'Meski semakin jauh asamu untuk kau gapai .. Meski rindu yang akan menjadi teman dalam sepimu..Ingatlah ada satu hati di sini.. Yang senantiasa tulus menatapmu'
Nara tersenyum melihat isi puisi Andra. Dipeluknya kertas itu. Ada banyak kenangan yang disimpannya dalam kotak miliknya. Kerang pemberian Leon termasuk di antaranya. Ia meletakkan kerang di telinga. Suara dengingan yang menenangkan. Diraihnya kembali kertas-kertas yang tertumpuk dalam kotak. Senyumnya kembali mengembang.
Kekasih Bayangan.
Nara membaca kertas yang berisi puisi tanpa judul dari kekasih bayangan. Nara yakin, penulisnya adalah orang yang dikenalnya. Disisihkan puisi itu, dicocokkan dengan puisi yang dibacakan Andra saat pentas seni sekolah dulu. Tulisan yang sama.
“Ah, apakah aku harus mengatakan padanya?”
Nara kembali melihat isi yang lain. Ada beberapa surat yang sangat familiar dengannya. Paling bawah, sebuah amplop berwarna merah yang tidak jelas juga siapa penulisnya. Itu adalah surat pertama yang ia terima dari seseorang yang bahkan sampai sekarang tidak jelas siapa pengirimnya. Dibukanya isi amplop itu. Entah kenapa jantungnya berdebar-debar. Dirinya masih mendengarkan dengingan suara kerang.
‘Aku selalu memperhatikanmu selama waktu terakhir. Sungguh, senyummu selalu terbayang di mataku. Kamu adalah Bidadari Putihku yang tak pernah hilang dari pikiranku.
Aku adalah Super-Man yang selalu ada di dekatmu. Aku telah memberikan sinyal udaraku kepadamu. Tidakkah kamu merasakan juga. Tertanda Super-Man.”
Nara tertawa kecil, tetapi masih dengan debar yang mulai teratur. Ia mencocokkan tulisan yang ternyata sangat berbeda. Jelas penulisnya adalah orang yang tidak sama.
“Eh, kenapa aku berdebar-debar? Apa karena Super-Man yang lucu, menyebutku Bidadari Putih..? Oh, jadi kekasih Super-Man adalah Bidadari Putih,” katanya tertawa lagi.
Tidak ada lagi yang ingin diambilnya, ia berniat menutup kotak itu dan menyimpannya kembali. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Sebuah memory card dalam wadah berwarna putih. Nara merasa tidak pernah memilikinya, tetapi mengapa ia menyimpannya. Dengan tertatih dan memegang slang infus, ia mengambil card reader lalu memasang memory card itu. Perlahan ia menancapkan pada laptop, mencoba melihat isinya.
Beberapa saat setelahnya, sebutir air mata jatuh di mata kiri Nara. Dadanya tiba-tiba menjadi sesak. Kenangan tentang ayahnya dan tayangan berita kecelakaan beberapa tahun lalu terbayang di benaknya. Kata-kata ayahnya tentang ketidakstabilan pimpinan Ciputra, semua terangkum dalam gambar dan data-data dalam memory card itu.
*****
Andra masuk sekolah pagi-pagi sekali untuk menyiapkan rencana festival sekolah setiap tahun. Terlihat banyak siswa baru yang hendak melakukan tes di aula sekolah. Ia jadi teringat betapa sulitnya masuk Ciputra kala itu. Melihat kenyataan sekolahnya melakukan jual beli bangku dan penyuapan, ia jadi tidak memiliki respect sama sekali terhadap kegiatan itu. Sebelumnya, ia menemui Leon di ruangan Mr. Dodit.
“Apa sudah kamu pikirkan, mana yang akan kamu selesaikan lebih dulu?”
“Aku sebenarnya kurang yakin. Tapi aku akan membereskan masalah sekolah ini dulu,” Leon menunjukkan berkas sebagai bukti kuat yang telah terkumpul. “Aku akan melakukannya saat rapat umum komite.”
“Baiklah. Katakan jika kamu butuh bantuan..” Andra meninggalkan ruangan bertepatan dengan Mr. Dodit masuk. Ia membungkukkan badan dan berlalu.
Hari ini Nara sudah kembali ke Asrama. Ia tidak ingin tinggal di perumahan dinas Paman Rahmat karena letaknya agak jauh, tidak bisa untuk jalan kaki. Nara lebih senang berjalan kaki daripada harus bersusah payah naik kendaraan umum atau nebeng keluarganya. Ia perlu banyak privasi untuk menghabiskan waktu sendiri.