Andra sedang bersama Sandi dan Adit di sekolah saat mendengar kabar Nara sakit. Ia meminta share location di ponselnya dan berniat langsung ke tempat Nara saat pulang sekolah. Ia juga memiliki informasi penting untuk Leon sehingga harus segera menemuinya. Adit dan Sandi yang nampak khawatir ikut membuntuti Andra dengan taksi yang mereka pesan.
Nara mulai membuka mata setelah kurang lebih 8 jam tidak sadarkan diri. Ia menatap langit-langit dan sekeliling kamar yang berukuran 5x4. Begitu familiar. Tidak ada orang di dekatnya, hanya terdengar suara dari luar kamar. Kepalanya masih pusing, tubuhnya lemah. Di pergelangan tangannya terpasang infus yang membuatnya tersentak. Ia memandang sekeliling ruang. Ia berada dalam kamarnya sendiri.
‘Ah, pusing. Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku di rumah Nenek?’ pikirnya sembari duduk bersandar. Diingatnya beberapa hal yang dialaminya. Dia menatap Leon dan memeluknya.
“A-apa? Kenapa Aku memeluk Leon? Oh, tidak!” Nara memejamkan mata lalu mencoba mengingatnya kembali. Adegan di mana dirinya memeluk Leon dan Leon mencium keningnya.
“A-aa....”
Teriakan Nara membuat semua orang yang berada di luar membuka pintu dan menghampirinya. Wajahnya yang pucat menutupi kepanikannya. Nenek dan Miss Nisa tampak cemas. Di belakangnya, Paman Rahmat serta Leon ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
“Nak, Nenek sangat khawatir. Kamu membuat kami semua takut. Apakah kamu sudah mulai membaik?” Nenek membelai wajah Nara. Belaian yang selalu ia rindukan. “Maafkan Nenek.”
“Nara.” Paman Rahmat tersenyum. Miss Nisa duduk di sampingnya. Mata Nara berlinang. Ia tak kuasa menahannya. Di benamkan wajahnya ke dada neneknya. Nenek yang berlinangan kemudian memeluk cucu kesayangannya itu. Suasana haru membuat Miss Nisa dan Paman Rahmat menyeka air mata mereka.
“Suhu tubuhmu belum turun,” Miss Nisa memegang kening Nara. “Kamu belum makan sedari pagi.”
“Mau makan bagaimana, dianya merem.” Paman Rahmat menggoda istrinya.
“Mas tuh, yang ikut merem dari tadi di sampingnya!”
“Kalian berdua selalu seperti ini.” Nara tertawa kecil.
“Hmmm... Baiklah, Nak. Apa Tante belikan sup iga? Kamu kekurangan zat besi. Atau Tante buatkan bubur kesukaanmu? Sate? Gule? Nasi padang? Gado-gado... Atau apa, ayo, Nara minta apa saja, akan tante carikan!”
“Ah, Tante malu-maluin. Nara kan bukan anak SD lagi. Hehehe.. Tante Nisa seperti pelayan stand-stand Mall yang menawarkan dagangan.”
“Hahaha... Bener tuh, ponakanmu. Orang sakit ya tidak ingin makan semua itu.” Paman Rahmat tertawa. Miss Nisa ikut tertawa.
“Tante buatkan sup dan bubur saja.”
“Nenek akan membuatkan jamu herbal buatmu.”
“Jamu?” Nara tercengang. Ini adalah bagian yang tidak disukainya saat sedang sakit. Minum jamu khas Nenek. Dan Nara tidak mampu menolaknya.
“Nenek mengucapkan terimakasih pada Nak Leon yang sudah menggendong Nara sampai ke rumah.”
Nara melihat ke arah Leon di samping pamannya. Ia sampai lupa kalau sedari tadi Leon juga berada di dekatnya.
“Menggendong?”
“Tadi Nenek sempat terkejut, dia pergi pagi-pagi tanpa pamit dan tiba-tiba pulang sudah bawa kamu. Tapi alhamdulillah, Nenek bersyukur dengan kejadian ini, kamu bisa kembali bersama kami.”