Untung Soebedjo

Uki Yudhistira
Chapter #2

Bagian 2. Obat patah hati

Bagian 2. Obat patah hati

Bermodalkan ijazah sarjana gizi dan hati yang patah, aku putuskan untuk merantau ke Jakarta. Cari kerja dan menjauh dari kota Yogyakarta yang mengingatkanku kepada Nilam. Perkenalkan namaku Untung Soebedjo dari namaku pasti pada tau kalau Aku berasal dari keluarga keturunan Jawa. Bapak Ibu ku sama-sama orang Jawa asli. Dahulu rumah Bapak Ibuku berdeketan, satu desa. Bapak yang jatuh hati sama Ibu, kemudian meminta kakekku untuk melamar Ibu. Lamaran Bapak pun diterima, prosesnya sederhana dan tidak banyak drama. Akhirnya karena semesta memperastukan mereka jadilah Bapak Ibu sebagai suami Istri.

Desa Bapak dan Ibu berada didaerah pegunungan di Jawa Tengah, sekitaran timur kota Solo. Tetapi jangan hal-hal yang berhubungan dengan Jawa atau budaya Jawa ke Aku atau ke adik-adikku. Kenapa? Karena dari kecil kami biasa hidup berpindah-pindah. Maklum Bapak dahulu adalah tentara. Bapak sering berpindah-pindah tugas, kebanyakan didaerah-daerah terpencil di Indonesia. Paling lama Bapak bertugas di Sumatra. Jadi Aku dan adik-adik tumbuh besar di Sumatra.

Aku anak tertua jadi bisa dipahami kalau kondisiku saat kuliah yang serba seadanya. Dengan gaji Bapak sebagai tentara berpangkat rendah. Untuk biaya kuliah dan biaya menyekolahkan adik-adik, Bapak pasti berjuangan dengan berat. Alhasil uang bulanan untuk Aku kuliah, serba pas-pasa’an.

Warna kulitku kecoklatan seperti kebanyakan cowok-cowok jawa. Posturku lumayan tinggi. Kalau hanya untuk jadi tentara tinggi badanku sudah lebih dari cukup. Selain tinggi Aku juga cukup atletis karena dari kecil Bapak sering melatih fisikku. Bapak ingin Aku nanti bisa masuk tentara seperti dirinya. Selain dilatih oleh Bapak, fisikku juga terlatih karena kegiatan ekstrakurikuler yang Aku ikuti. Ekstrakurikuler yang Aku ikuti bukan sepak bola, karate, basket, renang atau lainnya. Tetapi kegiatan yang lebih ke masalah jotos menjotos alias berkelahi.

Sebenarnya Aku ini orang yang tidak suka cari masalah. Tetapi entah mengapa, ada saja masalah yang datang padaku. Apa karena mukaku meyebalkan? Apa tingkahku yang terlihat sombong? Apa karena omonganku yang suka senaknya? Atau apa, alasan yang membuat Aku gampang mau dipukuli sama orang-orang? Sampai sekarang Aku sendiri tidak tidak tau.

Waktu baru masuk sekolah menengah atas Aku ikut gabung dalam klub sepak bola. Baru beberapa minggu latihan. Aku sudah dikeluarkan dari klub bola karena berkelahi dengan senior. Kenapa senior itu marah Aku juga tidak terlalu paham. Kejadiannya terjadi waktu istirahat turun minum. Saat itu ada cewek yang meminta bantuanku untuk mengikat rambutnya. Tentu dengan senang hati membantunya. Ternyata cewek itu adalah pacar seniorku. Alhasil seniorku mencak-mencak. Memang salahku apa ya? Aku kan hanya menolong, lagi pula ceweknya yang minta.

Setelah dari klub bola Aku kemudian pindah untuk ikut klub basket. Nasibku juga tidak jauh berbeda saat diklub ini. Baru beberapa kali latihan, Aku juga dikeluarkan. Bedanya kalau diklub bola Aku hanya berkelahi dengan satu orang. Di klub basket Aku harus melawan satu Tim. Permasalahannya cuma karena dipinjami handuk. Yang meminjamkan adalah kapten bola basket cewek yang saat itu juga sedang berlatih. Setelah Aku selesai mengelap keringat, handuk kukembalikan. Setelah menerima handuk dariku, kapten klub basket cewek gantian mengelap keriangatnya dengan handuk bekasku. Melihat ini Kapten klub basketku mengamuk. Ternyata cewek itu adalah pacarnya. Alhasil Aku harus berusahan melawan satu tim yang sedang bernafsu memukuliku.

