Untuk Siapa Cinta Abdi?

Muhammad Hasan
Chapter #33

Bab 33

      Benar-benar luar biasa. 

           Besoknya, Abdi langsung mengambil pekerjaan yang ditawarkan oleh Mas Wawan. Dia bekerja sebagai kasir di sebuah restoran. Walaupun hanya duduk, menghitung uang, menyambut pelanggan, namun ternyata sangat melelahkan. Menguras banyak tenaga. Tapi, Abdi masih sempat-sempatnya memutar pengajian tentang bab nikah ketika waktu senggang. 

           “Kata Wawan, dirimu mau nikah, ya?” tanya Bos kala memergoki Abdi sedang menonton video di platform internet yang telah ia download menjadi offline terlebih dahulu di pondok tadi. 

           “Eeh… e….” Abdi kebingungan. Mas Wawan kok ngumbar-ngumbar, sih.

           “Hebat sekali, Nang. Pandanganmu jauh banget. Hahaha….” Pak Bos menepuk-nepuk pundak Abdi. 

           “Anak Om dulu juga begitu dulu. Dia baru semester satu, tapi semangat kerja, semangat cari ilmu. Kayak bekerja keras banget begitu. Sama juga kayak kamu, Nang. Dia santri juga. Setelah ditelusuri-telusuri, eh ternyata itu semua karena dia jatuh cinta sama temannya di perkuliahan.” 

           Abdi mengangguk-angguk. Takzim mendengarkan. Selain karena menghormati, kisah yang disampaikan memang kurang lebih sama dengan keadaan dirinya saat ini. 

           “Akhirnya?” 

           “Weehh… akhirnya, di akhir semester dua, mereka sudah menikah. Hahaha… hebat sekali, bukan?” Pak Bos tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Abdi tertawa kecil pelan, lebih sopan, juga tidak lain karena tidak bisa sampai terbahak-bahak seperti Pak Bos, Tentu saja. Itu tidak lucu. 

           “Kalau sama ya, Di. Berarti kamu nikahnya bentar lagi. Weehh….” Pak Bos menepuk-nepuk pundak Abdi.

           “Tapi, jalan hidup orang itu berbeda-beda.” ujar Pak Bos memberikan petuah. Abdi hanya mengangguk-angguk.

           “Oh, itu ada pelanggan.” Pak Bos menunjuk seseorang yang datang. 

           “Duluan, ya, Abdi.” Pak Bos melambaikan tangan. 

           “Eh, iya, Pak.” Abdi mengangguk sopan, dan segera fokus melayani pelanggan.

           ***

           Hingga akhirnya, tak terasa, dengan menjalankan penuh rasa bahagia, pekerjaan untuk hari itu selesai. Rasa lelahnya menumpuk di pundak dengan sangat berat. Pikirannya pun pusing tujuh keliling. Selama bekerja tadi, ia tidak hanya melayani para pelanggan. Ia juga melayani pujaan hatinya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kawan-kawan di kelas selama pujaan hatinya itu presentasi. Namun, entah kenapa, dengan segala kelelahan yang ada, Abdi sama sekali tidak kekurangan bahagia. Oh, aduhai, cinta. Engkau membuat segala apa yang dilakukan seseorang menjadi begitu berarti. Memberikan kebahagiaan lebih pada mereka-mereka yang jatuh cinta.

SCP : Terima kasih, Abdi

Abdi : Sama-sama, Sekar

SCP : Abdi ini lagi ngapain?

Abdi : kerja

Abdi : di tempat kerja mas pondok Abdi

SCP : Abdi sudah ziarah belum?

Abdi : Baru Mbah Sunan Muria, kemarin waktu sampai Kudus langsung ke Muria dulu, biar di pondok langsung leyeh-leyeh

SCP : Sekar boleh titip salam ya?

Abdi : Boleh, Sekar

Lihat selengkapnya