Untung Soebedjo

Uki Yudhistira
Chapter #1

Bagian 1. Bioskop

Bagian 1. Bioskop

 

Sepajang jalan sepulang dari nonton bioskop Dia hanya memandang kejendela mobil. Tidak ada kata, kami berdua hanya diam. Hubungan kami memang agak berat belakangan ini. Sudah jarang saling berkirim pesan singkat, apalagi saling berbincang melalui telephone. Hari ini juga terasa tidak seperti biasa. Jika akan menonton bioskop, biasanya kami akan memilih film yang akan kami tonton bersama. Tidak perlu beli popcorn, atau pakai acara beli minuman soda. Hari ini juga tiket Dia yang bayar, padahal biasanya juga Aku yang bayar.   

Aku seorang mahasiswa pendatang di Yogyakarta, dan dari keluarga yang terbilang biasa-biasa saja. Untuk kuliah, Bapak modalin uang bulanan yang cukup buat makan nasi dayur plus tempe dan sebuah motor bebek tua yang shockbreaker-nya udah mentok. Motor yang kalau lewat jalan rusak, pantat serasa di adu dengan jalan.

Mungkin karena motor bututku ini membuatnya lama-lama malas jalan pakai motorku. Alhasil setiap kali mau jalan, Aku dan Dia akan menggunakan mobil kesayangannya. Mobil sedan Jepang keluar terbaru. Kalau Dia cewek asli Yogyakarta, Bapaknya pejabat daerah di sana. Keluarga berkecukupan, turunan ningrat serta jauh dari garis kemiskinan.

Seperti yang kujelaskan tadi, biasanya kalau mau nonton bisokop kami akan memilih film bersama-sama. Hari itu dia sendiri yang memilih film untuk ditonton. Pilihan filmnya juga tidak seperti biasa. Dia malah milih film Indonesia romantis yang aktornya adalah para anak band yang sedang naik daun. Filmnya bercerita mengenai vokalis band yang sedang naksir cewek, anak dari komandan pemadam kebakaran. Demi mendapatkan hati pujaannya, sang vokalis akhirnya melamar sebagai tenaga sukarela disebuah stasiun pamadam kebakaran. Karena solidaritas, anggota band yang lainnya ikut menyusul sang vokalis sebagai sukarelawan. Aneh saja menurutku, masak pemadam kebakaran kalau lagi dinas pakai celana pensil, baju slim fit dan rambutnya pada gondrong. Mana badannya pada ceking semua lagi, yang bener saja ini film. Lagi pula, Dia dan Aku sebenarnya paling males lihat film Indonesia yang kayak begini. Alhasil belum nonton ini, Kami berdua sudah bertengkar gara-gara Dia langsung beli tiket dan bilang mau nonton film ini.

Bioskop yang gelap terasa makin kelam, suram, dan membosankan. Ini tidak lain karena Aku yang sudah jengkel mau tidak mau, masih harus menemaninya menonton film. Film yang menurutku tidak ada seru-serunya. Rasa jengkelku makin menjadi karena sepanjang film bukannya nonton, Dia malah lebih asyik dengan ponselnya. Tahu begini kenapa juga Dia pilih ini film. Paling tidak kalau Dia cuma mau main ponsel di bioskop. Kenapa tadi, tidak pilih film horor atau film aksi seperti yang biasa Kami tonton. Setidaknya Aku masih bisa menikmati film yang diputar.

Padahal dahulu kalau kami jalan bersama, entah itu saat menonton bioskop, nongkrong dicafe atau sekadar jalan-jalan saat malam di Malioboro. Kami akan menghabiskan waktu dengan saling bercerita, bercanda, dan memperhatikan satu sama lain. Baik Aku dan Dia biasanya akan mengacuhkan panggilan telephone maupun teks singkat yang masuk keponsel Kami. Jangankan dari nomor tidak dikenal, apalagi teman. Panggilan telephone dari Orang Tua saja kami acuhkan. Tetapi akhir-akhir ini Dia jadi berbeda, Dia lebih sibuk dengan ponselnya. Tidak hanya sekali ini saja Dia berlaku seperti ini. Beberapa kali saat jalan bersama Dia melakukan hal yang sama.  

Memang hubungan kami bukan sepasang kekasih. Aku dan Dia hanya berteman dari awal kuliah. Tetapi kalau disebut sekadar teman juga agak sulit. Mengingat kedekatannya dengan Aku. Bagaimana ya Aku menjelaskannya, mungkin hubungan Kami lebih tepatnya mendekati “teman, tetapi mesra”. Hanya saja makin lama, Aku makin gampang jengkel. Kalau Dia acuh kepadaku. Terlebih lagi kalau Dia lagi dekat dengan cowok lain. Sebenarnya tidak salah jika Dia didekati oleh cowok lain atau Dia membuka diri untuk cowok lain. Maksudku membuka diri dan memberikan kesempatan cowok lain untuk jadi pacarnya. Mengingat Aku dan Dia tidak berpacaran.

