Adit sampai heran, bagaimana Leon bisa menyiapkan begitu cepat kembang api padahal dirinya hendak mengejutkan pertemuan dengan Nara. Leon hanya tertawa kecil, mengingat ia sangat terkejut dan langsung bergegas menghubungi para asisten rumah tangga untuk menyiapkan semuanya. Leon sendiri sebenarnya ingin mengajak Nara makan malam berdua di luar.
“Apa ini?” Nara mengambil kepingan CD yang berserakan di atas karpet.
Semua diminta Adit untuk duduk di karpet. Ia hendak menjelaskan sesuatu tentang temuannya. Sebelum itu, Adit memutar ulang kejadian kecelakaan beruntun yang melibatkan Ayah Nara. Nara menguatkan hatinya, meski air matanya mengalir. Ia melihat kejanggalan dari motor yang dikendarai ayahnya yang ternyata mengalami rem blong, bertepatan dengan truk yang juga mengalami rem blong. Tubuh Nara gemetar melihatnya. Setelah itu, Adit menunjukkan lagi rekaman CCTV dari rumah Leon yang di Yogyakarta, yang di bawa Sena. Terlihat jelas Niko membawa minuman untuk papanya di ruang kerja, selang beberapa jam papanya pingsan. Tetapi waktu itu Niko tidak kembali lagi, kemungkinan sudah meninggalkan kediaman. Terlihat jelas raut wajah Leon yang sangat marah.
“Ini sudah bisa menjadi bukti bahwa kakakku yang brengsek itu yang meracuni Kakek dan memintaku membawakannya. Dan sekarang Papa? Aku yakin dia yang membuat proyek ilegal Citra Land. Juga pamanku yang tidak tahu diri. Kakek sudah baik dengan mereka. Kenapa melakukan penyuapan dengan nilai yang tidak seberapa?!”
“Leon, rekaman yang kamu temukan rusak. Padahal ini akan terlihat jelas siapa yang meletakkan racun..” Adit mencoba berkali-kali, tapi tetap tidak bisa.
“Sudah jelas itu..!!”
“Tapi kamu juga yang mengantar minuman untuk Kakek. Apa kamu juga mau dituduh pelakunya?”
“Tuan. Maaf, jika saya menyela. Hanya ada satu cara untuk menemukan siapa yang meletakkan racun,” kata Pak Kim lirih. “Tuan Leon harus memiliki semua rekaman CCTV rumah di Yogyakarta.”
“Tidak mungkin, Pak. Setiap satu tahun sekali semua rekaman dilakukan pemusnahan.”
“Izinkan saya untuk kembali ke Jogja, Tuan. Saya akan kembali dalam beberapa hari.”
“Tapi kan kita harus ke Magetan?”
“Benar juga. Tapi sepertinya ada hal yang aneh di ruang kerja kakek Tuan. Saya janji kurang dari seminggu kita kan mendapatkan semua bukti,” Pak Kim meyakinkan. Sementara Leon tampak ragu. Ia tidak ingin Pak Kim meninggalkan dirinya di saat seperti ini.
“Aku akan menemanimu ke Magetan,” Adit tersenyum.
“Aku juga..” Nara mengedipkan pelan kedua matanya, mengisyaratkan bahwa Leon tidak akan sendiri.
“Tapi waktu yang tepat adalah saat festival, agar tidak ada yang curiga..” Leon masih ragu.
“Bukankah pamanmu dan para staf sudah tidak bisa datang?”
“Iya, Dit. Tapi jika melibatkan kalian berdua, akan sangat beresiko. Ancaman Paman sepertinya tidak main-main.”
Nara meyakinkan Leon untuk tenang. Pada akhirnya, Leon merelakan Pak Kim sendiri pergi ke Yogyakarta. Di sana pasti ada Resan dan ia akan menghubungi Sena untuk melindungi Pak Kim agar tidak ketahuan Niko. Tapi sesaat kemudian Leon ingat bahwa Sena sedang berada di Belanda.
Tiba-tiba Leon mendapat pesan intercom kamarnya. Ia merasa tidak memiliki janji dengan siapapun. Nara yang ingin berpamitan pulang berjalan di belakang Leon dan melihat Andra yang sedang berdiri di dekat jendela.
“Keong?”