"Putri Nazel? Apa yang putri lakukan di tempat seperti ini?"
Mendengar seseorang memanggil namaku, aku berbalik tanpa memperhatikan langkahku sampai nyaris terpeleset.
"Uwah!" Karena terlalu terkejut aku sesaat kehilangan keseimbangan saat hendak menuruni anak tangga.
Oh tidak! Aku akan jatuh!
Aku menutup erat mataku saat akan terjatuh.
Uh? Eh? Kenapa tidak sakit?
Aku merasakan lengan hangat yang memelukku dengan erat. Aku menarik nafas sembari mengangkat kepala untuk melihat siapa yang menolongku.
Ya Tuhan!
Betapa terkejutnya aku saat menyadari siapa yang sudah menolongku. Aku mendapati diriku dalam pelukan Alexandr Dyroid. Dia menatapku dengan sorot mata tajam dan kening yang berkerut.
Alexandr Dyroid?! Habislah sudah... Ini tidak akan berakhir dengan baik.
Alexandr tetap tidak melepaskan pelukannya, meski setelah aku berdiri dengan aman. Dia menatapku tanpa berkedip. Aku merasakan sekujur tubuhku mengigil saat melihat raut wajahnya yang dingin itu.
Aku benar-benar dalam masalah besar kali ini! Dan tidak ada alasan yang bagus untukku.
"Um, Alexandr... Aku baik-baik saja." Aku perlahan melepaskan diri dari cengkramannya.
Alexandr melepaskanku, tapi dia tetap tidak bicara apapun. Dia masih tetap menatapku dengan raut wajah yang menakutkan.
"Alexandr... aku.. aku hanya," Aku mati-matian memikirkan apa yang harus kukatakan tapi, aku tidak bisa memikirkan alasan yang masuk akal.
"Kau tahu, tuan putri? Bertingkah seperti ini, seolah-olah kau sedang mengundang musuh untuk membunuhmu!" ujar Alexandr dengan nada tajam.
Aku mengatupkan mata, tanganku gemetar. Darahku terasa membeku. Alexandr selalu bisa membuatku merasa seperti anak kecil yang ketahuan mencuri permen.
Tidak satu katapun berani aku keluarkan.
"Kau bukan lagi Nazel Maven si gadis penjual bunga. Aku harap kau punya kesadaran tentang statusmu sekarang, tuan putri." Ujar Alexandr dengan suara rendah, namun perkataannya terasa seperti cambuk bagiku.
Aku menelan ludah dengan susah payah saat mendengar ucapan Alexandr. Dan hanya bisa menunduk malu. Semua yang dia katakan benar, dan aku tahu itu. Tak ada lagi yang bisa kukatakan untuk membela diriku.
"..."
"..."
Alexandr tak mengatakan apapun lagi, dia hanya menatapku yang terus menunduk dengan tatapan mengintimidasi.
Setelah beberapa saat aku merasakan tatapan Alexandr beralih. Aku mengikuti arah tatapan matanya. Tatapan Alexandr tertuju ke bawah tangga, di sana ada Pherouze yang sedang menungguku. Kami berjanji bertemu di depan gerbang istana. Tapi sepertinya, karena aku tak juga muncul dia bermaksud menemuiku.
Gawat! Semoga Alexandr tidak menghukum Rou.
Aku berbalik menatap Rou yang berdiri di bawah tangga dengan khawatir.
"Jadi begitu... Aku mengerti." Ujar Alexandr seolah berbicara pada dirinya sendiri. Namun, tatapan tajamnya tidak lepas dari Pherouze. Tapi Pherouze menatap balik Alexandr dengan tenang.
Alexandr menyipitkan matanya, kemudian mendekatkan wajahnya ke arahku lalu berbicara dengan pelan dan tegas, "Kau perlu menjelaskan padaku mengenai hal ini besok pagi. Sekarang, sudah waktunya kau kembali ke kamarmu." ujar Alexandr, lalu berbalik dan berjalan mendahuluiku.
"Baik." kataku segera mengikuti Alexandr di belakangnya. Sesaat sebelum pergi, aku menoleh ke arah Rou yang menatapku dengan raut wajah merasa bersalah.
_____
Pherouze menghela nafas sembari memperhatikan Nazel Margaid yang dengan patuh mengikuti Alexandr Dyroid kembali ke dalam istana.