Leon sudah tidak ada. Ia terbang ke Belanda untuk mendapatkan ilmu yang lebih baik, sekaligus melupakan Nara. Sedangkan Andra memilih melakukan pembelajaran daring untuk memulihkan kesehatannya. Hanya sesekali tampak saat melakukan ujian saja. Ia juga menghindari Nara untuk alasan yang tidak masuk akal.
Nara sering bertandang ke rumahnya. Rumah barunya yang saat ini tidak terlalu jauh, sehingga dirinya selalu menyempatkan diri untuk melihat Andra. Sayangnya, Andra selalu menolak kehadiran Nara. Andra marah-marah tanpa sebab, meski setelah itu ia menangis diam-diam. Ayah dan ibunya menyayangkan sikap Andra yang kekanakan. Mereka bahkan marah karena Nara yang berusaha merawatnya malah mendapat perlakuan yang buruk darinya. Hingga waktu 6 bulan yang panjang telah terlewatkan.
Nara mendapat hadiah fashion foto terbaik saat festival sekolah tahun lalu. Ia juga mendapat tawaran kerja dari negara Singapura yang tertarik dengan sketsa 3D tentang pengembangan proyek miliknya. Ia sangat bahagia, hingga tanpa sadar malah menangisinya. Tidak ada gunanya jika ia tidak bisa bersama Andra. Semua yang dilakukan untuk Andra bahkan tidak pernah mendapat balasan yang baik darinya. Nara benar-benar seperti kehilangan orang yang dicintainya. Meskipun begitu, ia masih saja memberikan makanan kesukaan Andra atau melihatnya sekilas dari luar rumahnya.
“Bahkan cinta itu bisa terasa sangat indah. Meskipun ia datang dari sekumpulan rasa sakit..”
Bulir-bulir air mata jatuh di pipi gadis cantik itu. Ia masih termenung memandangi senja yang kehilangan jingganya. Apa yang harus dilakukannya?
*****
Beberapa bulan sebelumnya, Leon sudah tidak ingin mengganggu hubungan Andra dan Nara. Ia fokus dengan kehidupannya sendiri. Saat sidang dimulai, Leon meyakinkan kakaknya Niko untuk bersabar karena dia akan membebaskannya dan mencabut tuntutannya. Namun, karena beberapa bukti ada yang mengarah padanya, dirinya mendapat hukuman selama 3,5 tahun penjara. Sementara pamannya mendapat banyak pasal berlapis, mengenai pembunuhan berencana, percobaan pembunuhan, penculikan, pengembangan proyek ilegal, hingga kasus penyuapan di sekolah. Pamannya mendapat hukuman mati. Leon yang menangis langsung memeluk mamanya. Almarhum kakeknya dan Pak Kim pasti sangat bangga dengan semua kerja kerasnya menegakkan keadilan untuk keluarga Ciputra.
Leon dan mamanya sepakat untuk menyusul sang Papa ke Belanda. Mamanya yang tahu bahwa putra kesayangannya telah patah hati meyakinkan bahwa jodoh ada di tangan Tuhan. Ia pasti akan mendapat yang lebih baik untuk hidupnya nanti. Sayangnya, Leon sudah tidak ingin membuka hatinya kembali. Tapi entahlah, karena Tuhan mampu membolak-balikkan hati manusia.
*****
Di tempat Andra, suasana sangat hening. Ia begitu merindukan Nara yang tidak pernah selama hampir setahun ini ditemuinya. Ketakutan akan kematian selalu menghantuinya. Meskipun pada dasarnya bukan kematiannya, tapi takut menyakiti Nara saat Tuhan menjemput untuk menghadap-Nya. Sungguh hal yang tidak berdasar. Dilihatnya Nara dari balik jendelanya. Nara yang tulus, Nara yang tidak pernah sekalipun meninggalkannya. Ia menjadi semakin merasa bersalah.
Bulan ke enam setelah ujian kelulusan, Nara mendatangi rumah Andra. Ia bertekad tidak akan pergi meskipun Andra menolak untuk menemuinya. Namun kali ini berbeda. Orang tua Andra melihat pintu kamar putranya yang setengah terbuka dan langsung meminta Nara untuk menemuinya. Dengan tenang, Nara masuk menyapa Andra yang diam. Ia tampak sehat dan tengah duduk di tepi jendela.
“Aku tidak yakin kamu menerima kehadiranku, tapi yang jelas aku ingin menyampaikan sesuatu padamu,” Nara duduk di dekat Andra yang mengacuhkannya.
“Aku pamit. Aku akan pergi dan tidak akan pernah datang lagi ke sini. Sudah cukup untuk mengejar orang yang sudah tidak memiliki perasaan yang sama. Aku harap kamu akan lebih bahagia tanpa orang sepertiku di sini. Jaga dirimu baik-baik!” Nara bangkit dan hendak pergi, namun Andra buru-buru meraih tangannya.
“Jangan pergi!”
Nara menoleh saat melihat Andra yang buru-buru menyeka air matanya. Nara yang berkaca-kaca menahan sekuat mungkin air matanya agar tidak jatuh. Ia duduk kembali, seraya menghadapnya.
“Jangan pergi!” pintanya lagi. Nara tersenyum lalu meletakkan kedua telapak tangannya di pipi Andra.
“Apakah Diandraku yang aku kenal ternyata cengeng seperti bayi? Hmm, bahkan entah kenapa aku sangat merindukan si Bayi ini.”
Seketika Andra langsung memeluk remaja perempuan itu di hadapannya. Ia benar-benar sangat merindukannya. Merindukan apapun saat bersamanya. Mereka saling menumpahkan tangis bersama.
“Andra!” panggil Nara lirih. Andra melepas pelukannya, ditatapnya wajah ayu itu yang tersenyum menatapnya.
Nara mendekatkan wajahnya pada Andra. Tangannya yang sedikit gemetar memegang lengan laki-laki bertubuh atletis itu. Sesaat setelahnya, ia seperti telah melepaskan banyak dopamine dalam tubuhnya. Ia mencoba menautkan bibirnya dan melakukan gerakan dengan lembut. Andra yang sedikit terkejut mulai merasakan ciuman pertamanya dengan Nara hingga tidak sadar ada sepasang mata yang melihatnya di balik pintu yang terbuka. Perlahan Bu kasih menutupnya.
“Ada apa? Kenapa di tutup?” Pak Jendra yang hendak mengetahui apa yang terjadi dicegah dan buru-buru diajaknya turun. Dengan perasaan bingung ia nurut saja perkataan istrinya.
“Nara.. Kamu?” Andra yang masih tidak percaya ingin bertanya mengapa Nara melakukannya, namun di tahannya.
“Aku mencintaimu, Andra. Aku sayang kamu,” katanya berbisik. Andra mengerti dan senang dengan pernyataan Nara lalu segera memeluknya. Di kecupnya rambut perempuan yang dicintainya itu. Ia dapat merasakan kembali hasrat yang telah lama dipendamnya. Tubuhnya begitu merinding hingga merasuk ke urat syarafnya. Mereka kembali saling menautkan bibir.