Hubungan pertemanan Kami yang dekat, bukannya bisa menjadi lebih dari teman seperti yang Aku harapkan. Malah mendadak makin menjauh, bahkan kandas dan tenggelam sampai dasar. Ini terjadi karena program KKN itu. Ya program KKN alias program Kuliah Kerja Nyata. Program di mana mahasiswa harus menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah dimasyarakat. Biasanya programnya akan dijalankan didesa-desa yang ada di Yogyakarta. KKN sendiri dijalankan dalam kelompok. Yang setiap kelompok terdiri dari mahasiwa campuran dari berbagai fakultas dan program studi. Karena Aku kuliah diFakultasku kesehatan, maka anggota kelompok KKN-ku sebagian besar mahasiswa kesehatan, dalam kelompokku ada dokter, ada perawat, ahli gizi, dan mahasiwa dari jurusan kesehatan masyarakat. Dari komposisi ini tau kan, jurusan mana yang jadi favorit para mama-mama kalau ingin menjodohkan anak perempuannya.

Setelah lobi kanan-kiri, sering-sering membantu Bapak Ibu dosen. Akhirnya Aku bisa satu kelompok dengan Dia. Luar biasa dalam bayanganku. Selama KKN Aku jadi bisa lebih sering ketemu, sarapan, makan siang, makan sore, bisa belajar dan kerja bareng selama 24 jam sama Dia. Karena selama KKN, anggota kelompok akan tinggal disatu tempat bersama-sama. Tetapi itu sih cuma khayalan dan harapanku yang pada akhirnya jauh dari kenyataan.

Harapanku mulai pupus saat semua anggota kelompok KKN yang akan diberangkatkan bertemu untuk pertama kalinya. Sesosok mahasiswa jurusan Kedokteran, bertubuh tinggi tegap, kulit bersih dan kuning langsat, muka tampan nan rupawan, berbadan atletik, dengan tutur bahasa yang halus khas orang Jawa, bernama Ontoseno Wibowo menarik perhatian semua orang termasuk perhatiannya. Seno merupakan anggota tim basket fakultas Kedokteran. Aktif dalam berbagai kegiatam organisasi kampus, bahkan saat ini Seno menjabat sebagai wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran. Tentunya Seno langsung bersinar gemerlapan bak bintang. Apalagi rumornya Seno ini masih single. Para kaum hawa tentunya langsung berlomba-pomba menarik perhatian Seno. Tidak terkecuali Dia. Celakanya dari para kaum hawa yang hiperaktif, kenapa malah Dia yang mendapat perhatian balik dari Seno.  

Setelah semua mahasiswa yang akan melaksanakan program KKN berkumpul dan saling saling berkenalan. Para Dosen pembimbing kemudian memberikan arahan singkat mengenai Desa-Desa yang akan didatangi oleh tiap kelompok. Dosen juga menjelaskan bagaimana pelaksanaan program kuliah kerja nyata nantinya. Termasuk tiap kelompok harus menentukan ketua kelompoknya.

Selesai diberikan arahan, tiap-tiap kelompok kemudian melakukan pemilihan ketua kelompok. Cara pemilihan ketua dilakukan berbeda-beda tiap kelompok. Ada kelompok yang memilih ketua kelompok dengan cara diundi, kelompok lain dengan cara dimusyawarahkan, atau seperti kelompokku yang melakukan pemilihan ketua dengan cara pengambilan suara. Setelah proses pemilhihan ketua secara jujur dan adil dilakukan, dengan suara yang hampir bulat. Terpilihlah ketua kelompok Kami. Siapa lagi kalau bukan Ontoseno Wibowo alias Seno yang terpilih. Bagaimana tidak hampir bulat dari sepuluh orang anggota kelompok yang terdiri dari empat laki-laki dan sisanya adalah perempuan. Sembilan orang memilih Seno sebagai ketua. Hanya Aku saja yang memilih diriku sendiri. Dengan hasil sembilan lawan satu, tentu jelas siapa pemenangnya.

