakakmu! Kalau saja dia tetap mau memegang teguh prinsip Kakek Ciputra dan papamu, tidak akan menjadi seperti ini.”
“Aku juga berpikir seperti itu.”
“Leon, dengarkan Mr. Saat ini, tidak ada yang bisa Mr. percaya di sini, termasuk sekretaris Mr. sendiri.”
“Kenapa begitu? Oya, mereka baru, kan..”
“Entah kenapa Kepala Sekolah juga menyetujui penggantian pekerja. Terlebih semenjak kakakmu ikut mengelola di Academic System. Mungkin suatu saat Ciputra bukan lagi sebagai sekolah yang menaungi prestasi, tapi hanyalah sekolah golongan elit yang condong dengan ambisi.”
“Makanya, gedung kelas SS, khusus yang benar-benar pandai dijauhkan dari reguler.” Leon berpikir sesaat. “Kapan pelaksanaan tes petama?”
“2 weeks more.”
Leon mengangguk dan pamit untuk pergi. Ia berjalan melewati lorong ruang guru yang sepi. Dari kejauhan, ia melihat salah satu anggota keluarganya bersama orang-orang yang tidak dikenalnya.
“Apa mereka orang tua dari siswa di sini? Tapi mengapa bersama dengan Paman Handoko?” Leon ingin melihat di Meeting Room, namun diurungkannya dan berniat untuk bertanya sendiri nanti dengan pamannya.
Jauh di sisi luar gedung, Andra membawa beberapa journal book yang digunakan sebagai referensi bahan ajar, sedang Nara menjinjing laptop dan peralatan gambarnya. Mereka berjalan menuju asrama putri.