Sudah dua klub saat ini yang memusuhiku. Sebenarnya Aku sudah tidak ingin lagi mengikuti kegiatan ektrakulikuler. Tetapi karena kegiatan ini diwajibkan oleh sekolah. Mau tidak mau Aku harus mengikuti kegiatan lain. Aku akhirnya memilih untuk mengikuti klub judo. Tujuanku ikut judo adalah mencari kegiatan ekstakulikuler yang tidak ada ceweknya. Yang ada dipikirku saat itu, paling-paling tidak ada perempuan yang mau menonton latihan judo, apalagi ikut klub judo.

Saat hari pertama latihan tidak ada cewek yang terlihat. Di sasana hanya ada para laki-laki. Perasaanku terasa lega. Aman pikirku, tidak ada lagi pertengkaran dengan teman klub karena masalah cewek.   Perasaanku mulai tidak enak, saat teman-teman membicarakan tentang Wulan. Aku pun bertanya keteman-teman siapa itu Wulan? Teman-teman kemudian memberi tau bahwa ada satu cewek yang menjadi anggota judo diklub sekolahku namanya Wulan. Saat ini Wulan sedang tidak berlatih karena sedang mengikuti pertandingan di Jepang. Mendengar ini kepalaku langsung berkunang-kunang.

Beberapa bulan sudah Aku ikut klub Judo. Sejauh ini semua baik-baik saja. Wulan tidak kunjung terlihat. Aku berdoa mudah-mudahan Wulan memenangkan kompetisi dan ditarik untuk mengikuti pelatihan nasional. Jadi Wulan tidak lagi kembali untuk berlatih disekolah. Baru Aku selesai berdoa, tiba-tiba terbukalah pintu sasana. Tercium aroma wangi tubuh seorang dara. Semua yang ada disasana berhenti dan memandanginya. Sore itu datanglah Wulan, parasnya cantik, badannya tegap, matanya tajam penuh gelora. Terlihat teman-teman begitu senang melihat kedatangannya. Sedangkan Aku hanya bisa terduduk lemas dibangku sasana.

Beberapa minggu sudah berlalu semenjak kedatangan Wulan. Sasana terlihat lebih hangat dan ceria karena kedatangan Wulan. Teman-temanku terlihat makin semangat saat berlatih. Seperti biasa sore ini akan diadakan latih tanding. Entah kenapa sore ini Aku dipasangkan dengan Wulan. Perasaan hatiku mulai tidak enak.

Dengan disaksikan yang lain dimulailah latih tanding antara Wulan denganku.  Dengan perbedaan tingkat dan keahlian tentu Aku jadi bulan-bulanan Wulan. Sudah beberapa kali Aku dibating oleh Wulan. Sorak-sorai teman-teman bergemuruh saat Wulan berhasil membantingku. Aku yang sudah berkali-kali tumbang. Ingin rasanya agar latihan ini segera selesai. Sayangnya masih ada satu kali lagi pertandingan dengan Wulan.

Aku segera memasang kuda-kuda begitu pula dengan Wulan. Saat aba-aba untuk mulai diberikan. Aku segera menggapai dan mencengkram baju Wulan. Entah kenapa gerakan Wulan tidak segesit tadi hingga tanganku berhasil mencengkram bajunya. Reflek yang ada Aku kemudian membanting Wulan sekuat tenaga. Bukannya berhasil membanting Wulan. Aku dan Wulan malam berguling bersama beberapa kali sampai keluar dari matras. Yang jadi masalah adalah posisi terakhir Kami berguling. Posisinya Aku berada di atas Wulan dengan kedua tanganku yang sudah berpindah, tidak lagi mencengkram baju Wulan. Terasa sesuatu yang bulat dan hangat tergengam dikedua tanganku. Tanpa kusengaja tanganku sudah menggenggam dada Wulan.

Melihat kejadian ini semua yang ada disasana terdiam. Aku juga masih diam dan tidak bergerak. Tangaku masih berada dalam posisi yang sama. Aku dan Wulan hanya saling menatap. Terlihat wajah Wulan yang tersipu malu. Aku hanya diam dan bingung harus melakukan apa. Belum juga Aku bisa berpikir dan sadar dengan apa yang terjadi. Sebuah tangan yang kuat mencengkram kerah bajuku. Tangan itu menarik dan membanting badanku. Tangan itu bukan tangan Wulan. Tetapi itu tangan pelatih judoku. Kalau diklub bola Aku berkelahi dengan Kakak senior, diklub basket dengan kapten tim. Kali ini Aku harus merasakan bantingan dari pelatih judo yang ternyata adalah Bapaknya Wulan. Seperti kejadian diklub sebelumnya, Aku pun dikeluarkan dari klub judo.