Setelah menjadi Ketua, Seno kemudian mengajak kami untuk menentukan pembagian tugas. Aku dan cowok-cowok yang lain ditugaskan untuk menjadi bagian perlengkapan. Sedangkan cewek-cewek ada yang ditugaskan menjadi bagian dokumentasi, bendahara dan sekretaris. Rasa khawatirku muncul saat Dia yang terpilih menjadi sekretaris.   Rasa khawatir itu kemudian berubah menjadi rasa jengkel karena setelah selesai pembagian tugas. Maka posisi duduk kami dirubah sesuai susunan organisasi kelompok kami. Ketua duduk berdekatan dengan sekretaris dan bendahara, sedangkan Aku duduk bersama cowok-cowok lain yang bertugas sebagai seksi perlengkapan. Dia yang tadinya duduk disebelahku kemudian pindah duduk di samping Seno.

Setelahnya masing-masing Kami diminta untuk memperkenalkan diri lebih jauh. Tujuannya agar tiap kelompok makin kenal satu sama lain dan makin akrab. Sebagai ketua Seno yang pertama kali memperkenalkan diri. Cewek-cewek mulai bertingkah aneh-aneh saat Seno memperkenalkan diri, pipi mereka memerah tersipu, ada yang bergerak gelisah seperti melihat artis pujaan, ada yang berkeringat, mengipas-ngipas badannya layaknya orang yang sedang panas dingin, bahkan mungkin ada yang sampai siklus menstruasi terganggu karena lonjakan hormon cinta yang muncul karena memandang ketampanan Seno. Cewek-cewek makin terlihat girang pada saat Seno dengan gaya yang sok imut menjelaskan bahwa statusnya saat ini masih single alias belum punya pacar.

Satu persatu kami bergatian mulai mengenalkan diri setelah Seno selesai. Entah kenapa tiba-tiba semua cewek dikelompokku saat memperkenalkan diri matanya tertuju ke Seno mengaku belum punya pacar. Padahal setahuku bendahara kelompokku yang namanya Reni sudah punya pacar begitu pula dengan Dian yang ditunjuk sebagai seksi dokumentasi. Aku mendapat giliran memperkenalkan diri paling terakhir. Rasa jengkelku makin menjadi karena selain mendapat giliran paling akhir, saat Aku memperkenalkan diri tidak ada yang terlalu memperdulikan. Cewek-cewek asyik mengobrol dengan Seno, sedangkan cowok-cowok kelihatan sudah capek dan bosan karena hari sudah mulai sore. Sebenarnya Aku juga tidak peduli dengan cewek-cewek yang lain atau cowok-cowok yang mulai ogah-ogahan. Aku jengkel karena pada saat Aku memperkenalkan diri Dia juga tidak memperhatikanku. Bahkan, sama seperti cewek yang lainnya Dia malah sibuk mencari perhatian dari Seno.

Setelah selesai Aku memperkenal diri, masih saja kebanyakan kelompokku tidak memperhatikan. Bahkan sampai Aku kembali duduk, tetap saja Seno dan cewek-cewek itu masih asyik mengobrol. Hanya anggota cowok yang terlihat mulai jenuh memberiku kode untuk memberitahukan Seno bahwa Aku sudah selesai memperkenalkan diri. Setelah menunggu beberapa menit dan mereka belum menyadari Aku sudah selesai. Aku berpura-pura batuk dengan keras agar Seno dan para cewek bisa berhenti bercengkrama. Karena saking kerasnya batukku. Seno dan cewek-cewek tersebut terlihat kaget dan baru memperhatikan keberadaanku.

Seno yang dari tadi asyik dengan cewek-cewek terlihat agak malu dan canggung. Mungkin karena ekspresi mukaku yang terlihat kesal karena tadi dicuekin atau karena ekspresi anggota cowok yang lain yang terlihat bad mood. Seno kemudian mencukupi pertemuan hari ini dan meminta untuk berkumpul satu minggu lagi untuk bersama-sama berangkat ke Desa tujuan. Setelahnya msing-masing dari kelompokku satu persatu meninggalkan kampus. Hanya tersisa Aku, Dia dan Seno. Tetapi sore itu di tempat itu, Aku tidak ada. Sore itu tempat itu hanya ada Dia dan Seno.

Dengan hati yang pilu Aku memacu motor bututku. Gundah hati membuatku sampai tidak berpamitan kepadanya. Aku tinggalkan dirinya bersama Seno. Siluet berubah jadi temaram. Temaram yang menemani duka dalam hatiku. Bagaimana pun Aku tidak bisa membohongi isi hatiku, Rasa khawatirku muncul taktertahankan, khawatir kalau sampai akhirnya Dia menemukan orang yang tepat untuknya. Api cemburu bergejolak tidak karuan. “Kenapa Kamu begitu akrab dengan Seno...”. Ucapan itu terulang-ulang dalam pikiranku. Laju motorku makin melambat, dadaku sesak, hanya egoku sebagai laki-laki yang membuat Aku tidak meneteskan air mata. Sore itu, di sepanjang bulevard ini, hatiku terasa biru.     

