Keduanya jatuh, tapi Maira dan Zifa tidak terluka. Tapi pria yang ditabraknya? Astagfirullah kakinya terluka karna tergores aspal, dan lengannya juga berdarah. Dengan sekuat tenaga Maira bangun, lalu menghampiri laki-laki itu. Wajahnya pucat, tangannya gemetar, keringat dingin menjalar ke semua tubuh Maira.
Ramai. Satu kata yang tepat saat ini. Orang-orang berlalu lalang menghampiri mereka.
Maira berjongkok menyamakan posisi pria itu, lalu ia menatap luka di kaki pria itu, "Astagfirullah, maaf Mas, saya gak sengaja. Maafkan saya," Maira menahan agar tidak terisak, bahkan matanya sudah berkaca-kaca, sebentar lagi cairan bening akan berlomba-lomba jatuh membasahi pipinya.
Pria itu tidak menjawab perkataan Maira. Ia hanya meringis kesakitan melihat kakinya yang sobek di bagian mata kaki.
"Maafkan saya Mas, saya akan tanggung jawab. Kita ke Puskesmas sekarang," ujar Maira, tangannya ia telengkupkan di depan wajah sebagai permohonan maaf.
Pria itu bersuara, "Saya tidak apa-apa Mbak, hanya luka kecil saja," dia menatap Maira sebentar.
"Tidak apa-apa gimana Mas Ya Allah Itu kakinya berdarah," nada suara Maira bergetar, bahkan air mata nya benar-benar jatuh, Maira menangis.
Tapi ia tidak peduli orang-orang melihatnya menangis. Yang ia pikirkan keselamatan pria di depannya ini, kakinya benar-benar terluka parah.
Pria itu tersenyum kecil, "Mbak lucu. Saya yang luka. Mbak yang nangis," pria itu tersenyum, tatapan matanya teduh. Senyuman pria itu semakin manis ketika lesung pipinya menonjol.
Maira tidak menanggapi perkataannya, ia segera menghapus air matanya. lalu Maira berdiri, dan menyuruh warga untuk membantu membangunkan pria itu.
Maira bingung bagaimana cara membawa laki-laki itu? Lalu dengan spontan ia bertanya, "Maaf Mas, Mas bawa kendaraan gak? Saya bingung bagaimana caranya membawa Mas ke Puskesmas?"
"Saya bawa mobil," pria itu menunjuk sebuah mobil Camry berwarna hitam di sebrang jalan. Lalu dengan cepat orang-orang sekitar membantu membawa pria itu kedalam mobil miliknya.
Ya di sinilah dia sekarang, berada di mobil dengan pria itu. Zifa yang mengendarai mobilnya, dan Maira duduk di samping Zifa, sedangkan pria itu di belakang.
Maira melihat pria itu dari kaca spion depan, tangannya tidak bisa berhenti berkeringat. Ia masih sangat takut dengan insiden ini, ketika sedang melihat pria itu, Maira ketahuan mencuri pandang, pria itu tersenyum lalu dia berkata, "Nama Mbak siapa?" katanya.
"Maira."
Pria itu mengangguk, dia bertanya lagi, "Yang di sebelahnya?"
"Zifa."
"Mas namanya siapa?" Zifa bertanya spontan.
"Alvin."
Maira dan Zifa hanya ber-oh ria, lalu ketiganya bungkam. Tidak ada yang bersuara lagi, sampai akhirnya mereka tiba di Puskesmas.
Saat ini Alvin tengah ditangani oleh dokter, Maira dan Zifa menunggu di luar. Maira gusar, ia bulak-balik berjalan seperti gosokan, sesekali mendesah.
"Sudahlah Maira, gak usah terlalu khawatir, Alvin baik-baik aja kok," ucap Zifa mencoba menenangkan.
"Gimana aku enggak khawatir coba, itu luka nya parah banget, aku gak tega...."