Jadi selama di sekolah menengah Aku harus sering mendapat masalah dari klub bola, klub basket dan klub judo. Bisa dibayangkan kenapa pada akhirnya Aku jadi atletis. Ini bukan karena kegiatan ekstrakurikuler yang Aku ikuti. Tetapi lebih tepatnya karena kegiatan berlari rutin yang Aku lakukan untuk menghindari ketiga klub tersebut.

Sedangkan untuk kegiatan ekstrakurikuler, Aku akhirnya memilih untuk bergabung dengan salah satu grup band yang ada disekolah. Grup band ini tidak laku dan tidak populer dikalangan cewek. Bagaimana mau laku, lagu yang dimainkan tidak jelas dan kemampuan musik anggotanya pas-pas’an. Walau demikian kegiatan ekstrakurikuler ini jadi kegiatan ekstrakurikuler terakhirku sampai lulus sekolah menengah.

Itu tadi sedikit masalah yang sering Aku buat. Sebenarnya Aku bangga jadi orang Jawa, bangga dengan budaya Jawa. Cuma di zaman seperti saat ini, kenapa orang tuaku masih memberiku nama yang Jawa banget. Pada saat anak-anak laki-laki lain diberi nama seperti Bony, Kevin, yang kebule-bulean. Atau Bahar, Ibra, Al Fatah yang ke arab-araban. Atau nama seperti Stankovic Bayu, Joko Alexander yang merupakan nama campuran Jawa dan Internasional. Bapak memberiku nama yang Jawa plek, yaitu Untung Soebedjo. Nama yang menurutku kuno dan tidak uptudate untuk zaman milenium seperti saat ini.

Karena keluargaku masih sangat memercayai primbon. Aku diberi nama sesuai dengan angka primbon saat aku lahir. Memang tidak ada yang bisa menjelaskan kenapa Aku diberi nama Untung Soebedjo, selain alasan primbon tentunya. Pernah Aku tanyakan hal itu ke Bapak. Bapak cuma bilang yang memberi namaku adalah orang-orang tetua desa, Bapak cuma nurut. Akhirnya Aku hanya bisa menebak-nebak arti primbon namaku. Setelah semalaman bersemedi akhirnya Aku menebak dua kemungkinan kenapa Aku diberi nama ini.

 Pertama Aku lahir dihari yang sangat luar biasa baik dan angka primbonku tinggi. Sehingga Aku akan dikarunia rezeki yang baik, kesehatan yang baik, pokoknya semua yang baik-baik. Alias Aku akan menjadi orang yang sangat beruntung. Sehingga Aku diberi nama Untung Soebedjo. Yang jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia ‘Untung adalah beruntung dan Bedjo adalah beruntung’. Jadi artinya orang beruntung yang beruntung. Luar biasa bukan jadi orang yang beruntung kuadrat.  

Atau kemungkinan kedua Aku lahir dihari yang angka primbonnya kurang baik sehingga dikhawatirkan nantinya kehidupanku dipenuhi kesulitan dan ketidak beruntungan. Sehingga untuk menangkal hal itu Aku diberi nama Untung Soebedjo, karena nama adalah doa. Serem kalau kemungkinan kedua ini yang terjadi. Seberapa sialnya nasib yang akan Aku alami sampai harus didoakan jadi orang beruntung kuadrat. Tetapi Aku orang yang positif dan menganggap diriku adalah orang yang sangat beruntung. Walau kelihatannya tren dalam hidupanku berkata lain.

Di Jakarta aku mulai melamar kerja diberbagai rumah sakit. Baik rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, sampai berbaai klinik kesehatan kulamar. Tetapi saat ini sudah banyak sekali sarjana gizi dan perebutan pekerjaan cukup sengit. Apalagi jurusanku yang urusanya adalah gizi, biasanya identik dengan perempuan. Aku menduga kerena hal ini membuatku kesulitan mencari kerja. Bukannya bermaksud apa-apa ya. Apa pernah dengar ahli gizi laki-laki memberikan konsultasi masalah menyusui? Bukankah akan lebih nyaman kalau ahli gizi perempuan yang memberikan konsultasi.

Belum lagi gizi identik dengan makanan dan masak. Walau sekarang sudah banyak juru masak laki-laki. Tetapi di Indonesia urusan makanan, masak-memasak masih diidentikkan dengan tugas serta keahlian wanita. Setiap kali wawancara kerja pertanyaan rutin yang selalu ditanyakan adalah apakah aku bisa memasak? Dan setiap kali kujawab bisa, terlihat wajah tidak percaya dari para pewawancara.

Aku juga mencoba untuk mengikuti beberapa tes pegawai negeri, tetapi masih gagal juga. Alhasil Aku cukup berjuang mencari pekerjaan. Pucuk di cinta ulam pun tiba, suatu hari disiang yang terik, tiba-tiba telepon ku berdering.

“Hallo selamat siang?” Jawabku.

Lihat selengkapnya