Untuk Siapa Cinta Abdi?

Muhammad Hasan
Chapter #25

Bab 25

“GOLLLLL!!!!” Abdi berteriak kencang, senang sekali. Kedua tangannya mengepal kuat. Wajahnya garang, macam Mbappe setelah gol keduanya di final World Cup 2022. Lantas, tangan kirinya mengeplak punggung Abdul yang ada di sampingnya. Wajah kawannya itu berbeda jauh. Tertekuk. Penuh kekesalan. 

“Hahaha… Tiga kosong, Dul. Hmmm,” alis kanan Abdi naik-naik. Mukanya menyebalkan. Memperburuk suasana hati Abdul. 

“Sudahlah, Dul. Dirimu mending tidur saja! Ngapain juga dibantuin melek, tapi ternyata kalah. Dibantai pula. Hahaha …” Abdi masih mengolok-olok kawannya itu, sambil menepuk-nepuk punggungnya. 

Ancuk!! Geger wae, Di. Menang sepisan tok bae bangga ne poll,” sosor Abdul yang benar-benar sudah panas. 

“Lah, yang penting menang,” Abdi tidak peduli. Bangga dan penuh senyuman, menjadi pemandangan yang menyebalkan. 

Telu kosong tok, leh,” tapi Abdul masih belum mau kalah. “Timku tau menang 11-0.” imbuhnya. 

“Ya, Ya. Pecundang selalu membahas masa lalunya. Tambahi saja sekalian UCL terbanyak. Dan banyak prestasi sejarah lainnya,” Abdi dengan enteng membalasnya sambil mengibaskan tangan. 

Akhh… mbuhlah,” Abdul bangkit dari hadapan layar laptop. Pertandingan menginjak menit 89. Melakukan aksi comeback pun sepertinya percuma. Tidak akan mengejar sampai angka tiga. Malam pun sudah lebih dari setengah, pukul 00.21. 

Nyong turu sek, ya,” ucap Abdul sambil menguap. Ia merangkak menuju kasurnya. 

“Lah, nggak nonton sampai selesai?” 

“Hooaaahhh… . Nyong turu sek, ya, Di.” 

Abdi tersenyum. Ia kembali menyaksikan pertandingan yang sekarang menjadi sebuah pemandangan menakjubkan. Kecantikan nampak jelas di sana. Keindahan. Spektakuler. Ia akan menyaksikannya sampai detik terakhir, sekaligus melihat siapa yang menjadi MOTM pada pertandingan tersebut.

Hingga tiba-tiba,

TRIINGG

“Anying!!” Abdi berseru terkejut ponsel di sampingnya berdering kencang. 

“Heh?” ia kaget mendapati nama sang penelepon. 

‘SCP’

“Alamak,” Abdi kalangan kabut. Abdul yang belum terlelap menyaksikannya. Ia merangkak mendekat, menyaksikan nama ‘SCP’ di layar ponsel Abdi yang masih berdering. Tanpa pikir panjang, dengan kejahilan akut tingkat dewa, Abdul menekan tombol hijau. 

CUKK!!” Abdi mengumpat kesal. Kawan yang tadi dibuatnya sebal sekarang membalasnya, dengan senyuman yang sungguh tidak menyenangkan. 

“Alhamdulillah, diangkat,” seruan lembut terdengar dari ponsel Abdi yang masih tergeletak. Abdi masih diam, sedangkan Abdul masih tersenyum menyebalkan. Keduanya saling mengumpat dengan bisikan, supaya tidak terdengar. 

“Heh, Abdi. Kok nggak ada jawabannya,” suara Sekar kebingungan. 

“Apakah ternyata kepencet doang, ya?” gumamnya. Ia pun mengucap salam, 

Assalamualaikum …” 

Abdi diam. Abdul menatapnya dengan tersenyum. Abdi menggeleng.

“Halo, Abdi. Assalamualaikum …” Sekar memanggil lagi. 

Abdi meletakkan telunjuknya di depan mulut. Menyuruh Abdul untuk diam. Untuk sementara, kawannya itu mengangguk, walau masih terpasang senyum lebar menyebalkan yang mencurigakan. Abdi was-was dibuatnya. Khawatir. Pemandangan memuaskan setelah dibuat kesal. Abdul tertawa tanpa suara. Abdi menatapnya sinis.

“Tidur palingan dia,” suara orang lain terdengar di sana, Muthia. 

“Enggak, Mut. Orang Barcelona baru aja selesai main,” sanggah Nadhira. Nampaknya Sekar sedang berada di kamar pondok. 

“Lah, emang kenapa kalau Barcelona main?” 

“Ih, Abdi itu suka sama Barcelona. Dia pasti mati-matian terjaga supaya bisa menontonnya.” 

“Iya, apalagi tadi di laman terbaru, Barcelona menang 3-0.” 

Perbincangan perempuan-perempuan itu terdengar.

Weh, anjir, bisane Sekar ngerti nak kwe seneng Barca?”[1] tanya Abdul, masih berbisik. Pelan sekali suaranya.

Lihat selengkapnya