Hari berganti, rasa kecewa membuat Aku enggan bertemu dengannya. Kelihatannya Dia juga tidak merasakan ketiadaanku. Padahal beberapa hari saja tidak bertemu biasanya Dia akan mencariku. Mengirimi pesan singkat berulang-ulang untuk menanyakan kabarku. Miss call seperti jadwal makan, tiga kali dalam sehari. Jika tetap tidak Ku gubris, Dia tiba-tiba bisa datang menyelonong ke kost. Tetapi semua itu tidak dilakukannya. Yang ada hanya beberapa pesan singkat darinya seminggu ini. Isinya bukan menanyakan kabarku, bilang kangen atau mengajak ketemuan seperti yang kuharapkan. Semuanya pesannya hanya berisi tugas yang Aku harus kerjakan untuk persiapan program KKN.

Seminggu berlalu tibalah saatnya program KKN akan dilaksanakan. Seperti yang sudah ditentukan Kami berangkat bersama dari kampus. Dia dan teman-teman perempuan kelompokku berangkat dengan mobilnya. Tentunya Seno sang ketua ikut di sana. Sedangkan Aku berangkat dengan motor bututku. Dibelakangku terikat belipat-lipat spanduk untuk KKN, alat projektor untuk penyuluhan dan tentunya tas pribadiku. Aku sudah mirip seperti orang yang mudik lebaran dengan menggunakan motor.

Sepanjang jalan tidak henti-hentinya Aku menggerutu, kesal sendiri seperti orang bodoh. Apalagi dalam pikiranku terbayang – bayang betapa asyiknya Seno di dalam mobil. Seno bisa bersamanya, berbincang-bincang, bercanda, atau minta disuapin camilan olehnya sambil menyetir. Pikiran itu membuatku makin kalut. Aku pacu motorku sekuat mungkin untuk bisa menyusul mobilnya. Aku ingin melihat apa yang mereka lakukan di dalam mobil. Hanya saja Aku lupa. Pembakaran dalam mesin motorku, tidak sekuat pembakaran api cemburu dalam hatiku. Apalah daya laju sedannya makin kencang, meninggalkan motorku makin jauh. Aku pun pasrah menerima keadaan ini.  

  Empat jam kemudian sampailah Aku di Desa tempat Kami melaksanakan KKN. Desa ini terletak dilereng gunung Merapi. Desa kecil yang indah dan asri, cuacanya sejuk, orang-orang Desanya sangat ramah. Hanya saja dengan desa yang begitu indah dan asri, mataku malah terasa perih. Segarnya udara dan sejuknya desa tidak menghilangkan sesak di dadaku. Badanku panas dingin, terasa meriang walau tidak terserang pilek. Bagaimana tidak, baru sampai dan turun dari motor. Diantara kesibukan teman-teman KKN menurunkan perlengkapan. Aku melihat Seno sedang menyibak rambutnya, Dia kemudian membalas dengan menyeka keringat dikening Seno dengan sapu tangannya. Melihat ini ingin rasanya Aku putar balik dan membatalkan untuk ikut program KKN tahun ini. Kalau saja Aku tidak ingat hal ini bisa memperpanjang masa kuliahku, hal tadi sudah benar-benar kulakukan. Dengan berat hati Aku mencoba menerima keadaan ini. Tentu kedatanganku tidak disambut olehnya. Dia tetap saja asyik dengan Seno dan tidak menghiraukanku. Yang ada Aku di sambut omelan dari teman-teman yang lain karena sampai paling lambat. Dan tugasku sebagai seksi perlengkapan harus dikerjakan oleh mereka.

Baru dua minggu Kami KKN. Seno dan Dia menjadi makin dekat. Dia perempuan cantik bernama Nilam, gadis asli Yogyakarta berkulit putih, pipinya merona, lesung pipi melengkapi senyumnya, rambutnya hitam terurai, kaki jenjang membuat badannya yang semampai makin indah. Aroma tubuhnya sewangi kuntum melati yang mekar dipagi hari. Hangat tatapannya sehangat sinar mentari. Suara lembutnya seperti belaian angin disore hari. Matanya indah berwarna hitam segelap malam.

