Untuk Siapa Cinta Abdi?

Muhammad Hasan
Chapter #11

Bab 11

Awal pekan. Hari paling membosankan, tidak menyenangkan, dan perasaan tidak senang lainnya. Karena waktu ini, kita kembali ke dunia nyata. Pekerjaan. Pembelajaran. Waktu bersenang-senang telah selesai. Saatnya kembali serius menjalani kehidupan. 

           “Hooaammmmm……” Abdul menguap begitu lebar. Ia masih di atas motornya. Malas sekali bangkit berdiri. Angin pagi pun masih sejuk, membuat tubuh mengantuk. 

           “Hooaaaammmmm…..” ia menguap sekali lagi. Lebar. Dibiarkan terbuka begitu saja. Lantas, tangannya naik ke stang motor, kemudian kepalanya jatuh ke atasnya. Posisi yang sama di kelas, namun menggunakan stang sebagai pengganti meja. 

           “Oi, Dul.” seseorang menyeru. 

           “Hmm…” Abdul mengangkat kepalanya. Ia mendapati Abdi yang nampak segar bugar bersemangat. 

           “Heh, kon ora kesel no, Di?” 

           Abdi tidak menjawab. Ia sudah berlalu duluan memasuki gedung fakultas. 

           ***

           “Anying, wes jam pitu, lantai telu. Ngenes temen uripe ya….”[1] gerutu Abdul sambil membuka pintu kelas. 

           “Di?” Abdul memanggil. Pandangannya pun menyapu seluruh kelas. Namun, tidak ada orang sama sekali.

           “Lha, bener, kok.” Abdul mengecek grup WA, juga jadwal yang ada di web kampus. Kemudian, ia mundur, mengecek nomer kelas pada papan di sebelah pintu. 

           “Mboh, lah.” Abdul tidak peduli. Dia segera menaruh tasnya di sembarang meja. Menarik satu kursi dari bangku sebelah, menjajarkannya dengan dua kursi lainnya. Kemudian tiduran di atas ketiganya. 

           ***                                     

           “ASSALAMU ALAIKUM…” seseorang lainnya datang dengan PDnya. Penuh histeris. Namun, ia langsung terheran-heran mendapati kelasnya kosong. 

           “Heh?” dia kebingungan. 

           “Ini kelas 307?” seseorang lain bertanya. Lembut suaranya. Bu Dosen. 

           “Eh, Bu..” orang PD itu adalah Nadhira. Berangkat sendirian. 

           Waduh gimana ini? Nadhira kebingungan.

           Dirinya memang sejak awal berangkat tadi sedikit ketakutan. Jam menunjukkan pukul 07.11. Dia telah telat lebih dari sepuluh menit. Panik. Sangat tidak mencerminkan sebagai penimba ilmu yang teladan. Tidak meneladani apa yang dirinya ucapkan di awal semester pada kawan-kawan kamarnya dengan percaya diri kala itu.

           Namun, kecemasannya itu menguap ketika mendapati parkiran fakultas yang masih benar-benar sepi, juga kehidupan di dalam gedung fakultas yang masih tidak belum muncul, terasa tidak ada siapa-siapa di sana. Tidak kelihatan orang sama sekali. Mungkin hanya satu atau dua atau tiga yang berlalu lalang. Semua orang benar-benar menghilang. 

           “Kok, nggak ada orangnya?” Ibu Dosen masuk. 

           “Iya, Bu.” Nadhira mengangguk. Ia segera menaruh tas dan membuka chat grup. 

Ndhraa~: Guys, sudah ada dosennya, lho

           Memang centang dua. Namun hanya tersampaikan untuk beberapa. Yang lebih parah, tidak ada yang membacanya. Sepuluh detik, setengah menit, hingga satu menit. Nadhira cemas. Waktu terasa begitu lama. Ibu Dosen sejak tadi memandangnya.

           “Gimana, nok…” panjang kali vokal akhirnya. Ibu Dosen lupa nama Nadhira.

           “Nadhira, Bu.” Ujar Nadhira sambil mengangguk sopan. 

           “Iya, gimana, Nadhira?” 

Lihat selengkapnya