'Perpisahan yang paling menyakitkan adalah saat Tuhan telah memanggil seseorang yang kamu sayangi untuk kembali ke hadapan-Nya. Namun itu semua bukan alasan untuk menyesali semua.
Aku sedang belajar mencintai kehilangan. Saat Tuhan memberiku banyak kesempatan, bahwa singgah hanyalah bentuk jalan. Agar bisa mensyukuri arti kebersamaan. Karena setiap kehilangan tak hanya meninggalkan luka. Tetapi juga makna.'
Nara mengambil laptop dan mulai menulis kembali potongan kisah dalam hidupnya. Ia sangat mensyukuri kehidupan yang ia jalani dengan orang-orang yang kini telah meninggalkannya. Ia tersenyum sembari menyeka air matanya. Ia juga telah berencana akan menerbitkan kisahnya ke dalam sebuah novel agar menjadi inspirasi sekaligus kenangan yang indah untuknya.
Nara berdiri menghampiri foto yang di dalamnya ada dirinya dan suaminya, juga anak-anak mereka. Ia memejamkan matanya. Hembusan angin sejuk merayap di sekujur tubuhnya. Wangi parfum yang menenangkannya.
Seseorang memeluk tubuh Nara dari belakang. Nara bisa merasakannya. Namun hanya sesaat, setelah itu ia melebur bagai asap putih.
“Andra.. Bukanlah mustahil... Aku begitu menikmati cinta ini setelah kehilanganmu. Rasa ini semakin melekat. Seolah tak ada jarak antara aku denganmu. Meski nampak sendiri, aku bisa mencipta bayangmu dalam gempita sajak-sajak rinduku.”