Tentunya melihat hal ini membuatku makin ceburu. Tanpa kusadari kecemburuanku tersebut membuat Aku terkadang menjadi marah. Setiap kali Aku menanyakan hubungan mereka. Nilam akan selalu beralasan bahwa Dia dan Seno tidak ada hubungan khusus. Kedekatannya dengan Seno semata karena program-program KKN yang harus dijalankan. Memang pekerjaan-pekerjaan selama KKN membuat Aku dan Nilam malah jadi sering berjauhan. Sedangkan sebagai Ketua dan Sekretaris, membuat Seno dan Nilam jadi sering bersama. Aku sendiri curiga kelihatnya Seno tau kalau Aku dan Nilam dekat. Kelihatannya semua pembagian tugas ini sudah diaturnya. Diatur agar Aku dan Nilam tidak bisa sering-sering berdekatan. Tetapi semua dugaanku Aku coba patahkan sendiri. Aku memilih untuk berfikiran positif bahwa semua tuduhanku ke Seno adalah salah dan hanya ada dipikiranku yang sering kalut. Lagi pula, KKN ini juga hanya beberapa Bulan setelah ini Nilam juga akan lengket lagi denganku, pikirku.

Tiga bulan sudah berlalu dan program KKN berakhir, hubunganku dan Nilam malah makin menjauh. Sebaliknya, hubungan Nilam dan Seno makin dekat. Program KKN telah usai. Pagi ini bersama-sama Kami kembali ke Yogyakarta. Formasi pulang sama dengan formasi Kami saat berangkat. Seno dan Nilam bersama satu mobil, sedangkan Aku berduaan dengan motor kesayanganku. Asa mulai tumbuh dihatiku, rasa marah memudar, Aku melaju dengan santai, menikmati perjalanan pagi ini. Pikiranku berbisik, setelah KKN selesai pastinya Nilam akan lebih jarang bertemu Seno. Sedangkan Aku akan memiliki waktu bersama yang lebih banyak karena Aku dan Nilam satu jurusan. Dengan penuh percaya diri Aku pasti bisa memenangkan hati Nilam. Rasa hatiku kembali menghangat walau sepanjang perjalanan hujan gerimis turun tidak berhenti. Seakan-akan hujan ingin memadamkan api asa dihatiku yang mulai berpijar.  

Sesampainya di kampus Aku tidak melihat keberadaan Nilam. Teman-temanku bilang Dia sudah pulang bersama Seno. Mendengar ini rasa cemburu mulai membakar hatiku. Sepertinya Nilam benar-benar sudah melupakan keberadaanku dalam hidupnya. Amaran mulai bergejolak, kekesalan yang ada kuluapkan pada motorku. Sebuah tendangan mendarat tepat dimesin motor kesayanganku. Tentunya jari kakiku sendiri yang mendapat akibatnya. Aku mengaduh, jari kakiku terasa nyeri, kakiku terpincang-pincang. Sialnya lagi setelah emosiku mereda. Motor yang menjadi pelampiasan emosi berbalik marah kepadaku. Setelah kucoba mengengkol berkali-kali sambil menahan nyeri. Mesin motorku tetap tidak mau menyala. Akhirnya Aku pun harus pulang dengan berjalan kaki kekos. Dengan kaki yang terpincang-pincang. Sambil memanggul ransel dan menenteng barang bawaan selama KKN, Aku berjalan sendiri sambil menahan nyeri. Nyeri dikaki dan juga nyeri dihati.

Seperti ceritaku diawal, seminggu setelah KKN selesai. Tanpa kusangka, Nilam menelponku. Nilam mengajak untuk nonton biokop, kegiatan yang dahulu sering Kami lakukan. Tentunya Aku senang mendengar ajakannya. Tetapi kejadinya malah jadi begini, tiket dia yang bayar, popcorn dia yang beli, pilihan film tidak menarik dan Dia malah asyik dengan ponselnya sepanjang film. Terlihat beberapa kali Nilam tersenyum tersipu saat menerima pesan diponselnya.

Sepanjang film tidak sekalipun matanya tertuju kepadaku. Dengan perilaku Nilam seperti ini. Aku merasa ada sesuatu yang ingin disampaikannya. Apakah Nilam ingin mengajakku untuk putus. Tetapi untuk apa harus mengajak putus, sedangkan Aku dan Dia tidak terikat satu sama lain. Aku dan Dia tidak pernah berikrar maupun bersumpah satu sama lain. Putus, apa yang harus putus.

Suasana hening di dalam mobil, menimbulkan perasaan aneh dalam hatiku. Perasaan yang sebeumnya tidak pernah kurasakan saat bersamanya. Aku pun mencoba untuk memecah keheningan, dan mulai mengajaknya berbicara.

”Hari ini kamu kok aneh?” Tanyaku kepada Nilam.

”Aneh apanya?” Nilam balik bertanya.

Lihat selengkapnya