Untuk Sebuah Kesempatan (Satu Detik Lagi)

S.S. RINDU
Chapter #8

Bagian Delapan

Suara subuh berkumandang setelah semalaman hujan lebat mengguyur wilayah kota. Nara segera mandi dan menjalankan kewajibannya. Seragamnya masih dicuci dan belum kering, sehingga dia tidak berniat masuk sekolah. Hari masih pagi, bahkan matahari belum menampakkan sinarnya. Dibukanya tas sekolahnya, lalu mengambil ponsel dan tablet PC. Tangannya mengaktifkan daya ponsel dan menunggunya beberapa saat. Ponsel itu aktif seperti sebelumnya.

Banyak sekali pesan masuk, diantara ada paman dan tantenya. Bahkan ia baru sadar jika menggunakan whatsapp. “Mungkinkah ada pesan untukku?” gumamnya melihat seseorang memasukkannya ke dalam grup. Di layar tertera 101 pesan. ‘Kurang kerjaan!’

Nara menutup keduanya lantas berjalan keluar kamar ingin menikmati udara pagi. Kamar Andra masih tertutup. Ia lalu berjalan menuruni tangga dan dari kejauhan melihat Mbak Rumi sudah berada di dapur. Nara terus berjalan keluar dari rumah itu. Ia berniat ingin membeli beberapa pakaian dalam di pasar dekat rumah Andra.

Di sepanjang Jalan Puncak Borobudur, Nara melihat baliho tentang rencana pembangunan di lereng Gunung Kawi. Dengan saksama, dibacanya baliho itu. Sebuah investasi yang menggiurkan untuk pengembang lahan. Matanya tak berkedip. Tiba-tiba perasaannya menjadi kesal.

“Apa-apan ini, bisa-bisanya mereka merencanakan pembangunan di tempat pelestarian desa budaya?!”

Nara berlari dengan membawa tas yang berisi barang yang baru dibelinya. Ia ingin segera sampai di rumah Andra untuk mengecek lokasi yang pasti di baliho tersebut. Ia juga tidak menanggapi sapaan Andra di ruang tamu, dan masih terus berlari. Setelah sampai di kamar, cepat-cepat dibuka laptopnya. Masih ingat dibenaknya, website di pojok baliho itu.

‘Anak cabang Ciputra Grup bekerja sama dengan DPRD Kabupaten Malang akan mengembangkan kawasan perumahan Citra Land 2 di daerah lereng Gunung Kawi Kecamatan Wagir Kabupaten Malang...... Citra Land For Bright Future.....’

‘Bukankah ini....”

Kembali Nara mengecek lokasi tempat tinggalnya. Memang jika Citra Land dibangun akan memengaruhi perekonomian di sana. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di hati Nara. Kekesalan yang tidak dimengertinya membuat ia berusaha keras untuk memecahkan masalah ini.

“Aku harus masuk ke sekolah. Aku perlu menemui anak-anak jurusan komputer!” gunamnya turun untuk mencari seragam sekolahnya. Masih ada 45 menit untuk bisa masuk ke sekolah.

“Mencari seragam? Sudah di setrika Mbak Rumi. Tapi kamu sebaiknya istirahat dulu. Biar Ibu yang mengizinkan sekolah. Oya, sarapan dulu, Nak.”

Nara tersenyum. Ia berpikir bahwa itu tidak perlu, karena memang ada hal penting yang harus dipastikan.

“Aku akan menunggumu. Kita berangkat bersama?!” Andra menyelesaikan sarapan. “Kamu juga harus sarapan.”

Nara menerima seragam dari Mbak Rumi lalu menghampiri Andra dan berbisik, “Aku tidak ingin namaku viral dengan hoaks yang tidak bermutu!”

“Apa? Benar-benar Es Batu!”

Andra masuk ke dalam kelasnya dan belajar secara kelompok bersama Nara seolah tidak terjadi apa-apa. Mereka menyelesaikan tugas tepat waktu meski tertinggal akibat insiden kemarin. Saat istirahat pertama, Nara segera keluar untuk mencari seorang teman yang dikenalnya dari jurusan Jaringan Informasi Komputer. Andra yang curiga dengan tingkah Nara berniat mengikuti diam-diam. Tiba-tiba bahunya ada yang menepuk dari belakang.

“Sedang apa?”

“Pirang! Hush.. Nara..”

Lihat selengkapnya