Sudah seminggu Andra tidak membuka matanya. Nara yang setiap hari mengunjunginya bahkan tidak merasa lelah. Ia terus bercerita tentang keadaannya, masa kecil mereka, bahkan menguatkan Andra untuk segera pulih agar dapat membuat kenangan-kenangan indah lagi dengannya. Sang Ibu yang tidak sengaja mendengar ungkapan Nara menangis di luar ruangan. Ia tidak menyangka Nara sangat mencintai putranya itu. Tetes-tetes air mata bergulir di pipinya. Suami yang ada di sebelahnya mencoba menenangkannya.
Hari ke 10, Andra mulai menggerakkan jari tangannya. Ia dapat merasakan udara di sekitarnya, meskipun tak mampu membuka matanya. Dirinya hanya mampu mendengarkan suara-suara di dekatnya. Suara seseorang yang sangat dirindukannya.
Esok hari, dokter telah mengetahui perubahan baik dalam tubuh Andra. Ia menyarankan agar pasien terus diajak komunikasi untuk membantu memulihkan syaraf tanggap otak. Nara yang senang dengan itu terus mengajak Andra bicara. Ia juga sempat menyanyikan lagu yang pernah dibawakan Andra untuknya.
Andra mulai bisa membuka matanya dan mendapati Nara yang tidur di sebelahnya. Ia ingin menggerakkan tangannya untuk meraih tangan Nara, namun tidak bisa. Tubuhnya begitu lemas. Bahkan cahaya yang silau membuatnya ingin menutup matanya kembali.
Tepat saat itu, Leon datang sendiri. Lengannya masih dibalut perban dan ia berjalan dengan sedikit tertatih. Nara tersenyum, mempersilakan duduk. Leon tidak menyangka Nara masih mau menerimanya. Ia mengatakan kalau dirinya di antar mamanya dan sedang menunggu di luar bersama orang tua Andra. Andra mendengar pembicaraan mereka.
“Bagaimana? Apakah Andra sudah sadar?” Leon melihat Andra yang masih diam tak menunjukkan perubahan. Nara hanya menggelengkan kepalanya. Sudah 12 hari sejak kejadian itu, baru saat ini Leon bertemu dan bisa berbicara dengan Nara.
“Maaf,” katanya lagi. Nara diam. “Maaf telah melibatkan kalian berdua dalam masalah ini. Dan membuat Andra menjadi seperti itu,” Leon mengusap wajahnya lalu menyibak rambut pirangnya.
“Ketika aku masih kecil. Aku selalu ingin berusaha mengalahkan Andra dalam bakatnya. Berusaha menirunya. Bahkan hingga saat ini, aku selalu kagum dengannya. Aku tidak bisa menjadi sepertinya. Terlebih saat dia berusaha mendapatkan hatimu, dia masih melihatku sebagai sahabatnya. Dia selalu mengatakan bahwa aku saingannya. Padahal dia hanya mencoba membuatku bertahan dan agar aku tetap berjuang mendapatkan tempatku. Aku tidak pernah menyadari itu..” Leon menyeka air matanya.
“Aku kira aku adalah siswa paling pandai di sekolah, karena nilai sempurna yang selalu kudapat tanpa menyontek. Mendapatkan banyak teman dengan reputasiku sebagai siswa SS terbaik. Tapi nyatanya aku sungguh bodoh. Saat aku melihat Andra yang berteriak dan berusaha lari ke arahmu, aku sadar, bahwa bukan kamu saja yang hendak diselamatkannya. Tetapi akupun. Aku benar-benar pengecut.”
Nara yang masih diam ikut menyeka air matanya dan menutupi matanya. Ia masih belum ingin menanggapi, membiarkan Leon berbicara lebih banyak.
“Aku minta maaf telah memperlakukan tidak baik terhadapmu saat berada di Magetan tempo hari. Aku tidak menyadarinya. Bahkan aku sangat senang saat semua mendoakan bahwa kita akan berjodoh, tanpa menyadari perasaanmu. Ah, bukankah aku menyedihkan?” Leon memutar badannya menghadap Nara.
“Aku sangat mencintaimu Ra. Sejak dulu, bahkan sejak pertama kali bertemu denganmu di sungai. Apa kamu tidak mengingatnya? Kamu mendapat banyak sekali keong dan tiba-tiba memberikannya padaku begitu saja. Tidak memandangku karena aku anak orang kaya. Aku sangat bahagia, terlebih saat kita bertemu lagi di sekolahku yang baru. Aku merasa kita berjodoh. Lalu, aku mulai mencoba mengirimimu surat. Aku mengira jika aku jujur, pasti akan mendapat masalah. Aku mengatasnamakan diriku sebagai Super-Man, sosok yang selalu menjadi tempat curahan hatimu.”
Tangis Nara kembali pecah. Ia menatap Leon dengan mata dan pipi yang merah.
“Kamu tahu aku menunggumu, kenapa tidak membalas? Aku selalu mengatakan bahwa aku menyukaimu. Dan kamu tidak pernah mengakui kalau kamu adalah orang yang aku suka? Kamu, Leon. Aku sangat menyukaimu. Bahkan aku sampai rela membelikanmu hadiah yang menurutku sangat mahal hanya agar kamu juga menyukaiku. Aku juga bertanya padamu apakah Super-Man itu dirimu, tapi bahkan kamu tidak mengatakannya. Setelah itu, aku mengira kamu dan dirinya orang yang berbeda. Kenapa kamu tidak membalas juga tidak datang ke jembatan waktu itu?”
“Aku membalasnya, Ra..!” Leon membawa secarik kertas usang dan diberikannya pada Nara.