Beberapa hari telah berlalu. Andra dan Nara tidak bertegur sapa sekalipun mereka satu kelompok bersama. Nara merasa bersalah, namun kebekuan hatinya sudah sulit untuk mencairkannya. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing.
Nara menunggu Adit di kantin sekolah sambil melihat-lihat sketsa Batu Bengkung di Laptopnya. Adit datang dengan sedikit tergesa-gesa. Ia membuka laptopnya dan memperlihatkan beberapa situs yang berhasil ditembusnya. Salah satunya berita tentang penemuan situs peninggalan kerajaan Singosari yang tertimbun di lereng Gunung Kawi. Berita tersebut di simpan dalam arsip yang tidak akan diketahui siapapun dan Adit berhasil melacaknya. Adit juga menjelaskan bahwa berita tersebut pernah diunggah namun hanya 2 jam saja lalu oleh pihak pengunggah dihapus.
“Dit, apa kamu bisa menembus data dari Ciputra Grup?”
“Sayangnya aku tidak bisa, Ra. Tapi kalau data base sekolah ini aku pernah melacaknya.” Adit tertawa kecil.
“Apa untuk melihat jawaban ujian?”
“Heheh.. Kamu benar sekali.”
Nara menggelengkan kepalanya dan masih mempelajari isi situs yang ditunjukkan Adit. Nara jadi teringat ucapan Leon tentang penurunan kualitas pembelajaran Ciputra.
“Oya Dit. Apa kamu tahu mengapa sekolah kita menjadi seperti ini?”
“Menjadi seperti ini maksudnya?”
“Kenapa gedung kelas Smart School harus dipisah, padahal sekolah kita sudah internasional. Dan sekarang kita harus membantu belajar siswa reguler. Seperti ada sesuatu.”
“Benar juga ya. Aku sampai tidak berpikir seperti itu. Tapi, apa hubungannya dengan Kita? Toh kita sudah masuk SS dan hanya harus mempertahankannya. Kamu juga mengapa harus peduli?”
“Leon..”
“Apa? Apa kamu menyukai anak pemilik sekolah?”
“Bukan seperti itu. Dia hanya teman masa lalu. Meskipun begitu, ada hal lain yang membuatku ingin Ciputra kembali seperti dulu. Bukankah kamu dulu masuk ke sini dengan ujian ketat? Oh, kamu sudah bisa lihat isi soal di situs Ciputra ya.”
“Hmm, dulu aku belum bisa seperti sekarang. Ya, dulu sangat sulit untuk masuk sekolah ini. Bahkan aku rela menghafal banyak penjabaran dari kisi-kisi yang diberikan ayahku.”
“Bukankah semua siswa seperti itu?”
“Ya, seperti itu.” Adit yang sedang memainkan ponselnya tiba-tiba teringat sesuatu. Ia mengambil alih laptopnya dan mengetik dalam pencarian.
“Ada apa?”
“Ra. Aku ingat dulu ujian dengan beberapa siswa pandai, tapi entah mengapa mereka tidak masuk ke sini. Padahal nilai mereka jauh di atasku. Nah, ini mereka.” Adit menunjukkan nama-nama peserta ujian masuk beserta alamatnya. Ada satu nama yang familiar di pikiran Nara.
“Sifayuna, komplek perumahan Citra Land?”
“Apa kamu mengenalnya? Dia seharusnya sekolah di sini, tapi aku tidak melihatnya waktu orientasi. Dia cukup manis dengan keangkuhannya.”
“Ah, sifatnya masih sama. Kurasa aku akan segera mendapat jawabannya. Aku akan ke rumahnya.”
“Kamu akan menemui dia? Sepertinya dia sudah pindah tahun lalu. Tapi aku tahu di mana alamatnya yang baru.”
“Dari mana kamu tahu?”
“Dia pacar kakakku.”
“Apa..?!!”
“Bagaimana dengan Batu Bengkung? Bukannya kamu harus ke tempat itu? Ah, aku jadi heran, kenapa Ciputra Grup ternyata kacau seperti ini. Sekolah kacau, perusahaan kacau.”
“Oiya. Kamu saja yang menemui Sifayuna. Aku akan ke Wagir.”
“Aku? Mengapa harus aku?”
“Karena kamu yang paling dekat dengan dia. Apa kamu ingin international school menjadi worst school? Sudah, nanti hubungi aku lagi jika sudah mendapat jawaban!”
Nara menutup laptopnya dan meninggalkan Adit di sana. Ia melewati Andra yang sedang menuju kantin untuk mencari Adit. Andra mengacuhkan Nara seolah tidak mengenalnya. Sebenarnya ia ingin menyapa, namun ketika mengingat kata-kata Nara tempo hari, membuatnya jengkel.
“Dari tadi kamu di sini. Aku menghubungimu sejak pagi, kamu tidak menjawabnya.”